Selasa, 16 Oktober 2012

Medan Ganas di Sumur Gas


Jelajah gowes sambil wisata kali ini mengasyikkan, yaitu ke Sumur Gas Vico. Letaknya di Desa Lamaru, sekira 26 kilometer dari pusat kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Medan menantang membentang di depan mata. Tanah liat dengan kontur tak beraturan bekas kikisan air, serta naik turun tanjakan di sekitar bukit-bukit terjal, menjadi warna-warni perjalanan Minggu yang nelangsa.


Sumur Gas Vico yang akan dieksploitasi
Pagi itu rasa penasaran saya menggebu-gebu. Ingin segera berkunjung ke sumur gas yang dikelola oleh Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) di Desa Lamaru. Sumur gas ini kembali diperbincangkan setelah 30 tahun tak dimanfaatkan, lantaran hasil penelitian tidak komersial. 

Jalan Rantau Bakula menuju sumur gas
Kini perusahaan minyak dan gas Virginia Indonesia Company (Vico) akan kembali mengeksploitasi, dan akan menjual gas ke Perusahaan Daerah (Perusda) Balikpapan. Seperti dikutip koran harian Kaltim Post, penandatanganan nota kesepakatan antara Vico dengan Perusda ini sudah dilakukan 25 September 2012.

Sejatinya tak sulit menuju Sumur Gas Lamaru-1 ini. Letaknya sebelah kiri ruas jalan Mulawarman, arah menuju Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara. Persis di pinggir jalan tertulis, Jl Rantau Bakula. Nah dari situ, tampak jalan berbukit. Dari bibir jalan menuju Sumur Gas Lamaru-1 sekira 1,5 sampai 2 kilometer.

Jeli jangan salah jalan
Bagi para penggowes medan ini sesungguhnya tak terlalu berat. Selain tidak banyak trek uphill alias tanjakan yang memaksa kita menuntun sepeda, sebagian jalur double track, jadi  bisa dilewati mobil. Dan sangat enjoy bila kita lintasi dengan sepeda gunung. Sayangnya, enjoy itu tak saya dapatkan saat itu. Karena tersesat! Wadaw…
Semula saya tak menyana kalau menuju sumur gas itu hanya ada satu jalan. Saya pikir, toh jaraknya tak kelewat jauh. Jadi nyantai saja.

Namun apa lacur, belum sampai satu kilometer menggowes pagi itu saya dihadapkan dua pilihan. Lewat lintasan sebelah kiri, atau sebelah kanan. Tanpa pertimbangan macam-macam, saya memilih jalur kiri. Jalannya tidak terlalu baik. Mendaki dan bergelombang. Alias tidak rata, yang kecil kemungkinan untuk didaki dengan sepeda gunung. Uih medannya ganas banget. Akhirnya harus mendorong sepeda. Hati pun nelangsa.

Pilih arah kanan
Terus menelusuri jalan ini dengan beberapa tanjakan, bertemu lagi pilihan dua arah jalan, kiri atau kanan. Lagi-lagi saya memilih ke arah kiri. Jalannya justru lebih parah. Duh pake jalur drop off segala. Tapi tak apalah demi satu tujuan, yaitu gowes ke sumur gas. Asik juga bersepeda seorang diri. Sialnya, tak tahu persis arahnya. Dengan gaya sok tahu ini, ternyata membawa apes. Semakin jauh berjalan, semakin tak jelas keberadaan sumur gas itu. Memangnya tak ada penunjuk jalan? Bener gak ada. Sumpah deh.

Beberapa kandang ayam potong milik warga
Seberapa lama berjalan akhirnya saya mendapati beberapa rumah penduduk. Suasananya sepi. Hanya ada suara anak-anak kecil bermain dan suara-suara ternak ditelan keheningan.
“Permisi…maaf bu, jalan menuju sumur gas Vico sebelah mana ya?” tanya saya kepada seorang ibu yang berada di pondok kecil. Ia sedang mengasuh anaknya.

“Wah saya gak tahu. Saya orang baru di sini,’’ jawabnya. Alamak!
“Coba aja terus ke arah sana, mungkin nanti ketemu,” katanya lebih lanjut, seraya menunjuk ke arah barat. Kalau ke arah selatan tembus Pasar Manggar, sambungnya. Tapi lumayan jauh. 
 Tampaknya ia keluarga dari pekerja pabrik bata yang ada di sekitar itu. Selain pabrik bata, di sepanjang jalan terdapat juga pondok-pondok panjang beratap daun nipah milik peternak ayam potong.

Jalan lurus bisa dilewati mobil
Saya nurut saja petunjuk ibu paro baya itu. Kemudian kembali menggowes. Wes..wes.. mendaki tanjakan. Saya pilih arah barat. Nah, bertemu simpang empat. Makin bingung. Kemana ya? Agak nekat, pilih arah utara saja ngikuti feeling. Terus menggowes, masuk keluar kebun warga, sesekali melintasi jalan setapak yang rindang dengan pohon-pohon besar.

Semakin jauh lagi menggowes, semakin tak tampak pula tanda-tanda sumur gas yang dituju. Tak ada tempat bertanya lagi, jalan masih sangat sepi. Sinar matahari mulai menusuk kulit. Peluh bercucuran tak terbendung. Jersey sudah basah. Rasa frustasi mencoba menggoda. Tapi saya tepis, tetap saja menggowes masuk hutan.

Tiba-tiba saja saya terkejut bukan kepalang. Seekor kera hutan berwarna coklat melompat dengan cepat persis di depan saya. Astaga! Tampaknya sedang birahi, ia berusaha mengejar kera betina. Detak jantung berdetak keras di antara heningnya hutan. Saya mencoba diam barang sejenak, mengatur nafas pelan-pelan. Tapi jantung tetap saja deg-degan. Nervous.
Salah arah bisa tersesat

Setelah itu kembali menelusuri jalan berbukit, saya putuskan untuk rehat di gundukan tanah persis di bawah pohon yang nyaris mati kekeringan. Masih juga tak ada tanda-tanda bertemu sumur gas. Sementara matahari mulai meninggi. Saya tengok jam sudah menunjukkan pukul 11.46 Wita. Masih bingung mau kemana. Mungkinkah saya tersesat?

Medan yang menantang. Boleh dicoba.
Setelah menenggak air bekal beberapa kali, akhirnya saya putuskan untuk kembali menelusuri persimpangan empat tadi. Nah, dalam perjalanan inilah saya berlawanan arah dengan seorang petani yang mengendarai sepeda motor. Jenis bebek yang dimodifikasi semacam trail, sepertinya didesain sendiri khusus untuk melintasi area perkebunan. Yang saya perhatikan tak ada nomor polisinya. 

Sedikit menyerongkan sepeda di tengah jalan, saya seakan-akan ingin menghadang perjalanannya. Ia berhenti. Sepertinya paham maksud saya. Setelah bertanya akhirnya mendapat penjelasan. Walah ternyata saya salah jalan. Apa boleh buat, kembali menggowes berbalik arah. Menuju jalan yang dilintasi semula. Hanya sekira 25 menit lebih sedikit dari situ, sumur gas akhirnya dengan mudah saya temukan. Duh, lega juga rasanya. 

Warga di sekitar sumur gas ini lebih mengenal dengan jalan hapko, sebutan itu diambil dari nama perusahaan migas Huffco, sebelum berganti nama menjadi Virginia Indonesia Company (Vico). Di lokasi sumur gas ini saya sempat ngobrol-ngobrol sebentar dengan beberapa orang pekerja dari Vico yang kebetulan tengah melakukan survey kelayakan tanah. Ouw, asik juga dapat sedikit informasi. Dari lokasi sumur gas ini tak ada lagi jalan tembus. Alias buntu.

Tim survey mengukur kelayakan tanah
Papan identitas sumur gas
Ketika menuju arah pulang rasa letih sudah tak terasa, terhibur oleh pengalaman tersesat yang mengasikkan di minggu pertama Oktober. 

Siang itu saya tidak langsung memutuskan kembali menggowes ke arah kota, melainkan ke arah kiri menuju Pantai Wisata Lamaru untuk membasahi tenggorakan dengan air kelapa muda. Hmm, lega deh.  (*)




.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar