Perjalanan offroad menantang yang mengasikkan |
Puluhan kilometer jalur offroad
berhasil ditaklukkan para goweser Balikpapan. Menerjang terik matahari, lalu melintasi
setapak, kebun petani, perkampungan penduduk, hingga menerobos rindang hutan
dan padang savana.
KAMI berkumpul di parkiran Balikpapan
Sport and Convention Center (BSCC) alias Dome, Jl Ruhuy Rahayu, Balikpapan,
Minggu (23/2). Pukul tujuh kurang sebagian besar peserta sudah siap dengan
tunggangannya masing-masing.
Sebelum memulai
gowes bareng absen peserta satu persatu, dikoordinir langsung oleh Prihandoyo leader Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim
Post. “Absen dulu. Setelah itu kita berdoa menurut keyakinan masing-masing,”
ujar Yoyok –panggilan akrab Direktur CV Deccormed itu semenit sebelum gowes
digeber.
Yoyok memberikan arahan sebelum gowes |
Tujuan gowes
kali ini adalah menjelajahi jalur offroad
yang membentang di wilayah Kelurahan Sepinggan hingga Kelurahan Manggar. Tujuan
akhirnya tambak ikan bandeng di sekitar Sungai Manggar. Jaraknya tak kelewat
panjang, hanya sekira 22 kilometer lebih. Namun enerji yang diperlukan untuk
mencapai kesana, lumayan juga. Disinilah kami menguji ketahanan untuk
menaklukan tantangan jalan-jalan berbukit.
Jumlah
peserta yang tercatat ada 40 orang, kebanyakan adalah goweser sejati! Karena
itu, kemampuan teknik dan daya tahan mereka tak perlu diragukan.
Digeber tanjakan panjang |
Sebagian
besar peserta memang penggila mountainbike
dengan rentang usia antara 30 hingga 70 tahun. Yang tertua Haji Alamak (72).
Peserta gowes ini datang dari komunitas A-Team, Baik Baik Saja (BBS) Community,
LG (Le Grandeur), BFR, Blue Bike Community (BBC), Uno’s Gowes, Mud Hog, dan
GSS.
Cuaca pagi
itu bersahabat, cerah. Iring-iringan goweser ini dimulai dari parkiran Dome,
kemudian ke arah Jl Praja Bakti, depan SMP 18, lalu ke perumahan PT HER.
Tanjakan “selamat datang” di belakang SMP 18 sebagai “sarapan pagi”. Mulai
terdengar desah ngos-ngosan nafas
peserta, lalu mengundang butiran keringat. Inilah loading pertama bubuhan
MTB pagi itu.
Trek tanah liat menguras engerji |
Loading
kedua adalah tanjakan menuju perumahan Her Mandiri. Dua jalan berbukit onroad ini tak menjadikan para peserta
keteteran. Memang ada dua peserta yang agak kedodoran. Namun semua peserta
setia menanti di bukit dekat sirkuit motocross.
Rehat sekian
menit sembari menenggak bekal minum, kami pun berkumpul kembali. Mengecek
kelengkapan sepeda masing-masing, setelah itu go…
FULL RUTE OFFROAD
Dari
tanjakan PT HER ini, kami mulai menapaki jalur offroad tanah liat. Melewati perumahan penduduk, kebun warga, mendaki
setapak, lalu menyusuri bukit-bukit kecil. Juga melintas jembatan ulin, sampai
rute-rute single track yang tak
memungkinkan memacu cepat sepeda.
Rehat sebentar di pertengahan jalan |
Dari awal
memang kami sepakati, rombongan ini tetap utuh dalam kesatuan. Jadi tidak ada
yang saling tinggal. Tiga sweeper Hengky
Kawan Bike, Bolang A-Team dan Sanuri BBS tetap setia mengawal peserta dari
belakang.
Jalur double track mendominasi perjalanan kami
selama di Kelurahan Sepinggan, karenanya tak kelewat sulit menggowes. Sebagian
jalur yang dilintasi ini adalah rute Jambore Sepeda Nasional 2013 lalu. Jadi
cukup familiar.
Tuntunbike tak dapat dihindari |
JALUR TOL
Menempuh
sekira delapan kilometer, matahari pagi mulai meninggi. Kami berada di
persimpangan jalan. Pilihan ada dua, ke kiri atau ke kanan. Kami pilih ke
kanan, jalan tembus menuju Kelurahan Manggar. Juga perpaduan double track menanjak dan single track menurun. Melantas rindang
hutan, lalu keluar masuk perkampungan di Kelurahan Manggar.
Hambatan
baru datang ketika jembatan ulin menuju arah TPA Manggar ternyata rusak. Ini
diketahui setelah Umar Baki dari BBC lebih dulu jalan di depan. “Untuk mencapai
ujung jembatan saja sulit, benar-benar terputus,” ujar manager IT Kaltim Post
ini.
Terik matahari memancing dehidrasi |
Padahal,
ketika melintasi jalur yang sama tahun lalu bersama BCC (Balikpapan Cycling Community), jembatan ulin ini berfungsi baik.
Ada keinginan untuk tetap melewati sungai dengan memikul sepeda, namun niat itu
urung.
Pilihannya
adalah memintas. Ini disarankan penduduk setempat. Akhirnya kami melewati jalur
alternatif itu persis di belakang Manggar Sari, perkampungan yang heboh kembali
lantaran masih ada praktik prostitusi liar. Tapi kami tak mempedulikan hal itu,
tetap saja menggowes mendaki, mengarah ke pembangunan Jalan Tol.
Jalan Tol
Manggar ini tembus ke Km 13 Jl Soekarno-Hatta. Kami melewatinya. Syukurnya,
tanah liat di sekitar jalan itu memadat oleh roda alat berat proyek. Lewat
jalur bekas lintasan ban besar itulah goweser memancal sepedanya. Andai saja
hujan, kami bakal menghadapi kesulitan beruntun.
Buah elai menggoda, meski mentah |
Jalur
panjang dengan lebar sekitar 50 meter itu kami jelajahi. Terik matahari
menyengat tak menggugurkan semangat para pegiat sepeda gunung ini. Terus saja
menggowes. Namun pada pertengahan jalan diputuskan berhenti mengayuh. Dehidrasi
mulai menyerang, rata-rata pesepeda membasahi kerongkongan sembari menunggu
peserta yang tiba belakangan.
Melewati
sejumlah tanjakan berkelok, dua kawan kami sempat tercecer di belakang lantaran
diserang kram kaki. “Saya sudah lama gak
latihan,” tukas peserta yang bekerja di lokasi tersebut.
Sembari
menunggu kami berteduh di bawah pohon rindang. Ini pohon apa ya? Pohon durian.
“Bukan, pohon Elai,” celetuk seorang rekan.
Benar. Di bawah pohon ini ada lima buah yang terjatuh. Biasanya, Elai yang gugur
tersebut sudah saatnya masak, dan bisa dikonsumsi.
Sejenak di rimbun hutan |
Karena rasa
penasaran, akhirnya beberapa buah kulit berduri itu dibuka dengan cara
dibanting sana, banting sini. Selebihnya dipukul dengan kayu agar terbuka.
Setelah belahan terkuak, ramai-ramai menyantap isinya. Sudah masak? Belum. Ini benar-benar Elai
mentah, aromanya pun tak tercium. Tapi tetap saja dicicipi peserta. “Dari pada kepuhunan,” kata sebagian mereka sembari
berkelakar.
RD PATAH
Perjalanan
kemudian dilanjutkan. Rute-rute double
track menguras enerji di sekitar TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Manggar tak
mematahkan antusias. Dari sini tak seberapa jauh ke lokasi tambak ikan bandeng.
Obstacle menantang |
Jalan menuju
tambak lumayan mengasikkan. Ada juga tikungan yang memerlukan technical. Andrenalin goweser pun kian
terpacu untuk segera capai tujuan. Malah ada yang terpancing memacu cepat
sepedanya.
Dua kawan
kami, Slamet dan Sanuri saling kejar-kejaran di sekitar padang savana itu.
Melewati rintangan medan pasir, obstacle,
jalan menurun dan tanjakan makadam yang sarat dengan batu laterit berwarna karat.
Mendekati tambak,
ada rintangan kecil. Yaitu jalan menurun yang mengisyaratkan sepeda dipikul.
Tapi tidak bagi tiga goweser, Sanuri, Slamet
dan Imansyah. Mereka tetap saja nekat meluncur, meskipun sederet obstacle sekira belasan senti menghadang.
Memerlukan technical individu |
Tapi apa lacur?
RD (Rear Derailleur) sepeda
Sanuri patah. Part pemindah gir belakang ini copot, otomatis
rantai tak bisa berfungsi. “Sepertinya
tersangkut patok ulin,” ujar Sanuri yang pengusaha percetakan tersebut.
Syukurnya
tambak tujuan kami sudah dekat hanya berkisar 500an meter. Sepeda Sanuri pun
harus “disulap” oleh Hengky Kawan Bike menjadi single gear. Tak apa, yang penting masih bisa dipakai.
Selain harus
melewati jembatan dan memikul sepeda, peserta juga harus ekstra hati-hati
ketika melewati pematang empang. Jalan harus satu persatu. Kalau tidak
hati-hati, niscaya bisa tergelincir.
RD Sanuri patah, risiko goweser |
Akhirnya
kami sampai di tujuan, berhasil menandaskan rute menantang. Sampai di tambak
pukul 9.40 Wita. Di tempat ini sudah menunggu Retno S Palupi, PR manager Hotel
Le Grandeur.
Istirahat sejenak
menikmati semilir angin, sambil memandang luas kolam besar membentang. Ada rasa
lega.
Pemandangannya masih alami. Hutan mangrove di sekitarnya seakan tertata.
Burung-burung bangau putih tampak menikmati habitatnya. Tak terasa keringat
yang membasahi jersey mulai mengering di badan.
Bercengkerama
seraya menepis dahaga, kami saling diskusi seputar perjalanan. Setelah itu
mulailah acara yang ditunggu-tunggu, makan siang bareng di bale-bale tepi tambak.
Bandeng
segar yang dipanggang jadi santapan kami, plus lalapan kemangi dan sambal tomat
penggugah selera. Lahap. Sebenarnya belum waktunya makan siang, namun peserta digoda
rasa tak sabar, karena memang belum sarapan pagi.
Hengky membantu kerusakan sepeda Sanuri |
Para goweser
mengaku sungguh menikmati perjalan kali ini. Tapi nanti dulu, tantangan kedua
siap-siap menyambut di depan mata. Yaitu perjalanan pulang.
Untuk menghindari
letih para peserta yang sebagian besar aktif di Rabu Gowes Community (RGC)
Kaltim Post ini, tidak mengambil full
jalur offroad lagi.
Melainkan melewati jalan aspal di TPA Manggar, langsung menuju arah kota
dan kembali ke Dome hingga pukul 12.00 Wita.
Bandeng segar jadi santapan |
Total
perjalanan pulang-pergi sekitar 45 kilometer. Sebagian kecil peserta kembali
dengan roda empat.
Oh ya,
bagaimana dengan goweser gaek Haji Alamak? Aman. Kakek usia 72 tahun yang
bersepeda setiap hari ini tak mengalami kerepotan. Pukul 12.00 Wita ia pun
mencapai Dome. Mantap! (*)