Kegagalan
adalah awal sebuah sukses. Atau kegagalan merupakan pintu untuk meraih
kesuksesan. Itu kata orang bijak.
Intinya: tak ada gagal, dan gagal lagi. Atau juga begini; Kita mungkin
dilahirkan untuk kalah, tapi kita tidak dilahirkan untuk menyerah. Manusia tidak merancang
untuk gagal, mereka gagal untuk merancang. Kegagalan ialah satu-satunya yang
dapat diraih tanpa pengerahan tenaga sedikit pun.
Pohon besi alias tower menjulang di Gunung Rambutan |
Kata demi
kata dari kalimat tersebut saling dorong-mendorong di benak, ketika saya harus
mendorong sepeda saat mendaki di Gunung Rambutan, Balikpapan. Ada pepatah mengatakan:
ingin hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai. Nah saya plesetkan saja;
Ingin hati mendaki tanjakan, apa daya nafas tak sampai. Agak mirip kan?
Sebenarnya
tak ada yang salah. Sepeda yang saya gunakan sepeda gunung (Mountain Bike).
Yang dilintasi juga gunung, yaitu Gunung Rambutan. Yang mungkin hampir kurang
benar --saya tak menyebut itu salah-- semangat dan kemampuan fisik yang tak berjalan
beriringan. Semangat 45-nya sudah oke, tapi kaki dan nafas yang tak mau
komproni. Lha, ini salah siapa?
Pemandangan dari puncak Jalan Gunung Rambutan |
Saya tak
tahu persis, kenapa namanya Gunung Rambutan. Hati bertanya; jangan-jangan nama
itu berawal dari keadaan setempat (biasanya sih seperti itu), di daerah sekitar
banyak pohon Rambutan. Ternyata tidak begitu. Setelah saya berada di atas
bukit, benar-benar tak ada pohon Rambutan. Kalau pun ada buah rambutan, itu
pasti dibeli dari pasar buah. Bukan dipetik dari pohon rambutan di Gunung
Rambutan itu.
Salah satu rumah warga di Gunung Rambutan |
Di atas
bukit ini ada beberapa rumah penduduk. Ada juga gereja kecil. Begitu juga di
lereng bukit, tampak ditumbuhi rumah-rumah penduduk. Wilayah ini masuk dalam RT
10, 11 dan 12, Kelurahan Karang Rejo, Kecamatan Balikpapan Tengah, Kalimantan
Timur. Gunung Rambutan ini pernah diusulkan untuk dialihfungsikan jadi kawasan
hutan kota, artinya kawasan yang tidak bisa dibangun karena dinilai rawan
longsor.
Tanjakan pertama menuju bukit Gunung Rambutan |
Gunung
Rambutan katanya paling tinggi dan strategis berada di tengah kota. Karena itu,
pemancar dan tower televisi swasta ditempatkan dalam satu titik yang sama di
bukit Gunung Rambutan.
Pertanyaannya:
mau apa kesana? Jawabnya: mau gowes. Atau jalan-jalan bersepeda. Maaf, ini
bukan rute sepeda. Itu saya sudah tahu, karena pendakiannya rada sulit ditempuh
dengan sepeda. Tanjakannya tajam. Karena itu, tak perlu dipersoalkan ketika
saya harus menuntun sepeda sampai ke atas bukit. Kalau pun sepeda dikayuh, itu
hanya untuk beberapa meter pada medan yang kebetulan datar-datar saja. Sepeda
tidak dikayuh pun keringat sudah bercucuran. Jadilah acara pagi itu bukan
bergowesria, tapi mendorongria.
Pepohonan yang perlu dipertahankan |
Meski harus
mendorong, sesampai di atas bukit saya terhibur dengan pemandangan perumahan
penduduk. Pemandangan kilang minyak Balikpapan. Ada kenyamanan tersendiri,
apalagi angin disana sepoi-sepoi. Suasana pagi ini masih sepi. Hanya ada
beberapa anak warga Gunung Rambutan bermain sepeda. Bocah-bocah ini bila
bermain hanya di sekitar Gunung Rambutan. Saat berbincang dengan mereka, saya
dicecar berbagai pertanyaan, mulai dari harga sepeda, gir sepeda, ban sepeda,
sampai pertanyaan: beli dimana? Bersahabat dan kritis sekali mereka.
Ada juga
yang bermain bola di lapangan kecil. Mereka sudah pasti merindukan bermain di
pantai. Sebab, selama ini pantai Balikpapan hanya bisa disentuh lewat pandangan
mata dari kejauhan. (Nah, kalau yang ini saya sok tahu!)
Lereng bukit yang rawan longsor |
Di sudut
lainnya remaja-remaja putri sedang memetik bunga tanaman liar, sepintas seperti
ilalang, seperti juga bambu corek. Perpaduan keduanya. Saya tak tahu persis
jenis tanaman tersebut. Rasa-rasanya tak jauh beda jenisnya dengan tumbuhan yang
ada di padang-padang savana itu.
Bunga ini
untuk apa, tanya saya pada mereka. ‘’Untuk hiasan di rumah,’’ ujar Fitri, satu
di antaranya yang mengaku duduk di bangku SMP Negeri 6 Balikpapan.
Di Gunung
Rambutan ini terdapat juga reservoir PDAM. Tangki air ini untuk distribusi air
bersih ke rumah-rumah warga sekitar. Ada juga beberapa rumpun pohon bambu yang
diketahui baik untuk mempererat ikatan tanah di lereng bukit, agar tak mudah
longsor. Selebihnya pohon akasia.
Remaja-remaja putri memetik bunga |
Tak semua
warga di kota ini pernah ke Gunung Rambutan. Selain tidak punya kepentingan,
juga bukan merupakan objek wisata. Terkecuali warga setempat, atau mereka yang
mempunyai sanak keluarga di situ. Atau yang berhubungan dengan jasa advertising,
kebetulan di Gunung Rambutan ada perusahaan Zig Zag Sablon.
Gunung Rambutan jadi tempat mereka bermain |
Bila saya amati, warga di Gunung Rambutan harus mempunyai kendaraan. Minimal sepeda motor. Kalau tidak, cukup capek untuk berjalan kaki ke atas.
Gunung Rambutan
ini sempat menjadi perbincangan warga Balikpapan, minggu kedua Juni 2012 lalu,
lantaran dilansir di berbagai media cetak setempat, seperti harian Kaltim Post
dan Balikpapan Pos. Termasuk juga televisi lokal Balikpapan Televisi (BTV).
Sebuah peristiwa kriminal menggegerkan, yaitu pembunuhan berencana di suatu
pagi buta. Korbannya adalah seorang wanita, dengan pelaku wanita yang masih ada
kekerabatan dengan korban. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar