Rabu, 26 September 2012

Menantang Matahari di Makam Jepang


Tugu makam Jepang
Merebahkan punggung di lantai ulin sebuah pondok, terasa keringat di badan merekat pada kulit. Silau bola mata diterjang sinar mentari pagi yang menerobos di antara bunga taman. Lantas hela sengal nafas, pelan-pelan. Ada lelah di antara peluh. Di sinilah saya merehatkan raga, usai merampungkan perjalanan mengayuh sepeda dari pusat kota ke desa Lamaru. Pelan tapi pasti, ada kelegaan menyapa.

Rupanya benar apa kata teman-teman. bersepeda ke arah timur luar kota Balikpapan ada keasikkan tersendiri. Itu yang saya peroleh. Apalagi pagi hari, dimana udara masih segar dan sinar surya dari arah timur rada menyengat kulit. Dan tujuan saya bergowesria pada minggu pertama Juni 2012 adalah makam Jepang yang berada di pinggir pantai Kelurahan Lamaru, Kecamatan Balikpapan Timur. Jaraknya lumayan, sekitar 25 km dari pusat kota. 

Sungguh pun tempat ini cukup terkenal, namun bukan obyek wisata rekreasi. Lebih kepada wisata situs peninggalan. Karenanya, yang datang lebih banyak pelajar atau mahasiswa. Tak usah membayangkan bila ke makam Jepang ini akan sulit. Percaya, butuh waktu relatif tak banyak andai dengan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Jalan aspal pun mulus.

Prasasti
Sebenarnya sudah kesekian kalinya saya ke tempat ini. Tentu akan lain ceritanya bila berkunjung sembari bersepeda. Saya mengawali perjalanan dari dekat gedung Sport and Convention Center (Dome), di Jl Ruhuy Rahayu. Dari destinasi itu lantas menuju pasar Sepinggan, tembus ke Jl Marsma Iswahyudi, kemudian menelusuri sepanjang Jl Mulawarman (ke arah Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara). 

Untuk menuju situs cagar budaya ini, kita pasti melewati objek wisata pantai Manggar Segarasari. Jarak makam ini tak terlampau jauh dari  Pantai Wisata Lamaru. Dari kanan Jl Mulawarman ke lokasi makam pejuang negeri matahari terbit tersebut sekitar 400 meter. Menuju arah pantai banyak rumah penduduk dan perkebunan warga. 

Gerbang makam
Bila menelusuri jalan kecil itu, kita akan melewati SMA negeri 7. Ada juga Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Saya baru tahu dari media cetak Kaltim Post, ternyata di Rudemin ini ada 12 imigran dari Pakistan yang ditangkap di Tarakan, 4 Juni 2012. Mereka tak ada paspor, jadi tak bisa dideportasi.
Peninggalan makam Jepang ini menghadap ke laut dan dikelilingi pagar ulin berwarna cokelat.  Menuju kesana, mesti melintasi setapak ditemani suara deburan ombak yang terseret angin. Jangan membayangkan kalau di tempat ini terdapat sejumlah makam atau kuburan. Melainkan hanya ada tugu dan prasasti, serta pondok panggung beratap sirap yang berada di antara taman. 

Tugu tersebut dibuat untuk mengenang tentara Jepang yang gugur di medan laga saat Perang Dunia II. Jepang ketika itu bertempur melawan tentara sekutu dari Australia yang masuk ke Balikpapan melalui jalur laut.  Konon, di sekitar inilah tentara Jepang terkuburkan.

Atribut upacara ziarah
Di dekat tugu yang bertuliskan huruf kanji juga terdapat makam lain. Saya tak mendapatkan informasi apa-apa tentang makam tersebut. Sepintas seperti kuburan penduduk setempat.
Situs cagar budaya ini dikelola oleh Yayasan Sakura Balindo. Pada waktu-waktu tertentu ada wisatawan dari Jepang yang datang berkunjung. Ketika saya berada di sana, sempat menemukan kertas seperti sisa atribut upacara ziarah. Bisa menandakan belum lama ada turis yang datang.

Meskipun makam peninggalan zaman perang, tempat ini jauh dari kesan angker. ‘’Sudah dari tahun 1972 saya disini, gak ada apa-apa,’’ ujar Yatiyem, seorang ibu petugas kebun dan kebersihan di cagar budaya tersebut. Pengakuan Yatiyem ini sekaligus membantah cerita mistis bahwa makam Jepang di Lamaru angker.
Di dekat makam juga terdapat sumur tua. Tapi, menurut Yatiem, itu bukan peninggalan Jepang. Bila tak ada pengunjung, pagar di makam ini dikunci. ‘’Kalau hari libur biasanya banyak yang datang, cuma lihat-lihat dan berfoto. Itu pun sebentar,’’ katanya.
Mahasiswa berkunjung ke makam
Tak lama berselang saya berada di tempat ini, ada serombongan mahasiswa dari Universitas Balikpapan berkunjung yang dipandu seorang dosen pembimbing. ‘’Ini bagian dari tugas kampus,’’ kata salah seorang dari mereka.

Hampir setiap pengunjung ke makam ini tak memperoleh penjelasan rinci tentang makam peninggalan tersebut. Padahal, cagar budaya ini bisa menjadi obyek wisata yang menarik apabila ditangani maksimal. Masih banyak yang bisa dilakukan. Misalnya dengan mempercantik lingkungan sekitarnya, dengan menanami pohon-pohon sejenis Sakura yang terkenal di Jepang. 

Yatiem dan sumur tua
Malah semakin komplit apabila ada pemandu wisata yang bisa menceritakan tentang keberadaan dan asal-usul situs ini, lalu menguraikan dalam berbagai bahasa, khususnya Inggris dan Jepang. Atau setidaknya ada prasasti yang menuliskan rinci latar kisah mengenai makam tersebut. Bagaimana menurut Anda? (*)





Puisi Sakura Bumiku
jasad tulang belulangku berserakan/terkubur pilu di sini/di pusara tanpa prasasti/terhempas angin dan gelombang pantai Lamaru/enampuluh sembilan tahun lalu…/kami berjibaku antara letusan dan debu meseu/teradu nyali/sungai darah menari/nadi terenggut, merenggang nyawa/tugas negara lekat terbeban /demi kekuasaan/demi kemaslahatan.
kurebahkan jasadku di atas tanah/tanah, bukan tanah leluhurku/matahari, bukan matahariku/sukma bumiku lekang tak terkenang/kurindukan sakura bertabur di makam ini.
Pantai Lamaru, Juni 2012