Kamis, 27 September 2012

Medan Jalan Menjadi Beban



Komunitas Sepeda Lowrider: Twist Rod Ferium
Setiap minggu pagi ngumpul di Car Free Day
Peribahasa mengatakan; biar pelan yang penting selamat. Tetapi tidak selalu begitu bagi komunitas sepeda lowrider. Pesepeda ceper ini memang selalu berjalan pelan, karena memang sudah begitu karakternya. Dengan bentuk sepeda custom kreatif, pemuja lowrider lebih menitikberatkan pada performa livestyle. Kecintaannya pun diaplikasikan dalam bentuk saling peduli.

Saban Minggu pagi  komunitas lowrider yang menamakan dirinya Twist Rod Ferium (TRF) tak pernah absen hadir di Car Free Day (CFD) di Lapangan Merdeka, Balikpapan. Ce-ef-de ini destinasi warga Kota Minyak dengan ragam kegiatan olahraga masyarakat, seperti jogging, senam pagi, sepak bola, softball, volley, serta bersepeda. Ce-ef-de berlangsung dari pagi pukul 6.00 hingga 9.00 Wita, dua jalur jalan utama Jl Jenderal Sudirman sepanjang 1 km dibebaskan dari kendaraan bermotor.

Di salah satu sudut jalan Ce-ef-de inilah TRF berkumpul. ‘’Dulu nama komunitas kami Blower. Anggotanya terus bertambah, dan kami ganti dengan nama Twist Rod Ferium,’’ kata Angga ketua TRF ketika bincang dengan penulis di suatu pagi. 

Sebelum punya harus belajar dulu genjot lowrider
Kini anggota kumunitas tersebut sudah ada 40 orang. Dan itu akan terus bertambah, lantaran lowrider kian diminati. Sayangnya, lowrider di Balikpapan masih terkendala bengkel. Kalau ada kerusakan mereka berusaha menangani sendiri, terutama pada kerusakan yang dikategorikan kecil. Mereka juga saling bantu satu sama lain. 

‘’Kalau untuk pengecetan biasa, bisa kami lakukan sendiri. Terkecuali airbrush dan chrome,’’ tukas Angga sembari menyebut sebenarnya bengkel sepeda umum juga mampu mengutak-atik sepeda lowrider, namun sejauh ini belum fokus saja.
Toko khusus yang menjual sepeda lowrider di Balikpapan juga belum ada. Ini peluang bisnis. ‘’Dulu sih di ACE Hardware pernah ada, tapi sekarang ga ada lagi,’’ katanya. 

Sejauh ini anggota komunitas tersebut memesan dari sebuah bengkel kreatif khusus sepeda lowrider di kota Solo, Jawa Tengah. ‘’Kami pesan di sana, tapi ya lumayan lama,’’ ujarnya. Di sana sudah ada pilihan bentuk, namun bisa juga menerima pesanan sesuai desain yang diinginkan. Selain di Solo, juga ada di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Yogyakarta. Harganya pun relatif, tergantung bahan baku, apakah dari stainles steel, alumunium atau besi. Beberapa sepeda di TRF juga hasil produksi pabrikan.

Angga
Disinggung apa saja yang dilakukan komunitas ini, Angga menyebut sekadar silaturahmi sesama anggota. Belum ada program khusus. ‘’Ya begini, kami kumpul-kumpul. Sering juga partisipasi dalam berbagai acara pameran. Kami memang sering diundang pameran di mal-mal,’’ ujarnya. Beberapa kali kelompok ini juga menjuarai kontes sepeda lowrider di Samarinda, ibukota provinsi Kalimantan Timur. Di Samarinda juga ada komunitas sepeda ceper ini, dan rajin menggelar kegiatan.

Besi ulir mempercantik sepeda
Siapa saja bisa bergabung di komunitas ini. Anggota TRF mayoritas remaja pelajar dan mahasiswa. ‘’Tapi ada juga yang sudah kerja, ya seperti saya ini,’’ kata Angga yang bekerja di salah satu perusahaan alat berat di Batakan, Jl Mulawarman.

Menurut Angga, yang menjadi kendala komunitas lowrrider di Balikpapan adalah beban pada medan jalan. ‘’Jalan di Balikpapan banyak tanjakan, itu yang sulit bagi pesepeda seperti kami,’’ ujarnya. Secara anatomi bentuk dan karakter bersepeda lowrider memang sulit untuk melakukan perjalanan mendaki. Selain bobot sepeda lebih berat dari kebanyakan sepeda umum, bentuknya juga rendah. Mengenjot pancal sepeda lowrider memang lebih santai. 

Ruji yang banyak jadi ciri khas
Per bukan sekadar asesori
Selain bentuknya yang klasik, ciri lowrider salah satu di antaranya memiliki ruji ban yang lebih banyak dari sepeda biasa. Sebenarnya lowrider kaya dengan keragaman bentuk, seperti model chooper, cruiser, limousine, dan basman. Bahkan banyak lagi bentuk-bentuk lebih ekstrem seperti di negara asalnya Amerika. 

‘’Kalau model lowrider di sana susah kami ikuti di sini. Selain sulit mendapatkan materialnya, juga perlu modal yang besar,’’ tukasnya. Di komunitas TRF rata-rata sepeda harganya berkisar Rp 5 jutaan.  Ada yang ingin bergabung? (*)









Rabu, 26 September 2012

Menantang Matahari di Makam Jepang


Tugu makam Jepang
Merebahkan punggung di lantai ulin sebuah pondok, terasa keringat di badan merekat pada kulit. Silau bola mata diterjang sinar mentari pagi yang menerobos di antara bunga taman. Lantas hela sengal nafas, pelan-pelan. Ada lelah di antara peluh. Di sinilah saya merehatkan raga, usai merampungkan perjalanan mengayuh sepeda dari pusat kota ke desa Lamaru. Pelan tapi pasti, ada kelegaan menyapa.

Rupanya benar apa kata teman-teman. bersepeda ke arah timur luar kota Balikpapan ada keasikkan tersendiri. Itu yang saya peroleh. Apalagi pagi hari, dimana udara masih segar dan sinar surya dari arah timur rada menyengat kulit. Dan tujuan saya bergowesria pada minggu pertama Juni 2012 adalah makam Jepang yang berada di pinggir pantai Kelurahan Lamaru, Kecamatan Balikpapan Timur. Jaraknya lumayan, sekitar 25 km dari pusat kota. 

Sungguh pun tempat ini cukup terkenal, namun bukan obyek wisata rekreasi. Lebih kepada wisata situs peninggalan. Karenanya, yang datang lebih banyak pelajar atau mahasiswa. Tak usah membayangkan bila ke makam Jepang ini akan sulit. Percaya, butuh waktu relatif tak banyak andai dengan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Jalan aspal pun mulus.

Prasasti
Sebenarnya sudah kesekian kalinya saya ke tempat ini. Tentu akan lain ceritanya bila berkunjung sembari bersepeda. Saya mengawali perjalanan dari dekat gedung Sport and Convention Center (Dome), di Jl Ruhuy Rahayu. Dari destinasi itu lantas menuju pasar Sepinggan, tembus ke Jl Marsma Iswahyudi, kemudian menelusuri sepanjang Jl Mulawarman (ke arah Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara). 

Untuk menuju situs cagar budaya ini, kita pasti melewati objek wisata pantai Manggar Segarasari. Jarak makam ini tak terlampau jauh dari  Pantai Wisata Lamaru. Dari kanan Jl Mulawarman ke lokasi makam pejuang negeri matahari terbit tersebut sekitar 400 meter. Menuju arah pantai banyak rumah penduduk dan perkebunan warga. 

Gerbang makam
Bila menelusuri jalan kecil itu, kita akan melewati SMA negeri 7. Ada juga Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Saya baru tahu dari media cetak Kaltim Post, ternyata di Rudemin ini ada 12 imigran dari Pakistan yang ditangkap di Tarakan, 4 Juni 2012. Mereka tak ada paspor, jadi tak bisa dideportasi.
Peninggalan makam Jepang ini menghadap ke laut dan dikelilingi pagar ulin berwarna cokelat.  Menuju kesana, mesti melintasi setapak ditemani suara deburan ombak yang terseret angin. Jangan membayangkan kalau di tempat ini terdapat sejumlah makam atau kuburan. Melainkan hanya ada tugu dan prasasti, serta pondok panggung beratap sirap yang berada di antara taman. 

Tugu tersebut dibuat untuk mengenang tentara Jepang yang gugur di medan laga saat Perang Dunia II. Jepang ketika itu bertempur melawan tentara sekutu dari Australia yang masuk ke Balikpapan melalui jalur laut.  Konon, di sekitar inilah tentara Jepang terkuburkan.

Atribut upacara ziarah
Di dekat tugu yang bertuliskan huruf kanji juga terdapat makam lain. Saya tak mendapatkan informasi apa-apa tentang makam tersebut. Sepintas seperti kuburan penduduk setempat.
Situs cagar budaya ini dikelola oleh Yayasan Sakura Balindo. Pada waktu-waktu tertentu ada wisatawan dari Jepang yang datang berkunjung. Ketika saya berada di sana, sempat menemukan kertas seperti sisa atribut upacara ziarah. Bisa menandakan belum lama ada turis yang datang.

Meskipun makam peninggalan zaman perang, tempat ini jauh dari kesan angker. ‘’Sudah dari tahun 1972 saya disini, gak ada apa-apa,’’ ujar Yatiyem, seorang ibu petugas kebun dan kebersihan di cagar budaya tersebut. Pengakuan Yatiyem ini sekaligus membantah cerita mistis bahwa makam Jepang di Lamaru angker.
Di dekat makam juga terdapat sumur tua. Tapi, menurut Yatiem, itu bukan peninggalan Jepang. Bila tak ada pengunjung, pagar di makam ini dikunci. ‘’Kalau hari libur biasanya banyak yang datang, cuma lihat-lihat dan berfoto. Itu pun sebentar,’’ katanya.
Mahasiswa berkunjung ke makam
Tak lama berselang saya berada di tempat ini, ada serombongan mahasiswa dari Universitas Balikpapan berkunjung yang dipandu seorang dosen pembimbing. ‘’Ini bagian dari tugas kampus,’’ kata salah seorang dari mereka.

Hampir setiap pengunjung ke makam ini tak memperoleh penjelasan rinci tentang makam peninggalan tersebut. Padahal, cagar budaya ini bisa menjadi obyek wisata yang menarik apabila ditangani maksimal. Masih banyak yang bisa dilakukan. Misalnya dengan mempercantik lingkungan sekitarnya, dengan menanami pohon-pohon sejenis Sakura yang terkenal di Jepang. 

Yatiem dan sumur tua
Malah semakin komplit apabila ada pemandu wisata yang bisa menceritakan tentang keberadaan dan asal-usul situs ini, lalu menguraikan dalam berbagai bahasa, khususnya Inggris dan Jepang. Atau setidaknya ada prasasti yang menuliskan rinci latar kisah mengenai makam tersebut. Bagaimana menurut Anda? (*)





Puisi Sakura Bumiku
jasad tulang belulangku berserakan/terkubur pilu di sini/di pusara tanpa prasasti/terhempas angin dan gelombang pantai Lamaru/enampuluh sembilan tahun lalu…/kami berjibaku antara letusan dan debu meseu/teradu nyali/sungai darah menari/nadi terenggut, merenggang nyawa/tugas negara lekat terbeban /demi kekuasaan/demi kemaslahatan.
kurebahkan jasadku di atas tanah/tanah, bukan tanah leluhurku/matahari, bukan matahariku/sukma bumiku lekang tak terkenang/kurindukan sakura bertabur di makam ini.
Pantai Lamaru, Juni 2012









Selasa, 25 September 2012

Diguyur Hujan, Gowes Tetap Jalan

Mendung menghiasi langit pagi itu. Pertanda hujan akan segera turun. Meski disambut cuaca yang tampak kurang bersahabat, itu tak sertamerta menggentarkan semangat ribuan pecinta sepeda untuk bergowesria mengitari Kota Minyak, Balikpapan.


Kapolda Kaltim dan Wali Kota Balikpapan mengangkat bendera start
Minggu pukul 06.00 Wita akhir pekan Juni 2012. Pagi itu peserta sudah memadati Lapangan Merdeka. Selain dari Balikpapan, peserta juga datang dari Kabupaten Penajam Paser Utara, Tanah Grogot, kota Samarinda, Tenggarong, Bontang, dan Sangatta. 

Tampak sebagian dari mereka adalah komunitas penggiat sepeda. Itu bisa dilihat dari kesamaan kostum kebanggaan yang dikenakan. Namun peserta gowes berbagai usia kali ini lebih didominasi perorangan. Peserta diperkirakan mencapai sepuluh ribu. Ada ratusan hadiah disiapkan.

Blue Bike Community selalu aktif di barisan terdepan
Karena event ini garapan Polda Kaltim, maka tak perlu heran bila sebagian peserta juga dari keluarga besar polisi. Bahkan sejumlah perwira polisi dari berbagai daerah di Kaltim kabarnya diwajibkan berpartisipasi dalam kegiatan akbar ini. Itu termasuk Polwan.

Kegiatan funbike kali ini ada dua rute. Yaitu rute pendek dan rute panjang. Rute pendek dimulai dari Lapangan Merdeka, melintasi sepanjang jalan Jenderal Sudirman, kemudian berbalik arah kembali di depan Mapolresta Balikpapan, dan langsung menuju garis finish di Lapangan Merdeka. Penggowes anak-anak dan wanita banyak mengambil rute ini. 

Sedangkan rute panjang mulai dari Lapangan Merdeka, menelusuri jalan Jenderal Sudirman, ke arah kiri jalan Ahmad Yani (Gunung Sari), ke bundaran Muara Rapak, lantas ke arah Karang Anyar, dan kemudian menuju Jl Yos Sudarso (Jl Minyak) untuk menuju finish di Lapangan Merdeka. Tak sedikit peserta mengambil rute panjang. Saya termasuk yang memilih rute ini.
Banyak juga yang mengambil rute pendek
Awalnya sempat tergoda untuk mengambil rute pendek. 
Pertimbangannya, mendung di langit semakin gelap. Khawatir hujan deras akan turun, maka basahlah tubuh ini sebelum mencapai garis finish. Hujan ini yang paling saya hindari, karena punya pengalaman gowes saat hujan berdampak buruk buat kesehatan.

Peserta rute pendek dan rute panjang dipisahkan, meskipun start dimulai bersama-sama. Sekitar pukul 07.00 Wita bendera start diangkat oleh Kapolda Kaltim Irjen Pol Bambang Widaryatmo dan Wali Kota Balikpapan H Rizal Effendi SE.

Ini rute panjang
Sangat sulit memacu sepeda saat start. Pasalnya, ribuan peserta tumplek blek. Tak ada celah untuk saling mendahului. Iring-iringan ribuan peserta yang mengular ini berjalan lambat hingga tiga kilometer. Saat itu ada kekhawatiran saya, hujan akan keburu tumpah ke bumi sebelum sampai di garis finish.

Sebagian besar peserta berjalan lambat dan sedang. Namun saya memacu lebih cepat, seperti juga beberapa peserta lainnya. Ini bukan sok hebat lho, tapi lantaran dihantui langit yang makin gelap. Kekhawatiran hujan segera turun kian kuat. Sejumlah iring-iringan komunitas gowes pun saya lewati. Ini kelihatan rada aneh. Pesepeda lain berjalan santai, sementara saya memacu sepeda lebih cepat. Seperti kebelet saja.

Club BMX yang menyita perhatian
Dan benar, sesampai di garis finish hujan nyaris mengguyur. Sementara iring-iringan peserta gowes masih panjang di belakang, hujan akhirnya benar-benar tumpah. Saya berteduh di tenda dekat panggung hiburan acara tersebut. Hujan kali ini benar-benar tak bersahabat. Sangat deras, diwarnai tiupan angin yang kencang. Tak sedikit peserta yang basah kuyup, bahkan ada yang tak dapat tempat berteduh. Basah-basahan.

Unik, kambing hadiah gowes
Meski begitu, kegembiraan para pegowes tak lantas luntur. Ratusan hadiah tetap saja dibagi. Ada 10 unit motor, empat puluh sepeda gunung dan ratusan alat elektronik melengkapi kemeriahan funbike dalam rangka HUT Bhayangkara ke-66 tahun tersebut. Ada juga hadiah unik, yaitu kambing.
Sesampai di garis finish peserta disuguhi hiburan musik, atraksi komunitas sepeda BMX, dan tontonan ketangkasan anjing-anjing terlatih dari Unit Satwa K-9 Polda Kaltim. Hewan berpenciuman tanjam ini menyita perhatian penonton dengan aktraksi memikat, seperti melewati lingkaran api.
Banyak peserta menunggu setia pencabutan door prize, meski baju yang dikenakan dibiarkan basah hingga akhirnya kering di badan. (*)