Minggu, 23 September 2012

Adakah Rambutan di Gunung Rambutan?



Kegagalan adalah awal sebuah sukses. Atau kegagalan merupakan pintu untuk meraih kesuksesan.  Itu kata orang bijak. Intinya: tak ada gagal, dan gagal lagi. Atau juga begini; Kita mungkin dilahirkan untuk kalah, tapi kita tidak dilahirkan untuk menyerah. Manusia tidak merancang untuk gagal, mereka gagal untuk merancang. Kegagalan ialah satu-satunya yang dapat diraih tanpa pengerahan tenaga sedikit pun.

Pohon besi alias tower menjulang di Gunung Rambutan
Tanpa disuruh kalimat motivatif itu berguguran di kepala saya. Bahkan kata-kata semangat yang berseliweran di kepala, (seperti ; saya harus bisa, saya harus mampu. Yakin pasti bisa. Orang lain bisa, kenapa saya tidak bisa. Saya pasti bisa!) nyaris tak terhiraukan.

Kata demi kata dari kalimat tersebut saling dorong-mendorong di benak, ketika saya harus mendorong sepeda saat mendaki di Gunung Rambutan, Balikpapan. Ada pepatah mengatakan: ingin hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai. Nah saya plesetkan saja; Ingin hati mendaki tanjakan, apa daya nafas tak sampai. Agak mirip kan? 

Sebenarnya tak ada yang salah. Sepeda yang saya gunakan sepeda gunung (Mountain Bike). Yang dilintasi juga gunung, yaitu Gunung Rambutan. Yang mungkin hampir kurang benar --saya tak menyebut itu salah--  semangat dan kemampuan fisik yang tak berjalan beriringan. Semangat 45-nya sudah oke, tapi kaki dan nafas yang tak mau komproni. Lha, ini salah siapa? 

Pemandangan dari puncak Jalan Gunung Rambutan
Pengalaman ini saya dapatkan Minggu pagi medio September. Dimana saat melakukan perjalan sepeda ke Jalan Gunung Rambutan. Namanya saja Gunung Rambutan, tapi ini bukan seperti gunung merapi, atau gunung-gunung lainnya. Ini hanya dataran tinggi atau sebut saja bukit, yang dinamai Jl Gunung Rambutan.
Saya tak tahu persis, kenapa namanya Gunung Rambutan. Hati bertanya; jangan-jangan nama itu berawal dari keadaan setempat (biasanya sih seperti itu), di daerah sekitar banyak pohon Rambutan. Ternyata tidak begitu. Setelah saya berada di atas bukit, benar-benar tak ada pohon Rambutan. Kalau pun ada buah rambutan, itu pasti dibeli dari pasar buah. Bukan dipetik dari pohon rambutan di Gunung Rambutan itu.

Salah satu rumah warga di Gunung Rambutan
Di Gunung Rambutan ini yang ada adalah pohon-pohon besi. Alias tower antena. Ada sepuluh menara antena disana yang menjulang ke langit, sebagian besar setinggi 60 sampai 70 meter. Para praktisi bidang komunikasi biasanya menyebut SST (self support tower). Menara-menara besi ini di antaranya milik televisi swasta, seperti RCTI, SCTV, Trans 7, Metro TV, dan televisi lokal Borneo Televisi dan TV8. Selebihnya milik beberapa provider selular.

Di atas bukit ini ada beberapa rumah penduduk. Ada juga gereja kecil. Begitu juga di lereng bukit, tampak ditumbuhi rumah-rumah penduduk. Wilayah ini masuk dalam RT 10, 11 dan 12, Kelurahan Karang Rejo, Kecamatan Balikpapan Tengah, Kalimantan Timur. Gunung Rambutan ini pernah diusulkan untuk dialihfungsikan jadi kawasan hutan kota, artinya kawasan yang tidak bisa dibangun karena dinilai rawan longsor.

Tanjakan pertama menuju bukit Gunung Rambutan
Gunung Rambutan katanya paling tinggi dan strategis berada di tengah kota. Karena itu, pemancar dan tower televisi swasta ditempatkan dalam satu titik yang sama di bukit Gunung Rambutan.
Pertanyaannya: mau apa kesana? Jawabnya: mau gowes. Atau jalan-jalan bersepeda. Maaf, ini bukan rute sepeda. Itu saya sudah tahu, karena pendakiannya rada sulit ditempuh dengan sepeda. Tanjakannya tajam. Karena itu, tak perlu dipersoalkan ketika saya harus menuntun sepeda sampai ke atas bukit. Kalau pun sepeda dikayuh, itu hanya untuk beberapa meter pada medan yang kebetulan datar-datar saja. Sepeda tidak dikayuh pun keringat sudah bercucuran. Jadilah acara pagi itu bukan bergowesria, tapi mendorongria. 

Pepohonan yang perlu dipertahankan
Bagi saya tak masalah. Yang penting, pertama: tujuan berolahraga sudah terpenuhi. Kedua: sudah punya pengalaman mendaki Gunung Rambutan dengan sepeda (maksudnya dengan menuntun sepeda). Saya sih masih yakin, barangkali ada di antara kawan-kawan goweser maniac yang punya kemampuan dan teknik yang baik untuk menaklukkan Gunung Rambutan. Sebaiknya perlu dicoba. Kenapa tidak? Saya boleh gagal, Anda tentu tidak harus gagal juga! Penasaran kan?

Meski harus mendorong, sesampai di atas bukit saya terhibur dengan pemandangan perumahan penduduk. Pemandangan kilang minyak Balikpapan. Ada kenyamanan tersendiri, apalagi angin disana sepoi-sepoi. Suasana pagi ini masih sepi. Hanya ada beberapa anak warga Gunung Rambutan bermain sepeda. Bocah-bocah ini bila bermain hanya di sekitar Gunung Rambutan. Saat berbincang dengan mereka, saya dicecar berbagai pertanyaan, mulai dari harga sepeda, gir sepeda, ban sepeda, sampai pertanyaan: beli dimana? Bersahabat dan kritis sekali mereka.
Ada juga yang bermain bola di lapangan kecil. Mereka sudah pasti merindukan bermain di pantai. Sebab, selama ini pantai Balikpapan hanya bisa disentuh lewat pandangan mata dari kejauhan. (Nah, kalau yang ini saya sok tahu!)
Lereng bukit yang rawan longsor
Di sudut lainnya remaja-remaja putri sedang memetik bunga tanaman liar, sepintas seperti ilalang, seperti juga bambu corek. Perpaduan keduanya. Saya tak tahu persis jenis tanaman tersebut. Rasa-rasanya tak jauh beda jenisnya dengan tumbuhan yang ada di padang-padang savana itu.
Bunga ini untuk apa, tanya saya pada mereka. ‘’Untuk hiasan di rumah,’’ ujar Fitri, satu di antaranya yang mengaku duduk di bangku SMP Negeri 6 Balikpapan.

Di Gunung Rambutan ini terdapat juga reservoir PDAM. Tangki air ini untuk distribusi air bersih ke rumah-rumah warga sekitar. Ada juga beberapa rumpun pohon bambu yang diketahui baik untuk mempererat ikatan tanah di lereng bukit, agar tak mudah longsor.  Selebihnya pohon akasia.
Remaja-remaja putri memetik bunga
Persoalan mendaki Gunung Rambutan saya anggap selesai. Sekarang yang harus dihadapi adalah, jalan turun Gunung Rambutan untuk menuju jalan raya, Jl Ahmad Yani. Kedua rem belakang dan depan dicengkram kuat-kuat, kemudian dilepas perlahan. Saya tak mungkin melepaskan kedua pegangan rem. Kalau dilepas, itu sama saja berarti….Sepeda akan meluncur cepat, laju ke arah bawah. Dan kemudian….gelap.

Tak semua warga di kota ini pernah ke Gunung Rambutan. Selain tidak punya kepentingan, juga bukan merupakan objek wisata. Terkecuali warga setempat, atau mereka yang mempunyai sanak keluarga di situ. Atau yang berhubungan dengan jasa advertising, kebetulan di Gunung Rambutan ada perusahaan Zig Zag Sablon. 

Gunung Rambutan jadi tempat mereka bermain

Bila saya amati, warga di Gunung Rambutan harus mempunyai kendaraan. Minimal sepeda motor. Kalau tidak, cukup capek untuk berjalan kaki ke atas. 

Gunung Rambutan ini sempat menjadi perbincangan warga Balikpapan, minggu kedua Juni 2012 lalu, lantaran dilansir di berbagai media cetak setempat, seperti harian Kaltim Post dan Balikpapan Pos. Termasuk juga televisi lokal Balikpapan Televisi (BTV). Sebuah peristiwa kriminal menggegerkan, yaitu pembunuhan berencana di suatu pagi buta. Korbannya adalah seorang wanita, dengan pelaku wanita yang masih ada kekerabatan dengan korban.  (*)