Rabu, 09 April 2014

Rimbun di Kebun Karet

Pagi nan sejuk, pohon rindang dan teduh, lalu panas terik mengigit. Begitu suasana berbeda yang kami rasakan ketika mengayuh sepeda sepanjang 60 kilometer, perpaduan jalan on road dan offroad. Ini penelusuran mencari rute baru untuk aktivitas bergowes di wilayah Timur Balikpapan, Kaltim.

Di sumur gas Lamaru 1
SURVEI rute memang sudah menjadi hal yang wajib setiap kali akan menggelar event gowes offroad. Seperti pada dua event offroad sebelumnya, Gowes ke Pantai Ambalat dan Adventure ke Tanah Merah, Kecamatan Samboja Kutai Kertanegara, Kaltim. Dan terakhir, survei rute untuk Jambore Sepeda Nasional garapan Kaltim Post dan Hotel Le Grandeur 24 November 2013 lalu.
Sedangkan survei yang kami lakukan Minggu (9/2) adalah wilayah Lamaru dan Kelurahan Teritip. Berangkat dari seputaran Tugu Australia, Lapangan Merdeka Balikpapan, pagi pukul 7.30 Wita kami mulai menelusuri onroad sepanjang Jl Jenderal Sudirman, Jl Iswahyudi, Jl Mulawarman, hingga ke arah Pantai Wisata Lamaru. Suasana pagi itu masih sejuk.
Bertiga di lokasi sirkuit balap
Tujuan kami adalah Jl. Rantau Bakula sebelah kiri dari jalan Mulawarman, sekitar 300 meter sebelum pintu masuk Pantai Wisata Lamaru. Dari sini, trek sudah full offroad. Ada beberapa tanjakan double track yang mesti dilewati, sampai pada akhirnya bertemu dengan Sumur Gas Lamaru-1 yang dulu dikelola oleh Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sekarang SKK Migas di Lamaru. Sumur gas ini diperbincangkan setelah 30 tahun tak dimanfaatkan, lantaran hasil penelitian tidak komersial. 
Sejatinya perusahaan minyak dan gas Virginia Indonesia Company (Vico) akan kembali mengeksploitasi, dan akan menjual gas ke Perusahaan Daerah (Perusda) Balikpapan. Namun sampai hari ini belum ada kabar kelanjutannya. Akhirnya, pompa gas tersebut terkesan terbengkalai. Di sekitarnya ditumbuhi ilalang.

Rehat di kebun karet
 Sampai disini kami bertiga sempat mengambil gambar sejenak, dibantu warga yang kebetulan berpapasan. Jepret sana jepret sini, kemudian siap-siap melanjutkan perjalan. Setelah sebelumnya membasahi kerongkongan dan melahap bekal pisang Ambon yang kami bawa dari kota.
Oh ya, dua tahun lalu, dari sumur gas ini belum ada jalan tembus. Kini jalan proyek sudah terbentang sekian kilometer, menuju lokasi pembangunan sirkuit balap yang luasnya sekitar 74 hektare. Pembangunan sirkuit senilai Rp 140 miliar itu masih tahap pematangan lahan. Untuk menuju lokasi mesti ekstra hati-hati, jalannya licin berlumpur. Andaisaja hujan, niscaya akan sulit digowes. Mau tak mau harus tuntunbike. Roda sepeda bisa jadi “donat”.

Getah karet yang belum dipanen
 Rute-rute ini sangat mengasikkan. Selain melewati rimbun perkebunan warga, ada juga perkebunan karet yang rindang, dan perkebunan pepaya kecil yang terkenal itu. Ada suasana yang berbeda. Di perkebunan karet ini kami sempat rehat dan berteduh dari sengat sinar matahari, sembari mengusir dehidrasi dengan menenggak bekal air yang kami bawa masing-masing. 
Namun mesti kami catat, rute ini bisa direkomendasikan untuk dilewati para goweser. Selain tanjakan demi tanjakan masih bisa digowes, sebagian besar rute double track. Sekalipun lumayan menguras energi. Lagian tak semua medan berlumpur, sebagian jalan juga sudah tahap pengerasan. Jadi tak masalah. Namun kawan kami, Haji Alamak (72) goweser gaek yang paling aktif, harus menuntun Poligon merah-nya. Ada beberapa tanjakan yang enggan dikayuhnya.

Siap-siap ke Teritip
 Lahan pembangunan sirkuit balap ini sedang dimatangkan. Ada beberapa alat berat beraktivitas disana, seperti eksavator dan truk-truk berbadan besar pengakut tanah. Sirkuit ini lumayan luas sepanjang mata memandang. 
Dari lokasi pembangunan sirkuit balap ini, kami mengikuti jalan tembus berkelok, nain turun bukit, dan akhirnya bertemu jalan pertigaan. Jalan pertama menuju utara tembus Km 22, tikungan kedua ke arah kiri Kelurahan Lamaru, dan yang ketiga ke arah selatan ke Gunung Binjai Kelurahan Teritip. Siang itu sinar matahari sudah meninggi. Sinarnya kian menyengat, seakan menggigit kulit.
Kami pun melantas perkebunan, jalan setapak dan double track, akhirnya menembus perkampungan warga di Kelurahan Teritip. Suasananya masih tenang. Jalan disini sebagian sudah disemen, memudahkan untuk digowes. Kendaraan roda dua tak begitu sering melintas.

Udara sejuk di kebun karet
 Ada perasaan lega ketika roda sepeda kami mulai menapaki jalur on road (aspal). Inilah jalan provinsi, jalan Mulawarman. Ke kiri arah Samboja, Kutai Kertanegara dan ke kanan arah Balikpapan. Kami mengambil arah kanan untuk menuju Kelurahan Lamaru. Tujuannya Pantai Manggar Segarasari. 
Sebenarnya ada dua pilihan, apakah destinasi akhir di Lamaru atau Manggar. Tergantung pilihan. Kelak bila membuat event gowes adventure, mungkin finisnya yang pas di Pantai Wisata Manggar Segarasari melewati gerbang pintu masuk yang baru di sekitar Lamaru. 


Meski usia 72 tahun tetap semangat
 Cuaca mulai mendung pertanda akan hujan. Kami sengaja melintas gerbang baru masuk ke Pantai Wisata Manggar, dan otomatis tak membayar tiket. Akses jalan beraspal ini belum rampung 100 persen. Masih ada sekira beberapa meter untuk menembus bibir pantai, melewati perkebunan warga. Tak tak masalah, justru offroad yang asyik. Dari jalan ini tembus ke gerbang utama Pantai Wisata Manggar Segarasari.
Sebelum kembali ke kota, kami bertiga rehat dulu untuk mencari makan siang, sekaligus menghindari rintik hujan. Pilihannya adalah ikan bakar dan es kelapa muda. Ikan Kakap, Udang dan ikan Bawal sungai jadi santapan.
Yang menarik, ikan-ikan ini justru bukan datang dari nelayan Kelurahan Manggar dimana menjadi pusat pelalangan ikan di Balikpapan Timur. Ini kami ketahui dari penjaja makanan di sekitar itu.

Disinilah pembangunan sirkuti balap, lahannya tahap pematangan
“Ikan ini malah kami beli di kota. Kami beli di Pasar Segar Balikpapan Baru,” ujarnya. Kok bisa begitu? Apa gak lebih murah beli langsung ke nelayan di Manggar?
“Oh gak. Rasanya beda,” tukas anak muda yang sedang membakar ikan untuk sajian kami. Ia menyentil kalau ikan-ikan yang dimaksud tersebut sebagian besar sudah diawetkan dengan formalin. Pantes!
Setelah kenyang kami berbegas gowes pulang ke kota. Jarak yang kami tempuh dari kota saat survei tersebut, sekira 60 Km, dengan medan offroad hanya sekitar 10 Km. Setidaknya rute baru ini bisa dijadikan alternatif. (*)