Selasa, 20 November 2012

Memandu Beruang Madu Pemalu


Gerbang KWPLH di Km 23
Hanya satu tujuan bergowes kali ini. Yaitu melihat langsung komunitas Beruang Madu, hewan dilindungi yang menjadi maskot Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Satwa primata endemik yang satu ini tak banyak jumlahnya, dan diperlakukan khusus di Enklosur, yaitu pulau hutan yang dibangun di kawasan Km 23, Kelurahan Karang Joang.

Bersepeda pagi-pagi menelusuri Jl Soekarno-Hatta arah kota Samarinda, untuk menembus Km 23, Kelurahan Karang Joang. Kenapa harus pagi? Selain jalan belum terlalu ramai, udara juga masih segar. Selain itu juga untuk memburu waktu agar sempat melihat bagaimana petugas memberikan makan komunitas Beruang Madu di Enklosur, hutan berpagar seluas 1,3 hektare di mana enam ekor Beruang Madu di lepas secara liar. 
Baru dibuka jam 9 pagi

Pagi pukul 9.00 Wita adalah waktu hewan ini mendapat jatah makan. Selain pagi, Beruang Madu ini juga mendapat santapan makan siang pukul 15.00 Wita. Jadi sehari dapat jatah dua kali makan.

Enklosur Beruang Madu bila ditempuh dari arah Balikpapan menuju Samarinda, berada di sebelah  kanan. Di situ tampak pintu gerbang dan patung Beruang Madu dengan tulisan: Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH). Tempat ini sebelumnya dikenal dengan sebutan Agrowisata. Dari bibir jalan utama tak begitu jauh, sekira satu kilometer lebih.

Petugas pemandu di Enklosur
 Bersepeda ke Enklosur ini mengasikkan. Apalagi cuacanya cerah bersahabat. Selain jalannya beraspal, menuju ke tempat ini sepi dari kendaraan bermotor. Kalau pun ada, hanya satu dua saja. Itu pun hanya masyarakat yang bermukim di sekitar. Karena itu disarankan bila ke sana menggunakan road bike saja. Tapi kalau dengan sepeda gunung (mountain bike) juga tak masalah. Dan dijamin pasti sampai ke tempat tujuan.

Di kiri kanan jalan menuju KWPLH ini hijau membentang. Selain pepohonan dan perkebunan warga, ada juga tempat pembibitan tanaman pertanian. Pemandangan bukit, rumah-rumah petani, dan beberapa aktivitas home industry, seperti pembuatan kompos, dll.

Menyebar makanan untuk Beruang Madu
 Belum pukul 9 pagi saya sudah sampai di depan gerbang Enklosur Beruang Madu. Masih sepi, petugas pun belum datang. Putar-putar sebentar di sekitar KWPLH, tengok kiri tengok kanan. Lalu bertanya kepada salah seorang penjaja makanan di sana; jam berapa Enklosur dibuka? Ternyata baru dibuka pukul 9 pagi. Tempat ini beroperasi hingga sore pukul 17.00 Wita.

Tak begitu lama menunggu, satu persatu wanita petugas Enklosur berdatangan. Ada enam orang. Salah satunya bernama Yana. Ia yang banyak memberikan penjelasan tentang komunitas satwa dilindungi ini.

‘’Sudah bisa masuk ke dalam mba?”” tanya saya membuka perbincangan dengan kesan penasaran.
‘’Ow, belum mas, sebentar lagi. Petugasnya masih menyiapkan makanan untuk Beruang Madu,’’ begitu katanya.

Beruang Madu mencari makanan yang sudah disebar di Enklosur
 Rupanya sebelum pagi pukul 9, ada petugas di area Enklosur yang menyebar makanan untuk beruang-beruang ini. Makanan itu ada yang ditaruh di semak-semak, di batang pohon, hingga ke ranting pohon. Nantinya keenam Beruang Madu ini menyantap makanan tersebut. Yang saya perhatikan, makanan yang disebar itu irisan buah semangka dan nenas.
Kenapa ya makanan itu disebar dan tidak dikumpulkan jadi satu saja?

‘’Ow memang dibuat begitu. Ini untuk melatih indera penciuman beruang. Memang dibuat seperti di alam liar, jadi mereka mencari makanan sendiri, meskipun makanan itu sudah disediakan,’’ ujar Yana yang bekerja di tempat ini sudah enam tahun.

Yang perlu diketahui, keenam satwa ini sebelumnya adalah binatang peliharaan warga. Lima dari hasil sitaan antara tahun 2002 hingga 2004, dan seekor lainnya diserahkan warga ke pengelola KWPLH. Jadi bukan ditangkap dari hutan.  Mereka dipelihara ketika masih bayi. Menurut informasi, bayi Beruang Madu ini diperjualbelikan warga, harganya mencapai Rp 10 juta. Empedu beruang disebut-sebut dapat meningkatkan vitalitas. Wadaw?
Yana perlu menjelaskan kepada pengunjung

Sejak dilepasliarkan kembali, keenam binatang ini perlu menyesuaikan lagi dengan komunitas hutan alam sesungguhnya. Dan di Enklosur inilah tempatnya. Yang menarik, keenam beruang ini sudah paham sekali jam makan. Begitu lonceng berbunyi, mereka kembali ke kandang masing-masing. Beberapa saat setelah petugas menyebar makanan, lantas pintu kandang dibuka. Mulai saat itulah keenam beruang ini menyebar mencari makanan yang telah disiapkan tersebut.

Sebagian makanan ini disebar tak jauh di sekitar panggar. Maksudnya agar pengunjung bisa melihat langsung aktivitas Beruang Madu tersebut melahap kudapan-kudapan yang sudah disediakan. Pengunjung dapat melihat dari broadwalk, yaitu jembatan ulin sepanjang 500 meter yang berjarak sekira 1,5 meter dari panggar Enklosur yang diberi kawat listrik. Sengatan listrik pagar ini  hanya berdaya kejut sekira 3 detik, gunanya tentu untuk Beruang Madu agar tak mendekat ke pagar.

Broadwalk sepanjang 500 meter
 ‘’Mohon perhatian para pengunjung. Saat melihat Beruang Madu dari dekat, kami harapkan tidak berisik,’’ kata Yana mengingatkan pengunjung sebelum pintu pagar Enklosur dibuka untuk umum.
Kenapa tak boleh berisik? ‘’Khawatir saja mereka terganggu. Karena karakter Beruang Madu ini pemalu,’’ ujar Yana. Pengunjung pun tak diperbolehkan memberi makanan hewan yang mempunyai nama latin Helarctos malayanus tersebut. Di kawasan ini juga tidak diperbolehkan merokok! Masuk ke Enklosur gratis, alias tak dipungut bayaran. Namun pengelola menyediakan kotak donasi.

Hust...jangan berisik...
 Begitu kandang dibuka, keenam beruang ini masing-masing langsung mencari makannya. Mengendus-endus, naik ke batang-batang pohon ulin yang memang sudah disiapkan, kemudian terus mengembara di hutan berpagar seluas 1,3 hektare tersebut. Sebelum pukul 15.00 Wita lonceng dibunyikan untuk kali kedua. Beruang-beruang ini pun kembali ke kandang, dan memulai menyantap makan yang lagi-lagi sudah disiapkan.
Jatah makan keenam beruang ini sehari bisa mencapai 10 Kg buah-buahan. Jenis buah bermacam-macam, tergantung yang dibeli pihak pengelola. Selain semangka, nenas, ada juga mangga. Pokoknya yang manis-manis. ‘’Pernah juga diberi apel dan durian,’’ kata Yana. Wuih-wuih, Beruang Madu makan apel dan durian  juga ya?

Kotak donasi suka rela
 Beruang Madu ini bila makan durian atau cempedak, langsung dimakan bersama bijinya. Biji tersebut kemudian keluar kembali melalui kotorannya. ‘’Beruang Madu ini memang dikenal juga sebagai binatang penyebar bibit tumbuhan,’’ tukas pemandu Enklosur yang juga warga Karang Joang ini.

Bila diperhatikan, Beruang Madu di Enklosur memang tampak sehat. Bobotnya paling berat 65 Kg, dan usia diperkirakan di atas 13 tahun. Panjang tubuh sekitar 1,4 meter dengan tinggi punggungnya sekitar 70 cm. Beberapa di antaranya cacat fisik, seperti pada mata dan gigi. ‘’Cacat itu diperkirakan terjadi ketika masih jadi hewan peliharaan warwga,’’ jelas Yana.
Hewan ini mempunyai kuku panjang yang runcing, karena itu ia pandai memanjat pohon hingga 20 meter, dan merupakan spesies beruang terkecil yang dikategorikan bukan predator buas yang kerap menyerang hewan lain. Itu dilakukannya bila dalam keadaan terdesak untuk membela diri. 

Buah Ficus juga dimakan Beruang Madu
 Selain menyantap buah-buahan yang telah disediakan di Enklosur, keenam binatang berbulu hitam ini juga mengendus-endus tanah di sekitar untuk mencari madu dari lebah tanah, larva dan telur rayap.  Sebagaimana diketahui, Beruang Madu ini meskipun termasuk ke dalam ordo karnivora, yaitu hewan  pemakan daging namun bersifat omnivore, yakni satwa pemakan segala.

Di Enklosur pun terdapat binatang liar lainnya, seperti tupai dan burung kipasan belang, bubut alang alang, cucak kutilang, cabai bunga api, dan burung madu belukar.

Tempat ini terbangun atas kerjasama berbagai pihak, seperti Chevron, BP Migas, The Nature Conservancy (Dutch Embasi Jakarta), Alertis, Dutch Foundation Zoos Help, American Association of Zoo Keepers, Free the Beers Fund Inc, EpiBear, dan WoodLand Park Zoo.

Patung Beruang Madu bukan ukuran aslinya

Anda yang tinggal di Balikpapan, sekali-sekali rasanya perlu juga melihat langsung komunitas Beruang Madu yang menjadi simbol Kota Minyak. Bagi penggila gowes juga tak ada salahnya berkunjung ke Enklosur. Gowes sambil berwisata. Anda setuju?

Komunitas Beruang Madu yang sesungguhnya diperkirakan masih ada di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW), meskipun populasinya tidak banyak lagi. Menyelamatkan satwa dilindungi dari kepunahan memang tanggungjawab kita bersama. Seperti lirik lagu Beruang Madu yang ditulis oleh kelompok Palm Duo Plus. 

Selain di Enklosur tempat perlindungan sejumlah Beruang Madu juga ada di  kawasan Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara. Di hutan suaka seluas 58 hektare yang dikelola oleh Yayasan Semboja Lestari bekerja sama dengan Yayasan BOS (The Borneo  Orangutan Survival Foundation) ini ada 52 ekor Beruang Madu titipan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
Selain menjadi maskot kota Balikpapan, Beruang Madu menjadi sebutan tim kesebelasan Persiba. Bahkan beberapa usaha di kota minyak ini menggunakan nama Beruang Madu, seperti bengkel otomotif di Jl Ruhuy Rahayu dan salah satu usaha jasa konveksi. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar