Selasa, 10 Mei 2016

Letih yang Menghibur

 Menjajal Jawa Pos Cycling Bromo 100 Km (2)


Jawa Pos Cycling Bromo 100 Km 2016 adalah sukses kali ketiga. Setiap tahun jumlah pesertanya bertambah. Sebanyak 938 pesepeda dari 13 negara yang menjajal Bromo 16 April lalu itu adalah bukti event nasional tersebut berdaya pikat.

Iring-iringan melewati kawasan Lapindo. (foto:JP)
TAK perlu beranggapan bahwa event tahunan pendakian Gunung Bromo gawean Jawa Pos Cycling hanya medan penyiksaan bagi pegowes. Jarak yang tempuh memang 100 km. Tapi, itu dibagi menjadi tiga etape, dengan dua pit stop.
Etape pertama; Surabaya-Pasuruan 60 km. Kedua; menuju Desa Puspo berjarak 26 km, dan terakhir pendakian berkelok-kelok 14 km menuju Desa Wonokitri Bromo dengan ketinggian 2 ribu meter lebih. Di etape pemungkas inilah perebutan gengsi King of Mountain (KoM).

Setiap pit stop peserta mendapat kesempatan rehat, makan dan minum. Ada jeda untuk meregangkan otot. Saat pemberhentian ini, panitia check point dengan melubangi kartu peserta sebagai bukti.

Jelang etape akhir tak sedikit menyerah
Arus lalu lintas umum sepanjang jalan utama pada etape pertama clear up. Peleton roadbikers yang laju memadat di badan jalan ini dipandu mobil pengawal dan petugas kepolisian. Rombongan hanya terhenti sesaat ketika melantas jalur kereta api. Saat melewati sejumlah desa, para peserta juga disambut kemeriahan pelajar yang memberi semangat mengibarkan bendera Merah Putih.
Begitu pula ketika pendakian etape kedua, hanya marshal, mobil panitia, dan pendamping berstiker khusus yang berseliweran. Bahkan pada etape terakhir jalur menuju Wonokitri ditutup total bagi kendaraan roda empat.

Butuh daya tahan prima untuk nanjak
Peserta pun tak pernah khawatir terkendala persoalan teknis. Begitu ban bocor misalnya, panitia langsung sigap menggantikan dengan roda cadangan. Teknisi dari Cannondale selalu ready. Termasuk asupan, dan minum di perjalanan. Panitia selalu menyuplai. Pun dengan tenaga medis.
Sebagai peserta, kami tak merasakan benturan persoalan makan minum, maupun kendala teknis. Tim sweeper pun sangat membantu cyclist. Pendek kata, peserta gak bakal keleleran.
‘’Bagi saya yang baru pertama kali ikut, event ini terbaik yang pernah saya ikuti. Benar-benar terorganisasi dengan baik,” tukas Johannes Frandsen asal Denmark.

Kain basah dikibaskan ke peserta
Rapi dan terkelola dengan apik memang diakui banyak pihak. ‘’Kita perlu banyak belajar dari penyelenggaraan Jawa Pos Cycling Bromo,” ujar Direktur Kaltim Post Samarinda Rusdiansyah Aras yang memantau langsung kegiatan bergengsi tersebut.

Yang ini di luar ekspektasi peserta, ternyata panitia juga menyediakan gimmick seru untuk memupus rasa letih goweser. Seperti munculnya sejumlah waria berdandan menor di tengah jalan. Usil menggoda cyclist dengan maksud menghibur. Peserta yang enggan disentuh waria itu terpaksa ekstra cepat mengayuh pedal untuk menghindar. 

Ada pula perempuan seksi yang mencuci pakaian di pinggir jalan, lalu mengibaskan baju basah hingga percikan air mengenai muka peserta.
Jebakan goweser cantik yang pura-pura mengalami ban kempis pun mewarnai. Ini untuk memancing peserta agar tergoda memberikan bantuan. Ada saja yang sok setia kawan. 

Penulis tak luput dari godaan
Menjelang finis tampak juga penampilan binaragawan dan musisi rock. Warna-warni lainnya sejumlah banner di pinggir jalan dengan kalimat memotivasi peserta.

Sederet gimmick seru itu memang di-setting panitia agar peserta tak terlalu merasakan cuaca panas 39 derajat serta diterjang rasa bosan saat menaklukkan tanjakan menantang. Syukurnya pemandangan hutan pinus di lereng-lereng pegunungan sangat indah. Menyejukkan mata.

‘’Saya kira ini event bersepeda terbaik yang pernah saya ikuti. Lebih baik daripada yang pernah saya ikuti di Eropa,” komentar Marthijn Kort, cyclist  dari Belanda yang menjadi runner-up KoM kategori 41 tahun ke atas.

Goweser cantik pura-pura rusak (foto:JP)
Ajang climbing terheboh berlatar wisata itu memang diklaim terbaik dalam hal penggarapan. ‘’Pesertanya terus bertambah dalam tiga tahun penyelenggaraan. Terima kasih pada seluruh peserta, khususnya yang datang dari jauh,” ujar Direktur Utama PT Jawa Pos Koran Azrul Ananda. 
Pihaknya kian bersemangat untuk menggelar kembali tahun depan.

Mereka King of Mountain diganjar hadiah
Memang ada kebanggaan tak terlupakan bagi cyclist yang berhasil mendaki hingga Wonokitri. Pegiat dari Balikpapan yang ambil bagian dalam event itu ada 21 orang. ‘’Tahun depan kita akan berpartisipasi lagi,” ujar Prihandoyo, leader Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post. Sampai jumpa di ‘’jalur neraka yang indah’’. (*)

Taklukkan Pendakian Ekstrem

Menjajal Jawa Pos Cycling Bromo 100 Km (1)

Sebanyak 938 pesepeda dari 13 negara menjajal Jawa Pos Cycling Bromo 100 Km yang dihelat 16 April lalu. Ada 21 pegiat asal Balikpapan ambil bagian menaklukkan tanjakan di ketinggian dua ribu meter lebih.

Terhenti menanti kereta api lewat
BRBC (Balikpapan Road Bike Community) adalah sekelompok penggemar sepeda ban ramping yang dimotori Polda Kaltim dan Kaltim Post. Kami rutin berselancar puluhan kilometer di jalan aspal saban Sabtu dan Minggu bareng Kapolda Kaltim Irjen Pol Drs Safaruddin.

BRBC kali ini ‘’mengirim’’ sejumlah bikers untuk menaklukkan seramnya ketinggian Gunung Bromo, Jawa Timur. Latihan intensif pun dilakukan dua bulan sebelumnya. Dikoordinasi captain road BRBC Jack Baronet dan dipandu atlet Firman Hidayat. Tanjakan kawasan Gunung Dubs menjadi titik latihan. Poros Balikpapan-Samboja (pp) pun sebagai lintasan untuk memeperkuat endurance.


Tetap semangat di etape pertama
Jumat pagi (15/4) bubuhan BRBC sudah siap tempur. Kami berkumpul di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan untuk terbang ke Surabaya dengan Citylink. Sebagian cyclist sehari sebelumnya sudah menginjakkan kaki di Kota Pahlawan itu untuk sejumlah persiapan.

Sabtu pagi (16/4) pukul 5.00 WIB, kami sudah prepared dengan jersey plus nomor dada, serta tunggangan masing-masing di pelataran Hotel Best Western Papilio Surabaya tempat kami menginap. Siap meluncur ke titik start di Mapolda Jawa Timur, Jalan A Yani. Jaraknya hanya sekira 900 meter.


Pleton saat melintas Lapindo
Setibanya di sana ratusan cyclist sudah tumplek blek di halaman markas polisi itu. Cuaca pagi cerah. Kemudian pukul 6.00 WIB Gubernur Jatim Soekarwo dan Kapolda Jatim Anton Setiadji mengangkat bendera start. Wuss…wuss… ratusan pesepeda pun langsung ngacir memadati jalan utama dipandu mobil pengawal. Iring-iringan paling depan sekira dua ratus bikers dengan jersey kuning adalah captain road. Mereka pemandu dari Surabaya Road Bike Community. Tujuh di antaranya atlet Pelatnas. Pemacu di lini depan ada Azrul Ananda, Direktur Jawa Pos Koran sebagai penggagas event.


Start untuk rebut predikat KoM
Para cyclist ini menjajak etape awal. Jaraknya sekira 60 km. Dari Surabaya ke Kabupaten Pasuruan meluncur mulus dengan kecepatan rata-rata 30 km per jam. Setiba di pit stop pertama di Pandapa Pasuruan baru pukul 08.45 WIB. Rombongan disambut Bupati Irsyad Yusuf. Rehat sebentar untuk makan-minum, peleton road bikers ini memancal lagi ke etape selanjutnya. Tetap semangat melahap jarak tempuh 26 km ke pit stop dua di KUD Sembada Desa Puspo.

Saat menuju pit stop kedua  inilah para cyclist mulai disambut tanjakan menjemukan dengan elevasi maksimal 622 meter. Cuaca panas sekira 36 derajat menguras energi. Belum lagi godaan menipisnya oksigen lantaran posisi di ketinggian. Ratusan pegowes pun mulai bertumbangan. Panitia sigap. Secepatnya mengevakuasi.


Firman Hidayat (kanan)
Lalu bagaimana dengan road bikers dari BRBC? Tangguh! Semua mencapai pit stop kedua. Total 86 km yang ditempuh belum membuat goweser yang juga aktif tergabung di Mudhog dan Rabu Gowes Community (RGC) ini kewalahan.

Tibalah pada ujian utama, yakni lintasan 14 km terakhir melulu pendakian. Melumat tanjakan ‘’jahanam’’ menuju Desa Wonokitri itu untuk memperebutkan jawara King of Mountain (KoM). Para cyclist andal ini diharapkan harus tiba di puncak pukul 13.00 WIB.

Seperti diperkirakan semula, ratusan peserta pun rontok. Ada yang putus asa berhenti. Terkapar kelelahan. Paling sering diserang kejang otot. Tapi, ada juga yang ngotot mendaki dengan menumpang sepeda motor, dan nggandol mobil.
‘’Cuaca panas sekali. Beda dengan tahun 2015,” ujar Sandy Budiwan, goweser pengikut event yang sama tahun lalu.


BRBC berhasil catat KoM
Hanya delapan pegiat dari BRBC tak menuntaskan etape pemungkas itu. Terutama pada posisi 5 kilometer terakhir yang sungguh menyiksa. Belasan lainnya sukses menyempurnakan pendakian ekstrem, meskipun sebagian jatuh bangun dihajar keram kaki. ‘’Yang penting bisa berhasil ke finis,” komentar Supriyanto, cyslist BRBC berusia 56 tahun.

Hebatnya, cyclist Firman Hidayat menembus pita finis di urutan kedua. Meskipun predikat juara pertama di tangannya harus terlepas lantaran didiskualifikasi. Firman dengan nomor punggung 340 nekat mengenakan nama cyclist lain di kategori U-40. Podium bergengsi ajang climbing terheboh itu mencatat M Taufiq dari Banyuwangi pendaki tercepat kelompok U-30 dengan waktu tempuh 1 jam 2 menit 52 detik. Edan, rek! (*)
Penulis bertahan di etape dua, seorang cyclist terpaksa didorong dan yang kelelahan di etape akhir.