Senin, 11 Januari 2016

Sabar Menakar Rute Blusukan

Trek offroad Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post kali ini tanpa diwarnai turunan curam dan bukit-bukit ekstrem. Melainkan blusukan keluar masuk kampung, menelusuri gang kecil, menelikung jalan setapak hingga menerabas ladang, lalu meniti single track pematang. Bermula dari kota Balikpapan menuju pantai wisata Ambalat, Kutai Kertanegara. Cross country sekira 100 Km yang cukup menguras tenaga.

Suasana sepi di tengah tambak
TUJUAN turing bubuhan RGC Minggu memang pantai wisata Ambalat (Amborawang Laut) yang masuk kawasan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Sekitar ATM Balikpapan Baru (BB) menjadi tempat berkumpul 19 penggowes. 

Pukul 06.30 Wita mereka mulai mancal sepeda, melalui Jalan Ruhuy Rahayu, kemudian menjajaki kawasan Her Sepinggan. Dari sini, penggila mountain bike ini melulu melintas jalan-jalan kecil di kawasan perumahan warga.
Bila biasanya menuju pantai Ambalat melewati rute full onroad beraspal, kali ini rombongan kecil tersebut mencoba trek yang berbeda dan penuh sensasi. Iring-iringan gowes dipandu Julak Yayan, pesepeda gaek Balikpapan yang rajin mengoleksi gelar jawara di kejuaraan MTB Race baik tingkat lokal dan nasional.

Menyebrangi sungai menuju tambak
Berkecepatan sedang, rombongan minimalis ini menjajal jalan-jalan berkelok yang tak biasa, single track menukik, masuk gang sempit, merapat di sela-sela setapak rumah warga, menerobos pagar, melompati parit, melintas jembatan kecil non-permanen, menyasak perkebunan warga, hingga masuk ke cluster perumahan elit.

Mengubek-ubek di kawasan Kelurahan Sepinggan, Batakan, hingga Kelurahan Manggar, stamina sahabat goweser RGC ini tampak masih prima. Namun enam pegiat dipaksa ‘’menyerah’’ kembali ke kota lantaran persoalan waktu dan kendala teknis.

Menguji keseimbangan di batang pinang
Pagi dengan cuaca bersahabat itu sungguh menyenangkan bagi mereka. Ada kejutan-kejutan kecil, seperti menikmati buah Cempedak ketika melintas di perkebunan warga. “Cempedak ini sudah masak, aromanya begitu terasa,” ujar Umar Baki, goweser BBC yang memungut buah cempedak berguguran. 
Rasanya manis. Lumayan untuk menghela dahaga. Semua goweser pun menyantap tanpa permisi.


Mesti antre satu persatu
Julak Yayan yang memandu di depan memang terkesan tanpa lampu reting. Ia stabil memacu sepeda dengan kecepatan sedang. Ini yang  sempat membuat sebagian anggota RGC keteteran. Namun sejumlah tantangan kecil yang memerlukan teknikal, seperti rintang akar pohon, batu-batu laterit, dan jalur sempit di lereng bukit dengan kemiringan tertentu menjadi keasyikan tersendiri. Semua dilewati dengan sempurna.
Rombongan RGC ini terasa agak lega ketika berada di kawasan Kelurahan Manggar. Pasalnya, sempat mengaspal jalan raya. Rute onroad mulus dilintasi sekira dua kilometer. Perjalanan blusukan keluar masuk perkampungan ini seakan menghindari jalan besar.

Julak Yayan memimpin di pematang
Sekira pukul 9 pagi, rombongan mulai menyisir permukiman nelayan yang tak jauh dari pantai wisata Manggar. Menggowes di bawah rindang pohon nyiur, mereka terpaksa menghirup aroma yang kurang sedap, lantaran harus melantas di sela-sela bedeng dan tempat penjemuran ikan asin yang diproduksi warga setempat.

Dari pantai Manggar, mereka terus menyasak ke arah matahari terbit. Kali ini melintasi situs budaya Makam Jepang yang juga menjadi objek wisata lokal. Tak ada pilihan lain, tantangan kecil seperti jembatan batang pohon pinang pun mesti dilalui. Perlu keseimbangan.


Harus seimbang
Kemudian arah keluar jalan raya Mulawarman menuju kawasan penangkaran buaya di Kelurahan Teritip. Tak jauh dari sini kembali merangsak masuk ke ladang sekitar pemukiman petani. Sampai di kawasan pesisir pantai ini surya pagi mulai meninggi. Jersey masing-masing penggowes pun sudah basah merata melekat di kulit tubuh.

Tujuan berikutnya adalah kawasan tambak ikan di Kelurahan Amborawang. Mereka sempat rehat beberapa saat mengusir dehidrasi, lalu tancap gas lagi. Perlu menakar kesabaran ketika melintasi single track di pematang dan tanggul. Antar goweser tak perlu saling menyalip. Harus fokus. Bila lepas kendali di jalur gili-gili ini langsung nyebur ke air. Disinilah ketenangan teruji.
Di kawasan tersebut juga ada tambak kepiting soka. Sayangnya ketika melintas tak tampak petani memetik panen. Suasana sepi dan lengang. Hanya semilir angin berpadu terik matahari menyengat yang menyapa.


Makan cempedak mengusir dahaga
Tantangan mengasikkan bukan saja jalur tunggal pematang, tapi juga rawa-rawa pepohonan nipah dan tanaman perdu yang tumbuh liar di antara hutan mangrove. Ini mesti diterabas. Sekalipun aksi angkat sepeda tak luput. Beruntung tak jauh dari medan berat ini rombongan singgah di perkampungan untuk merapatkan barisan, kemudian membasahi tenggorokan dengan es kelapa muda. Segar dan menyenangkan.

Akhirnya iring-iringan ini tiba juga di ujung pantai Ambalat. Tim menyisir pelan di pasir pantai dengan tenaga lelah tersisa. Ada semangat menyapa ketika sampai di tempat tujuan, kemudian disambut rasa lega. Acara selanjutnya mengisi perut di kedai pantai, ada gado-gado dan soto. Mereka tampak tak sabar untuk memulihkan tenaga dengan asupan. Ada pula yang langsung telentang lalu tertidur sesaat.

Mampir di Telaga Dub
Tantangan tidak sampai disini. Masih ada perjuangan, yaitu kembali ke kota Balikpapan. Dari tempat wisata ini mereka menggasak jalur-jalur seksi, perkampungan warga, perkebunan karet, sampai ke perkebunan jeruk. Rasa hati ingin berhenti lalu memetik buahnya, tapi lebih terdorong rasa ingin cepat pulang yang lebih kuat. Matahari pun sudah seperti di ubun-ubun.
Melintasi persawahan

Rombongan sempat berhenti di Telaga Dub yang masih terletak di kawasan Ambalat, Kukar. Lalu menyisir sawah milik petani disana. Akhirnya cross country jalur berbeda 19 April 2015 itu disudahi. Rombongan kembali ke kota melintas jalan raya Mulawarman yang mesti diselesaikan sepanjang tiga puluh enam kilometer. Total perjalanan kali ini hingga 90an kilometer. Namun mencapai  100 km bagi anggota rombongan yang menggowes dari rumah masing-masing. (*)