|
Gerbang KWPLH di Km 23 |
Hanya satu tujuan bergowes kali ini.
Yaitu melihat langsung komunitas Beruang Madu, hewan dilindungi yang menjadi maskot
Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Satwa primata endemik yang satu ini tak
banyak jumlahnya, dan diperlakukan khusus di Enklosur, yaitu pulau hutan yang
dibangun di kawasan Km 23, Kelurahan Karang Joang.
Bersepeda
pagi-pagi menelusuri Jl Soekarno-Hatta arah kota Samarinda, untuk menembus Km
23, Kelurahan Karang Joang. Kenapa harus pagi? Selain jalan belum terlalu
ramai, udara juga masih segar. Selain itu juga untuk memburu waktu agar sempat
melihat bagaimana petugas memberikan makan komunitas Beruang Madu di Enklosur,
hutan berpagar seluas 1,3 hektare di mana enam ekor Beruang Madu di lepas
secara liar.
|
Baru dibuka jam 9 pagi |
Pagi pukul
9.00 Wita adalah waktu hewan ini mendapat jatah makan. Selain pagi, Beruang
Madu ini juga mendapat santapan makan siang pukul 15.00 Wita. Jadi sehari dapat
jatah dua kali makan.
Enklosur
Beruang Madu bila ditempuh dari arah Balikpapan menuju Samarinda, berada di
sebelah kanan. Di situ tampak pintu
gerbang dan patung Beruang Madu dengan tulisan: Kawasan Wisata Pendidikan
Lingkungan Hidup (KWPLH). Tempat ini sebelumnya dikenal dengan sebutan
Agrowisata. Dari bibir jalan utama tak begitu jauh, sekira satu kilometer
lebih.
|
Petugas pemandu di Enklosur |
Bersepeda ke
Enklosur ini mengasikkan. Apalagi cuacanya cerah bersahabat. Selain jalannya
beraspal, menuju ke tempat ini sepi dari kendaraan bermotor. Kalau pun ada,
hanya satu dua saja. Itu pun hanya masyarakat yang bermukim di sekitar. Karena
itu disarankan bila ke sana menggunakan road
bike saja. Tapi kalau dengan sepeda gunung (mountain bike) juga tak masalah. Dan dijamin pasti sampai ke tempat
tujuan.
Di kiri
kanan jalan menuju KWPLH ini hijau membentang. Selain pepohonan dan perkebunan
warga, ada juga tempat pembibitan tanaman pertanian. Pemandangan bukit,
rumah-rumah petani, dan beberapa aktivitas home
industry, seperti pembuatan kompos, dll.
|
Menyebar makanan untuk Beruang Madu |
Belum pukul
9 pagi saya sudah sampai di depan gerbang Enklosur Beruang Madu. Masih sepi,
petugas pun belum datang. Putar-putar sebentar di sekitar KWPLH, tengok kiri
tengok kanan. Lalu bertanya kepada salah seorang penjaja makanan di sana; jam
berapa Enklosur dibuka? Ternyata baru dibuka pukul 9 pagi. Tempat ini
beroperasi hingga sore pukul 17.00 Wita.
Tak begitu
lama menunggu, satu persatu wanita petugas Enklosur berdatangan. Ada enam
orang. Salah satunya bernama Yana. Ia yang banyak memberikan penjelasan tentang
komunitas satwa dilindungi ini.
‘’Sudah bisa
masuk ke dalam mba?”” tanya saya membuka perbincangan dengan kesan penasaran.
‘’Ow, belum
mas, sebentar lagi. Petugasnya masih menyiapkan makanan untuk Beruang Madu,’’
begitu katanya.
|
Beruang Madu mencari makanan yang sudah disebar di Enklosur |
Rupanya
sebelum pagi pukul 9, ada petugas di area Enklosur yang menyebar makanan untuk
beruang-beruang ini. Makanan itu ada yang ditaruh di semak-semak, di batang
pohon, hingga ke ranting pohon. Nantinya keenam Beruang Madu ini menyantap
makanan tersebut. Yang saya perhatikan, makanan yang disebar itu irisan buah
semangka dan nenas.
Kenapa ya
makanan itu disebar dan tidak dikumpulkan jadi satu saja?
‘’Ow memang
dibuat begitu. Ini untuk melatih indera penciuman beruang. Memang dibuat
seperti di alam liar, jadi mereka mencari makanan sendiri, meskipun makanan itu
sudah disediakan,’’ ujar Yana yang bekerja di tempat ini sudah enam tahun.
Yang perlu
diketahui, keenam satwa ini sebelumnya adalah binatang peliharaan warga. Lima
dari hasil sitaan antara tahun 2002 hingga 2004, dan seekor lainnya diserahkan
warga ke pengelola KWPLH. Jadi bukan ditangkap dari hutan. Mereka dipelihara ketika masih bayi. Menurut
informasi, bayi Beruang Madu ini diperjualbelikan warga, harganya mencapai Rp
10 juta. Empedu beruang disebut-sebut dapat meningkatkan vitalitas. Wadaw?
|
Yana perlu menjelaskan kepada pengunjung |
Sejak
dilepasliarkan kembali, keenam binatang ini perlu menyesuaikan lagi dengan
komunitas hutan alam sesungguhnya. Dan di Enklosur inilah tempatnya. Yang
menarik, keenam beruang ini sudah paham sekali jam makan. Begitu lonceng
berbunyi, mereka kembali ke kandang masing-masing. Beberapa saat setelah
petugas menyebar makanan, lantas pintu kandang dibuka. Mulai saat itulah keenam
beruang ini menyebar mencari makanan yang telah disiapkan tersebut.
Sebagian
makanan ini disebar tak jauh di sekitar panggar. Maksudnya agar pengunjung bisa
melihat langsung aktivitas Beruang Madu tersebut melahap kudapan-kudapan yang
sudah disediakan. Pengunjung dapat melihat dari broadwalk, yaitu jembatan ulin sepanjang 500 meter yang berjarak
sekira 1,5 meter dari panggar Enklosur yang diberi kawat listrik. Sengatan
listrik pagar ini hanya berdaya kejut
sekira 3 detik, gunanya tentu untuk Beruang Madu agar tak mendekat ke pagar.
|
Broadwalk sepanjang 500 meter |
‘’Mohon
perhatian para pengunjung. Saat melihat Beruang Madu dari dekat, kami harapkan
tidak berisik,’’ kata Yana mengingatkan pengunjung sebelum pintu pagar Enklosur
dibuka untuk umum.
Kenapa tak
boleh berisik? ‘’Khawatir saja mereka terganggu. Karena karakter Beruang Madu
ini pemalu,’’ ujar Yana. Pengunjung pun tak diperbolehkan memberi makanan hewan
yang mempunyai nama latin
Helarctos malayanus tersebut. Di kawasan ini juga tidak diperbolehkan merokok! Masuk ke
Enklosur gratis, alias tak dipungut bayaran. Namun pengelola menyediakan kotak
donasi.
|
Hust...jangan berisik... |
Begitu
kandang dibuka, keenam beruang ini masing-masing langsung mencari makannya. Mengendus-endus,
naik ke batang-batang pohon ulin yang memang sudah disiapkan, kemudian terus
mengembara di hutan berpagar seluas 1,3 hektare tersebut. Sebelum pukul 15.00
Wita lonceng dibunyikan untuk kali kedua. Beruang-beruang ini pun kembali ke
kandang, dan memulai menyantap makan yang lagi-lagi sudah disiapkan.
Jatah makan
keenam beruang ini sehari bisa mencapai 10 Kg buah-buahan. Jenis buah
bermacam-macam, tergantung yang dibeli pihak pengelola. Selain semangka, nenas,
ada juga mangga. Pokoknya yang manis-manis. ‘’Pernah juga diberi apel dan
durian,’’ kata Yana. Wuih-wuih,
Beruang Madu makan apel dan durian juga
ya?
|
Kotak donasi suka rela |
Beruang Madu
ini bila makan durian atau cempedak, langsung dimakan bersama bijinya. Biji
tersebut kemudian keluar kembali melalui kotorannya. ‘’Beruang Madu ini memang dikenal
juga sebagai binatang penyebar bibit tumbuhan,’’ tukas pemandu Enklosur yang
juga warga Karang Joang ini.
Bila
diperhatikan, Beruang Madu di Enklosur memang tampak sehat. Bobotnya paling
berat 65 Kg, dan usia diperkirakan di atas 13 tahun. Panjang tubuh sekitar 1,4 meter dengan
tinggi punggungnya sekitar 70 cm. Beberapa di antaranya cacat fisik, seperti pada mata dan
gigi. ‘’Cacat itu diperkirakan terjadi ketika masih jadi hewan peliharaan
warwga,’’ jelas Yana.
Hewan ini mempunyai
kuku panjang yang runcing, karena itu ia pandai memanjat pohon hingga 20 meter,
dan merupakan spesies beruang terkecil yang dikategorikan bukan predator buas
yang kerap menyerang hewan lain. Itu dilakukannya bila dalam keadaan terdesak
untuk membela diri.
|
Buah Ficus juga dimakan Beruang Madu |
Selain
menyantap buah-buahan yang telah disediakan di Enklosur, keenam binatang
berbulu hitam ini juga mengendus-endus tanah di sekitar untuk mencari madu dari
lebah tanah, larva dan telur rayap. Sebagaimana diketahui, Beruang Madu ini
meskipun termasuk ke dalam ordo karnivora, yaitu hewan pemakan daging namun bersifat omnivore, yakni
satwa pemakan segala.
Di Enklosur pun
terdapat binatang liar lainnya, seperti tupai dan burung kipasan belang, bubut
alang alang, cucak kutilang, cabai bunga api, dan burung madu belukar.
Tempat ini terbangun
atas kerjasama berbagai pihak, seperti Chevron, BP Migas, The Nature
Conservancy (Dutch Embasi Jakarta), Alertis, Dutch Foundation Zoos Help,
American Association of Zoo Keepers, Free the Beers Fund Inc, EpiBear, dan
WoodLand Park Zoo.
|
Patung Beruang Madu bukan ukuran aslinya |
Anda yang
tinggal di Balikpapan, sekali-sekali rasanya perlu juga melihat langsung
komunitas Beruang Madu yang menjadi simbol Kota Minyak. Bagi penggila gowes
juga tak ada salahnya berkunjung ke Enklosur. Gowes sambil berwisata. Anda
setuju?
Komunitas
Beruang Madu yang sesungguhnya diperkirakan masih ada di kawasan Hutan Lindung
Sungai Wain (HLSW), meskipun populasinya tidak banyak lagi. Menyelamatkan satwa
dilindungi dari kepunahan memang tanggungjawab kita bersama. Seperti lirik lagu
Beruang Madu yang ditulis oleh
kelompok Palm Duo Plus.
Selain
di Enklosur tempat perlindungan sejumlah Beruang Madu juga ada di kawasan Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai
Kertanegara. Di hutan suaka seluas 58 hektare yang dikelola oleh Yayasan
Semboja Lestari bekerja sama dengan Yayasan BOS (The Borneo Orangutan Survival Foundation) ini ada 52 ekor
Beruang Madu titipan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
Selain
menjadi maskot kota Balikpapan, Beruang Madu menjadi sebutan tim kesebelasan
Persiba. Bahkan beberapa usaha di kota minyak ini menggunakan nama Beruang
Madu, seperti bengkel otomotif di Jl Ruhuy Rahayu dan salah satu usaha jasa
konveksi. (*)