Selasa, 20 November 2012

Tersanjung di Tanjung Harapan


Pemandangan indah di Tanjung Harapan
Gowes sambil berwisata memang punya keasikkan tersendiri. Apalagi menuju objek wisata alam yang indah. Dan kali ini saya mengunjungi Pantai Tanjung Harapan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Meski biasa-biasa saja, tapi ada nikmat tak terhindarkan.

Ada yang bilang; bersepeda di alam terbuka bisa membunuh kepenatan. Benarkah? Ternyata memang betul. Dan itu saya rasakan ketika menggenjot sepeda di antara ribuan pohon kelapa, di jalan-jalan setapak hutan safana, dan kemudian meluncur di pesisir pantai. Suasana hati yang menyenangkan itu didapatkan ketika berkunjung ke Pantai Tanjung Harapan dan Pantai Wisata Tanah Merah Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara.
Gerbang Tanah Merah

Secara jarak Kecamatan Samboja lebih dekat dengan kota Balikpapan, bila dibandingkan Tenggarong yang menjadi ibukota Kabupaten Kutai Kertanegara itu. Dari Balikpapan kurang lebih 50 km. Kalau mampu bisa ditempuh dengan sepeda. Dan beberapa penggila roadbike dari Balikpapan acap melintas kawasan Samboja ini. Hanya saja, ada beberapa medan tanjakan menantang yang lumayan menguras energi.

Rehat di kebun kelapa yang sepi
Berangkat gowes wisata kali ini tidak dari Balikpapan. Tapi dimulai dari depan Kantor Polsek Samboja. Jaraknya ke Pantai Wisata Tanah Merah tak begitu jauh, sekira 10 Km.  Bila dari arah Balikpapan,  letak pantai ini di sebelah kanan jalan. Dari situ menelusuri jalan beraspal sekitar 1 Km, maka akan sampai di Tanah Merah. 

Tarif masuk ke obyek wisata ini Rp 3 ribu per orang. Tapi saya gratis, alias gak bayar. Lho kok bisa? Ya, bisalah. Karena petugas jaga di pos gerbang pantai wisata itu belum ada. Sebab saya tiba di sana pukul 8 pagi. Sementara petugas baru berada di pos pukul 10 pagi.
Single track di perkebunan

Tujuan utama gowes kali ini sebenarnya bukanlah Tanah Merah, tapi pesisir Pantai Tanjung Harapan yang tak jauh dari situ. Tanjung Harapan ini nama salah satu kelurahan di Samboja, yang barangkali diambil dari nama sungai kecil Tanjung Harapan yang membelah di wilayah ini. Di Samboja ada 21 kelurahan.

Sepeda jadi alat transportasi warga
Untuk menuju ke sana saya melewati perjalanan di antara kebun-kebun kelapa milik warga. Kebetulan beberapa jalan setapak yang menjadi pembatas perkebunan ini sudah disemenisasi. Salah satunya Gang Kedondong yang dibiayai dengan APBD Kukar senilai Rp 48 juta lebih. Jalan ini menghubungkan kampung di Jl Wisata Tanah Merah ke perkampungan sebelah di Jl Pasiran.

Sebagian penduduk di sini bermata pencaharian berkebun, nelayan dan beternak sapi. Dan tak heran ketika melintasi beberapa jalan di perkebunan itu tak sengaja menginjak kontoran sapi. Kalau saja tidak ekstra hati-hati atau teliti, niscaya ban sepeda akan penuh dengan (maaf) kotoran sapi tersebut. Dan, he..he..he… ini saya rasakan, ban sepeda sarapan pagi dengan e’ e’ sapi yang masih basah. Tapi tak apalah. Saya pikir; toh nanti bisa dicuci. Ya.. dinikmati saja perjalanan ini.

Trek pasir agak basah sulit dilintasi
Ada beberapa trek yang mengasikkan. Salah satunya melewati jembatan ulin di antara pohon-pohon bakau menuju pantai, bila dilewati suaranya berisik lantaran paku dari sejumlah papan ulin sudah terlepas, kemudian aliran sungai kecil yang airnya bening, dan tanjakan-tanjakan bukit rendah. Kontur tanah di daerah Samboja ini memang berpasir. Pasir-pasir putih di Samboja inilah yang ditambang oleh masyarakat dan dijual ke kota untuk bahan campuran semen bangunan.

Suasana di sepanjang jalan-jalan setapak dan jalur-jalur double track ini pagi itu masih sepi. Satu dua ada yang melintas dengan sepeda motor. Dan dapat ditebak, mereka adalah penduduk di sekitar. 
Jembatan ulin yang berisik
Setelah melintasi rute-rute mengasikkan yang menghibur mata, trek berikutnya adalah menyusuri pesisir pantai di Tanjung Harapan. Pemandangan cantik sekali. Pohon-pohon mangrove, dan bukit-bukit hijau mewarnai potret keindahan alam Samboja.

Bersihkan ban dari kotoran sapi
Hanya saja, melintas di pesisir pantai ini kita mesti waspada. Selain genjotan terasa lebih berat dibanding jalan beraspal, sepeda juga harus melewati terumbu dan karang-karang kecil yang sudah mati. Kalau tidak hati-hati bisa nahas. Dan ini saya alami, ban sepeda tertusuk karang kecil yang runcing. Apa boleh buat, ban depan pun terancam gembos. Perjalanan ke sepanjang pesisir pantai ini pun harus terhenti total. Apa boleh buat, risiko. Saya pun harus menuntun sepeda menuju Pantai Wisata Tanah Merah yang tak terlalu jauh, dan membiarkan karang kecil itu masih menempel di ban. Sebab kalau dicabut, otomatis angin ban langsung habis. Bisa kacau deh.

Meski begitu kenyataannya, rasa letih seakan-akan hilang ditiup sepoi angin pantai yang lumayan sejuk. Berjalan di bawah hutan cemara rindang di Tanah Merah, ditemani suara gesekan ranting yang digerakkan angin, sungguh mampu menghibur suasana hati. Refresh.

Gubuk milik nelayan
Mengusir dahaga dengan air kelapa muda memang sudah direncanakan sejak pagi. Syukurnya di pantai wisata itu penjaja makanan sudah membuka kedai-kedainya. Pengunjung di pantai itu pun mulai berdatangan. Tak terasa matahari mulai beranjak siang. Saya putuskan harus kembali ke Balikpapan.

Saat melintasi gerbang pantai wisata Tanah Merah dengan kondisi ban depan yang nyaris kempes, petugas di pos sudah ada tiga orang. Saya utarakan bahwa pagi tadi saya masuk melewati gerbang pantai ini tak bayar. Petugas maklum. Tapi saya tetap saja menyodorkan uang Rp 50 ribu, dan kemudian diberi kembalian sesuai tarif masuk Rp 3 ribu.

Trek di pesisir pantai terasa lebih berat
 Kalau hari libur seperti ini berapa pengunjung Pantai Wisata Tanah Merah? ‘’Ya, sekitar 300 orang saja. Kalau hari biasa  sepi,’’ ujar salah satu petugas. Lantas ia membandingkan Pantai Wisata Tanah Merah tak seramai Pantai Lamaru di Balikpapan yang kini digarap secara profesional.

‘’Benar sih pak. Kebetulan saya sering ke Pantai Lamaru. Saya tinggal di Balikpapan,’’ ucap saya seraya mengambil uang kembalian pembelian tiket tadi.
‘’Lho, bapak dari Balikpapan ya?’’ celetuk petugas lainnya.

‘’Ya, saya dari Balikpapan,’’ jawab saya.
Hati-hati banyak terumbu karang
‘’Hah, luar biasa bapak ini. Naik sepeda jauh amat dari Balikpapan,’’ ujarnya dengan pandangan separo terheran-heran, sembari menggelengkan kepala.

Saya sempat tersanjung, lantas buru-buru pamit dan langsung meluncur meninggalkan mereka. Mungkin mereka berpikir saya mengayuh sepeda dari Balikpapan menuju Samboja. Walah. 

Padahal kan tidak, tapi dari depan Polsek Samboja ke Tanah Merah yang jaraknya relatif dekat. Ya,sudahlah.
Karang kecil menancap di ban
Dan benar ternyata, sesampai di Balikpapan ban depan sepeda saya benar-benar gembos. Tak ada anginnya sama sekali. Syukurnya ke Samboja membawa kendaraan roda empat. (*)
Pohon-pohon cemara di Tanah Merah

1 komentar: