Senin, 24 Maret 2014

Uji Mendaki Bukit



Perjalanan offroad menantang yang mengasikkan
Puluhan kilometer jalur offroad berhasil ditaklukkan para goweser Balikpapan. Menerjang terik matahari, lalu melintasi setapak, kebun petani, perkampungan penduduk, hingga menerobos rindang hutan dan padang savana.

KAMI berkumpul di parkiran Balikpapan Sport and Convention Center (BSCC) alias Dome, Jl Ruhuy Rahayu, Balikpapan, Minggu (23/2). Pukul tujuh kurang sebagian besar peserta sudah siap dengan tunggangannya masing-masing.

Sebelum memulai gowes bareng absen peserta satu persatu, dikoordinir langsung oleh Prihandoyo leader Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post. “Absen dulu. Setelah itu kita berdoa menurut keyakinan masing-masing,” ujar Yoyok –panggilan akrab Direktur CV Deccormed itu semenit sebelum gowes digeber.

Yoyok memberikan arahan sebelum gowes
 Tujuan gowes kali ini adalah menjelajahi jalur offroad yang membentang di wilayah Kelurahan Sepinggan hingga Kelurahan Manggar. Tujuan akhirnya tambak ikan bandeng di sekitar Sungai Manggar. Jaraknya tak kelewat panjang, hanya sekira 22 kilometer lebih. Namun enerji yang diperlukan untuk mencapai kesana, lumayan juga. Disinilah kami menguji ketahanan untuk menaklukan tantangan jalan-jalan berbukit.
  
Jumlah peserta yang tercatat ada 40 orang, kebanyakan adalah goweser sejati! Karena itu, kemampuan teknik dan daya tahan mereka tak perlu diragukan.

Digeber tanjakan panjang
  
Sebagian besar peserta memang penggila mountainbike dengan rentang usia antara 30 hingga 70 tahun. Yang tertua Haji Alamak (72). Peserta gowes ini datang dari komunitas A-Team, Baik Baik Saja (BBS) Community, LG (Le Grandeur), BFR, Blue Bike Community (BBC), Uno’s Gowes, Mud Hog, dan GSS.
Cuaca pagi itu bersahabat, cerah. Iring-iringan goweser ini dimulai dari parkiran Dome, kemudian ke arah Jl Praja Bakti, depan SMP 18, lalu ke perumahan PT HER. Tanjakan “selamat datang” di belakang SMP 18 sebagai “sarapan pagi”. Mulai terdengar desah ngos-ngosan nafas peserta, lalu mengundang butiran keringat. Inilah loading pertama bubuhan MTB pagi itu.

Trek tanah liat menguras engerji
 Loading kedua adalah tanjakan menuju perumahan Her Mandiri. Dua jalan berbukit onroad ini tak menjadikan para peserta keteteran. Memang ada dua peserta yang agak kedodoran. Namun semua peserta setia menanti di bukit dekat sirkuit motocross.
Rehat sekian menit sembari menenggak bekal minum, kami pun berkumpul kembali. Mengecek kelengkapan sepeda masing-masing, setelah itu go…

FULL RUTE OFFROAD
Dari tanjakan PT HER ini, kami mulai menapaki jalur offroad tanah liat. Melewati perumahan penduduk, kebun warga, mendaki setapak, lalu menyusuri bukit-bukit kecil. Juga melintas jembatan ulin, sampai rute-rute single track yang tak memungkinkan memacu cepat sepeda.
Rehat sebentar di pertengahan jalan

Dari awal memang kami sepakati, rombongan ini tetap utuh dalam kesatuan. Jadi tidak ada yang saling tinggal. Tiga sweeper Hengky Kawan Bike, Bolang A-Team dan Sanuri BBS tetap setia mengawal peserta dari belakang.

Jalur double track mendominasi perjalanan kami selama di Kelurahan Sepinggan, karenanya tak kelewat sulit menggowes. Sebagian jalur yang dilintasi ini adalah rute Jambore Sepeda Nasional 2013 lalu. Jadi cukup familiar.

Tuntunbike tak dapat dihindari

Tanjakan demi tanjakan juga dilewati dengan sempurna oleh peserta, sekalipun beberapa diantaranya bersepeda fullsus dan wheelset 27,5. Hanya satu dua goweser yang harus mendorong sepedanya. Tak masalah, tetap ditunggu sampai di atas.
 
JALUR TOL
Menempuh sekira delapan kilometer, matahari pagi mulai meninggi. Kami berada di persimpangan jalan. Pilihan ada dua, ke kiri atau ke kanan. Kami pilih ke kanan, jalan tembus menuju Kelurahan Manggar. Juga perpaduan double track menanjak dan single track menurun. Melantas rindang hutan, lalu keluar masuk perkampungan di Kelurahan Manggar.

Hambatan baru datang ketika jembatan ulin menuju arah TPA Manggar ternyata rusak. Ini diketahui setelah Umar Baki dari BBC lebih dulu jalan di depan. “Untuk mencapai ujung jembatan saja sulit, benar-benar terputus,” ujar manager IT Kaltim Post ini. 

Terik matahari memancing dehidrasi
 Padahal, ketika melintasi jalur yang sama tahun lalu bersama BCC (Balikpapan Cycling Community), jembatan ulin ini berfungsi baik. Ada keinginan untuk tetap melewati sungai dengan memikul sepeda, namun niat itu urung.
Pilihannya adalah memintas. Ini disarankan penduduk setempat. Akhirnya kami melewati jalur alternatif itu persis di belakang Manggar Sari, perkampungan yang heboh kembali lantaran masih ada praktik prostitusi liar. Tapi kami tak mempedulikan hal itu, tetap saja menggowes mendaki, mengarah ke pembangunan Jalan Tol.

Jalan Tol Manggar ini tembus ke Km 13 Jl Soekarno-Hatta. Kami melewatinya. Syukurnya, tanah liat di sekitar jalan itu memadat oleh roda alat berat proyek. Lewat jalur bekas lintasan ban besar itulah goweser memancal sepedanya. Andai saja hujan, kami bakal menghadapi kesulitan beruntun. 

Buah elai menggoda, meski mentah
 Jalur panjang dengan lebar sekitar 50 meter itu kami jelajahi. Terik matahari menyengat tak menggugurkan semangat para pegiat sepeda gunung ini. Terus saja menggowes. Namun pada pertengahan jalan diputuskan berhenti mengayuh. Dehidrasi mulai menyerang, rata-rata pesepeda membasahi kerongkongan sembari menunggu peserta yang tiba belakangan.
 
Melewati sejumlah tanjakan berkelok, dua kawan kami sempat tercecer di belakang lantaran diserang kram kaki. “Saya sudah lama gak latihan,” tukas peserta yang bekerja di lokasi tersebut.

Sembari menunggu kami berteduh di bawah pohon rindang. Ini pohon apa ya? Pohon durian. “Bukan, pohon Elai,”  celetuk seorang rekan. Benar. Di bawah pohon ini ada lima buah yang terjatuh. Biasanya, Elai yang gugur tersebut sudah saatnya masak, dan bisa dikonsumsi.
Sejenak di rimbun hutan

Karena rasa penasaran, akhirnya beberapa buah kulit berduri itu dibuka dengan cara dibanting sana, banting sini. Selebihnya dipukul dengan kayu agar terbuka. Setelah belahan terkuak, ramai-ramai menyantap isinya.  Sudah masak? Belum. Ini benar-benar Elai mentah, aromanya pun tak tercium. Tapi tetap saja dicicipi peserta. “Dari pada kepuhunan,” kata sebagian mereka sembari berkelakar.

RD PATAH
Perjalanan kemudian dilanjutkan. Rute-rute double track menguras enerji di sekitar TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Manggar tak mematahkan antusias. Dari sini tak seberapa jauh ke lokasi tambak ikan bandeng.

Obstacle menantang
 Jalan menuju tambak lumayan mengasikkan. Ada juga tikungan yang memerlukan technical. Andrenalin goweser pun kian terpacu untuk segera capai tujuan. Malah ada yang terpancing memacu cepat sepedanya.
Dua kawan kami, Slamet dan Sanuri saling kejar-kejaran di sekitar padang savana itu. Melewati rintangan medan pasir, obstacle, jalan menurun dan tanjakan makadam yang sarat dengan batu laterit berwarna karat.

Mendekati tambak, ada rintangan kecil. Yaitu jalan menurun yang mengisyaratkan sepeda dipikul. Tapi tidak bagi  tiga goweser, Sanuri, Slamet dan Imansyah. Mereka tetap saja nekat meluncur, meskipun sederet obstacle sekira belasan senti menghadang. 
Memerlukan technical individu

Tapi apa lacur? RD (Rear Derailleur) sepeda Sanuri patah. Part pemindah gir belakang ini copot, otomatis rantai tak bisa berfungsi.  “Sepertinya tersangkut patok ulin,” ujar Sanuri yang pengusaha percetakan tersebut.

Syukurnya tambak tujuan kami sudah dekat hanya berkisar 500an meter. Sepeda Sanuri pun harus “disulap” oleh Hengky Kawan Bike menjadi single gear. Tak apa, yang penting masih bisa dipakai.

Selain harus melewati jembatan dan memikul sepeda, peserta juga harus ekstra hati-hati ketika melewati pematang empang. Jalan harus satu persatu. Kalau tidak hati-hati, niscaya bisa tergelincir.

RD Sanuri patah, risiko goweser
 Akhirnya kami sampai di tujuan, berhasil menandaskan rute menantang. Sampai di tambak pukul 9.40 Wita. Di tempat ini sudah menunggu Retno S Palupi, PR manager Hotel Le Grandeur.
 
Istirahat sejenak menikmati semilir angin, sambil memandang luas kolam besar membentang. Ada rasa lega. 
Pemandangannya masih alami. Hutan mangrove di sekitarnya seakan tertata. Burung-burung bangau putih tampak menikmati habitatnya. Tak terasa keringat yang membasahi jersey mulai mengering di badan.

Bercengkerama seraya menepis dahaga, kami saling diskusi seputar perjalanan. Setelah itu mulailah acara yang ditunggu-tunggu, makan siang bareng di bale-bale tepi tambak.
Bandeng segar yang dipanggang jadi santapan kami, plus lalapan kemangi dan sambal tomat penggugah selera. Lahap. Sebenarnya belum waktunya makan siang, namun peserta digoda rasa tak sabar, karena memang belum sarapan pagi. 

Hengky membantu kerusakan sepeda Sanuri
 Para goweser mengaku sungguh menikmati perjalan kali ini. Tapi nanti dulu, tantangan kedua siap-siap menyambut di depan mata. Yaitu perjalanan pulang.
Untuk menghindari letih para peserta yang sebagian besar aktif di Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post ini, tidak mengambil full jalur offroad lagi.

  Melainkan melewati jalan aspal di TPA Manggar, langsung menuju arah kota dan kembali ke Dome hingga pukul 12.00 Wita. 
Bandeng segar jadi santapan

Total perjalanan pulang-pergi sekitar 45 kilometer. Sebagian kecil peserta kembali dengan roda empat.
Oh ya, bagaimana dengan goweser gaek Haji Alamak? Aman. Kakek usia 72 tahun yang bersepeda setiap hari ini tak mengalami kerepotan. Pukul 12.00 Wita ia pun mencapai Dome. Mantap! (*)