Selasa, 16 Oktober 2012

Rute Gila Tembus, Rantai pun Putus


Gowes kali ini bukan wisata. Tapi bersepeda menembus jalur-jalur ekstrim. Menempuh rute 25 kilometer dengan 23 medan tanjakan yang sebagian berlumpur. Tantangan offroad yang komplit dan menguji andrenalin. Ada yang tak mampu dan terpaksa mundur. Ada pula yang memaksa namun kelenger. Mereka yang terlatih akhirnya berhasil mulus sampai ke garis akhir. Gowes yang asik dan sarat cerita.

Saat start semangat menggebur-gebu
Event ini sebenarnya lebih kepada ajang silaturahmi antar komunitas mountain bike. Penggagasnya adalah Blue Bike Community (BBC), komunitas pesepeda dari kelompok Kaltim Post Group, media cetak pertama dan terbesar di Kalimantan Timur.

Lebih dari 20 komunitas ambil bagian dalam gowes kali ini. Mereka datang dari Balikpapan, Samarinda, Kutai Kertanegara, Penajam Paser Utara, Tanah Grogot, Tenggarong dan Bontang.

Rute gowes offroad
Tim yang kompak
Minggu pagi 14 Oktober 2012, pukul 06.00 Wita sebagian peserta gowes offroad ini sudah berkumpul. Komunitas dari Pertamina EP 99 Samboja setor wajah lebih awal di lokasi start parkiran The Plaza Balikpapan. Mereka tampak kompak dengan jersey-nya. Sepeda-sepeda mereka pun diangkut dengan truck.

Cuaca pagi itu benar-benar kurang bersahabat. Gerimis kecil mewarnai, sementara sebagian wilayah di pinggir kota sudah diguyur hujan. Termasuk di rute offroad yang akan dilintasi peserta gowes, yaitu daerah perumahan PT HER, Kelurahan Sepinggan. Sedianya bendera start diangkat pukul 06.30 Wita, namun harus tertunda karena menunggu seluruh peserta berkumpul. Sebagian memang masih berdatangan. Uniform mereka warna-warni dengan desain yang unik-unik, lengkap dengan atribut penggowes sejati.

Yang sungguh tak diharapkan saat itu adalah hujan. Dan itu benar-benar terjadi menjelang acara dimulai. Semula panitia berkeinginan menunda beberapa menit, namun sebagian besar peserta terkesan sudah gelisah untuk mencengkeram aspal jalanan dan berjibaku dengan medan offroad yang menantang.

Alternatif lain sepeda harus dipikul
Kibasan bendera start yang ditunggu-tunggu akhirnya diwujudkan juga, meskipun rintik hujan seakan enggan berhenti. CEO Kaltim Post Bapak Ivan Firdaus SE mengeksekusi seremoni itu, persis di depan pertigaan trafficlight The Plaza Balikpapan. 

Tiga..dua…satu…gowes dimulai. Ratusan penggila offroad ini langsung memacu sepedanya masing-masing. Ada yang santai, ada juga yang langsung meluncur kencang. Wess… Tak lagi mempedulikan hujan.

Sekira limaratus meter dari garis start menuju Jalan Jenderal Sudirman (arah ke Bandara Sepinggan), peserta dihadapkan tantangan pertama, yaitu berbelok ke kiri jalan berbukit di samping Bank Danamon. Ini belum apa-apa, sudah ada satu dua penggowes gugur dan menuntun sepedanya. Padahal di depan sana masih ada 22 medan tanjakan yang lebih ‘’parah’’.
Seperti main di kubangan saja
Tanjakan menantang kedua di daerah Bukit Sion, Gunung Malang. Lagi-lagi sebagian peserta ‘’terhambur’’. Ekspresi wajah yang ngos-ngosan mewarnai iring-iringan pesepeda. Tanpa mengikuti aba-aba, sejumlah pesepeda ramai-ramai mendorong sepedanya ke atas bukit. Namun sebagian besar lolos melewati rintangan demi rintangan.
Mencicipi medan offroad mulai dirasakan ketika pesepeda mulai memasuki kawasan hutan kota Gunung Guntur, melintasi jalan setapak di sekitar Pondok Pesantren Baihura. 

Tetap segar dan semangat
Sebagian besar peserta yang enerjik memimpin di barisan terdepan masih tampak segar dengan semangat yang menggebu-gebu. Dan, inilah tantangan awal yang terberat yang dinanti-nantikan.  Tanjakan di gerbang Ponpes Baihura dengan slop  kemiringan yang kata panitia nyaris 90 derajat.

Ketika melintasi tanjakan yang tembus ke Jalan Beler tersebut, satu persatu penggowes berguguran. Turun dari sepeda lalu mendorong ke atas bukit. Tak terlihat wajah yang tersenyum. Saya perhatikan, banyak penggowes dengan MTB fulsus yang kewalahan. Mungkin ini efek bobing yang menguras enerji.
Di pertengahan medan uphill ini, saya sempat berhenti. Seorang peserta persis di depan berhenti mendadak, sembari memegang dada kanannya.
‘’Waduh, jantung saya kencang sekali denyutnya,’’ katanya separo berteriak ketika saya mencoba menyalipnya. Ia khawatir bila memaksakan akan terjadi sesuatu yang fatal bagi kesehatannya.
‘’Stop aja mas, jangan dipaksakan. Didorong aja sampai ke atas,’’ saran saya. Ia pun mendorong sepedanya.

Saling tolong bila ada yang rusak
Banyak peserta tak berhasil menyelesaikan di trek ekstrim ini. Saya termasuk yang tak tahan, lantas mendorong sekira lima meter menuju  atas bukit. Pertimbangannya adalah, lebih baik mendorong untuk menyimpan tenaga. Sebab medan yang lebih seksi di depan masih membutuhkan energi lebih.

Di bukit tanjakan persis di bibir Jalan Guntur Damai, tampak para peserta merenggangkan otot-ototnya dan berusaha mengumpulkan tenaga. Ada juga peserta yang tampak kewalahan, dan harus membaringkan badan di aspal. Tampak juga salah seorang peserta putri yang mengalami kaki keram. Waduh!

Keram kaki pun tak terhindarkan. Bantu dong...
Dari situ iring-iringan penggowes harus menelusuri jalur single track yang menurun, yang kiri kanan ditumbuhi padang ilalang. Tanahnya agak basah, dan sedikit licin. Lewat di etape pertama ini, para peserta rehat sejenak untuk membasahi tenggorokan. Panitia menyediakan air mineral dan pisang Ambon di posko, persis di parkiran Jim's Furniture depan Mal Balikpapan Baru. Sebagian kecil peserta tak memanfaatkan waktu jeda ini, dan langsung tancap gas menuju Jl Ruhuy Rahayu. Tanjakan landai di depan Lottemart menyambut dengan mesra para penggowes. Rute selanjutnya adalah depan Sport and Convention Center (Dome), Jl Manuntung.

Sejumlah penggowes menyudahi perjalanannya setelah melewati sejumlah rintangan di etape pertama ini. Ada yang langsung pulang, ada juga yang langsung menuju ke garis finish. Sebagian dari mereka mengaku cemas berhadapan dengan etape berikutnya yang dikabarkan justru lebih ekstrim.
‘’Lebih baik kembali , dari pada terjadi sesuatu,’’ khawatir seorang penggowes. Panitia memang menyarankan agar peserta yang merasa tak mampu melanjutkan perjalanan sebaiknya langsung kembali ke garis finis melalui jalan kota.

Setengah perjalanan sudah klenger
Dan kemudian, inilah trek tantangan yang sesungguhnya. Yaitu tanjakan berlumpur di kawasan menuju perumahan PT HER, Kelurahan Sepinggan. Banyak peserta berkumpul  dan rehat mengumpulkan tenaga di bawah tanjakan, sembari mengatur cara yang tepat melewati rintangan tersebut.

Sebenarnya tanjakan ekstrim ini tak terlalu berat. Namun karena diguyur hujan, maka tanah liat menjadi lumpur. Licin, dan melengket di ban sepeda. Para penggowes rombongan awal mengalami kesulitan untuk menembus rute ini. Pasalnya, ketika genjotan mendaki ban sepeda dipenuhi tanah liat. Baru beberapa meter kedepan sepeda langsung terhenti. Selain rantai, dan gir yang terbalut tanah liat, sepatu para penggowes juga ikut terekat tanah merah tersebut. Ini menambah beban.

Akhirnya sepeda harus didorong beberapa meter, lantas terhenti lagi. Kemudian ban sepeda dibersihkan. Begitu seterusnya sampai di atas bukit. Benar-benar menguras energi dan waktu. Tapi itu harus dilakukan, kalau tidak, mustahil bisa melanjutkan perjalanan.Wadaw...
Jalan pintas yang paling simple adalah memikul sepeda hingga ke lintasan yang dianggap aman. Dan itu dilakukan sebagian peserta. Para penggowes yang tiba belakangan di tanjakan double track PT HER ini justu agak terbantu. Sebab lumpur sedikit mengeras karena tekanan ban-ban sepeda penggowes sebelumnya.

Di panggung mengundi hadiah kambing
Saat berada di lintasan ‘’gila’’ (begitu sebagian peserta menyebutnya) ini, tampak sebagian besar peserta kehabisan tenaga. Ada yang istirahat di bawah pohon. Ada yang mampir di kedai penduduk sekitar. Ada pula yang sibuk 
membersihkan sepedanya dari lumpur dengan genangan air hujan. Selebihnya  ngotot melanjutkan perjalanan ke etape berikutnya. Saya termasuk yang memaksakan untuk terus meluncur ke rute selanjutnya.

Medan tanjakan terakhir yang menantang adalah jalan berbukit menuju Jl Syarufuddin Yoes, depan Mapolda Kaltim. Sudah bisa ditebak, banyak penggowes berguguran, dan harus menyerah. Klenger. Saya pun tak sempat mencicipi jalur ini, karena terjadi insiden. Rantai putus dan gir kecil sepeda rontok. Alamak!

Mejeng bareng anggota BBC
Sebenarnya seorang peserta sudah mengingatkan ketika ia mendampati saya beberapa kali memperbaiki rantai sepeda yang selalu terlepas dari girnya. ‘’Jangan dipaksa, ntar bisa patah RDnya,’’ katanya mengingatkan. Tapi saya ngotot dan terus menggenjot di tanjakan. Dan benar. Prak…putus deh. Huh!!!
Tak ada teknisi di perjalanan. Tak ada juga peralatan untuk memperbaiki. Otomatis perjalanan terhenti sampai disitu. Hasrat untuk menuntaskan rute gila ini akhirnya pupus. Syukurnya, ketua panitia yang juga Ketua Besar BBC Pak Idris melintas dengan pickup. Sepeda hardtail yang saya pakai pun diangkut, dan saya nunut pulang ke kota dengan seorang rekan fotografer Kaltim Post, Mas Ambri. Alhamdulillah. Tengkyu banget buat Mas Ambri dan Pak Idris, sukses acaranya.

Sampai di garis finish para peserta dihibur oleh music electone, dan dijamu makan gratis. Ada pula pembagian doorprize, seperti sepeda gunung dan barang elektronik, serta perlengkapan sepeda. Yang menarik panitia menyediakan hadiah kambing. Seremoni pembagian hadiah event dalam rangka HUT ke-1 BBC tersebut dihadiri Wali Kota Balikpapan H Rizal Effendi SE. 

Jajal rute hingga petang
Dua hari sebelumnya, Jumat 12 Oktober saya sempat ujicoba melewati rute-rute ‘’gila’’ ini, mengayuh pedal  dari sore hingga disambut petang. Lumayan menguras tenaga. Ada yang bilang memang beda menggenjot sepeda sore dan pagi. Setidaknya tenaga lebih banyak terkuras di sore hari. Tapi tidak jugalah, medan lumpur yang baru dilewati penggowes di tanjakan PT HER justru jauh lebih menguras tenaga dan waktu. Rasanya begitu. Waktu tempuh yang diprediksi panitia sekitar 135 menit pun gagal. Salah satunya karena cuaca dan karakter medan yang unpredictable itu.
Okey deh, sampai bertemu di rute ekstrim lainnya. Salah satunya adalah Jambore Sepeda Nasional 11 November 2012 dengan jarak tempuh 32 kilometer dan trek kombinasi onroad-offroad (*)























Medan Ganas di Sumur Gas


Jelajah gowes sambil wisata kali ini mengasyikkan, yaitu ke Sumur Gas Vico. Letaknya di Desa Lamaru, sekira 26 kilometer dari pusat kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Medan menantang membentang di depan mata. Tanah liat dengan kontur tak beraturan bekas kikisan air, serta naik turun tanjakan di sekitar bukit-bukit terjal, menjadi warna-warni perjalanan Minggu yang nelangsa.


Sumur Gas Vico yang akan dieksploitasi
Pagi itu rasa penasaran saya menggebu-gebu. Ingin segera berkunjung ke sumur gas yang dikelola oleh Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) di Desa Lamaru. Sumur gas ini kembali diperbincangkan setelah 30 tahun tak dimanfaatkan, lantaran hasil penelitian tidak komersial. 

Jalan Rantau Bakula menuju sumur gas
Kini perusahaan minyak dan gas Virginia Indonesia Company (Vico) akan kembali mengeksploitasi, dan akan menjual gas ke Perusahaan Daerah (Perusda) Balikpapan. Seperti dikutip koran harian Kaltim Post, penandatanganan nota kesepakatan antara Vico dengan Perusda ini sudah dilakukan 25 September 2012.

Sejatinya tak sulit menuju Sumur Gas Lamaru-1 ini. Letaknya sebelah kiri ruas jalan Mulawarman, arah menuju Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara. Persis di pinggir jalan tertulis, Jl Rantau Bakula. Nah dari situ, tampak jalan berbukit. Dari bibir jalan menuju Sumur Gas Lamaru-1 sekira 1,5 sampai 2 kilometer.

Jeli jangan salah jalan
Bagi para penggowes medan ini sesungguhnya tak terlalu berat. Selain tidak banyak trek uphill alias tanjakan yang memaksa kita menuntun sepeda, sebagian jalur double track, jadi  bisa dilewati mobil. Dan sangat enjoy bila kita lintasi dengan sepeda gunung. Sayangnya, enjoy itu tak saya dapatkan saat itu. Karena tersesat! Wadaw…
Semula saya tak menyana kalau menuju sumur gas itu hanya ada satu jalan. Saya pikir, toh jaraknya tak kelewat jauh. Jadi nyantai saja.

Namun apa lacur, belum sampai satu kilometer menggowes pagi itu saya dihadapkan dua pilihan. Lewat lintasan sebelah kiri, atau sebelah kanan. Tanpa pertimbangan macam-macam, saya memilih jalur kiri. Jalannya tidak terlalu baik. Mendaki dan bergelombang. Alias tidak rata, yang kecil kemungkinan untuk didaki dengan sepeda gunung. Uih medannya ganas banget. Akhirnya harus mendorong sepeda. Hati pun nelangsa.

Pilih arah kanan
Terus menelusuri jalan ini dengan beberapa tanjakan, bertemu lagi pilihan dua arah jalan, kiri atau kanan. Lagi-lagi saya memilih ke arah kiri. Jalannya justru lebih parah. Duh pake jalur drop off segala. Tapi tak apalah demi satu tujuan, yaitu gowes ke sumur gas. Asik juga bersepeda seorang diri. Sialnya, tak tahu persis arahnya. Dengan gaya sok tahu ini, ternyata membawa apes. Semakin jauh berjalan, semakin tak jelas keberadaan sumur gas itu. Memangnya tak ada penunjuk jalan? Bener gak ada. Sumpah deh.

Beberapa kandang ayam potong milik warga
Seberapa lama berjalan akhirnya saya mendapati beberapa rumah penduduk. Suasananya sepi. Hanya ada suara anak-anak kecil bermain dan suara-suara ternak ditelan keheningan.
“Permisi…maaf bu, jalan menuju sumur gas Vico sebelah mana ya?” tanya saya kepada seorang ibu yang berada di pondok kecil. Ia sedang mengasuh anaknya.

“Wah saya gak tahu. Saya orang baru di sini,’’ jawabnya. Alamak!
“Coba aja terus ke arah sana, mungkin nanti ketemu,” katanya lebih lanjut, seraya menunjuk ke arah barat. Kalau ke arah selatan tembus Pasar Manggar, sambungnya. Tapi lumayan jauh. 
 Tampaknya ia keluarga dari pekerja pabrik bata yang ada di sekitar itu. Selain pabrik bata, di sepanjang jalan terdapat juga pondok-pondok panjang beratap daun nipah milik peternak ayam potong.

Jalan lurus bisa dilewati mobil
Saya nurut saja petunjuk ibu paro baya itu. Kemudian kembali menggowes. Wes..wes.. mendaki tanjakan. Saya pilih arah barat. Nah, bertemu simpang empat. Makin bingung. Kemana ya? Agak nekat, pilih arah utara saja ngikuti feeling. Terus menggowes, masuk keluar kebun warga, sesekali melintasi jalan setapak yang rindang dengan pohon-pohon besar.

Semakin jauh lagi menggowes, semakin tak tampak pula tanda-tanda sumur gas yang dituju. Tak ada tempat bertanya lagi, jalan masih sangat sepi. Sinar matahari mulai menusuk kulit. Peluh bercucuran tak terbendung. Jersey sudah basah. Rasa frustasi mencoba menggoda. Tapi saya tepis, tetap saja menggowes masuk hutan.

Tiba-tiba saja saya terkejut bukan kepalang. Seekor kera hutan berwarna coklat melompat dengan cepat persis di depan saya. Astaga! Tampaknya sedang birahi, ia berusaha mengejar kera betina. Detak jantung berdetak keras di antara heningnya hutan. Saya mencoba diam barang sejenak, mengatur nafas pelan-pelan. Tapi jantung tetap saja deg-degan. Nervous.
Salah arah bisa tersesat

Setelah itu kembali menelusuri jalan berbukit, saya putuskan untuk rehat di gundukan tanah persis di bawah pohon yang nyaris mati kekeringan. Masih juga tak ada tanda-tanda bertemu sumur gas. Sementara matahari mulai meninggi. Saya tengok jam sudah menunjukkan pukul 11.46 Wita. Masih bingung mau kemana. Mungkinkah saya tersesat?

Medan yang menantang. Boleh dicoba.
Setelah menenggak air bekal beberapa kali, akhirnya saya putuskan untuk kembali menelusuri persimpangan empat tadi. Nah, dalam perjalanan inilah saya berlawanan arah dengan seorang petani yang mengendarai sepeda motor. Jenis bebek yang dimodifikasi semacam trail, sepertinya didesain sendiri khusus untuk melintasi area perkebunan. Yang saya perhatikan tak ada nomor polisinya. 

Sedikit menyerongkan sepeda di tengah jalan, saya seakan-akan ingin menghadang perjalanannya. Ia berhenti. Sepertinya paham maksud saya. Setelah bertanya akhirnya mendapat penjelasan. Walah ternyata saya salah jalan. Apa boleh buat, kembali menggowes berbalik arah. Menuju jalan yang dilintasi semula. Hanya sekira 25 menit lebih sedikit dari situ, sumur gas akhirnya dengan mudah saya temukan. Duh, lega juga rasanya. 

Warga di sekitar sumur gas ini lebih mengenal dengan jalan hapko, sebutan itu diambil dari nama perusahaan migas Huffco, sebelum berganti nama menjadi Virginia Indonesia Company (Vico). Di lokasi sumur gas ini saya sempat ngobrol-ngobrol sebentar dengan beberapa orang pekerja dari Vico yang kebetulan tengah melakukan survey kelayakan tanah. Ouw, asik juga dapat sedikit informasi. Dari lokasi sumur gas ini tak ada lagi jalan tembus. Alias buntu.

Tim survey mengukur kelayakan tanah
Papan identitas sumur gas
Ketika menuju arah pulang rasa letih sudah tak terasa, terhibur oleh pengalaman tersesat yang mengasikkan di minggu pertama Oktober. 

Siang itu saya tidak langsung memutuskan kembali menggowes ke arah kota, melainkan ke arah kiri menuju Pantai Wisata Lamaru untuk membasahi tenggorakan dengan air kelapa muda. Hmm, lega deh.  (*)




.