Jelajah gowes sambil wisata kali ini mengasyikkan, yaitu ke Sumur Gas
Vico. Letaknya di Desa Lamaru, sekira 26 kilometer dari pusat kota Balikpapan,
Kalimantan Timur. Medan menantang membentang di depan mata. Tanah liat dengan kontur
tak beraturan bekas kikisan air, serta naik turun tanjakan di sekitar
bukit-bukit terjal, menjadi warna-warni perjalanan Minggu yang nelangsa.
Sumur Gas Vico yang akan dieksploitasi |
Jalan Rantau Bakula menuju sumur gas |
Sejatinya tak sulit menuju Sumur Gas Lamaru-1 ini. Letaknya sebelah kiri ruas jalan Mulawarman, arah menuju Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara. Persis di pinggir jalan tertulis, Jl Rantau Bakula. Nah dari situ, tampak jalan berbukit. Dari bibir jalan menuju Sumur Gas Lamaru-1 sekira 1,5 sampai 2 kilometer.
Jeli jangan salah jalan |
Semula saya tak menyana kalau menuju sumur gas itu
hanya ada satu jalan. Saya pikir, toh jaraknya tak kelewat jauh. Jadi nyantai
saja.
Namun apa lacur, belum sampai satu kilometer menggowes pagi itu saya dihadapkan dua pilihan. Lewat lintasan sebelah kiri, atau sebelah kanan. Tanpa pertimbangan macam-macam, saya memilih jalur kiri. Jalannya tidak terlalu baik. Mendaki dan bergelombang. Alias tidak rata, yang kecil kemungkinan untuk didaki dengan sepeda gunung. Uih medannya ganas banget. Akhirnya harus mendorong sepeda. Hati pun nelangsa.
Pilih arah kanan |
Beberapa kandang ayam potong milik warga |
“Permisi…maaf bu, jalan menuju sumur gas Vico sebelah
mana ya?” tanya saya kepada seorang ibu yang berada di pondok kecil. Ia sedang
mengasuh anaknya.
“Wah saya gak tahu. Saya orang baru di sini,’’
jawabnya. Alamak!
“Coba aja terus ke arah sana, mungkin nanti ketemu,”
katanya lebih lanjut, seraya menunjuk ke arah barat. Kalau ke arah selatan
tembus Pasar Manggar, sambungnya. Tapi lumayan jauh.
Tampaknya ia keluarga dari pekerja pabrik bata yang ada di sekitar itu. Selain pabrik bata, di sepanjang jalan terdapat juga pondok-pondok panjang beratap daun nipah milik peternak ayam potong.
Tampaknya ia keluarga dari pekerja pabrik bata yang ada di sekitar itu. Selain pabrik bata, di sepanjang jalan terdapat juga pondok-pondok panjang beratap daun nipah milik peternak ayam potong.
Jalan lurus bisa dilewati mobil |
Semakin jauh lagi menggowes, semakin tak tampak pula tanda-tanda
sumur gas yang dituju. Tak ada tempat bertanya lagi, jalan masih sangat sepi.
Sinar matahari mulai menusuk kulit. Peluh bercucuran tak terbendung. Jersey
sudah basah. Rasa frustasi mencoba menggoda. Tapi saya tepis, tetap saja
menggowes masuk hutan.
Tiba-tiba saja saya terkejut bukan kepalang. Seekor
kera hutan berwarna coklat melompat dengan cepat persis di depan saya. Astaga!
Tampaknya sedang birahi, ia berusaha mengejar kera betina. Detak jantung
berdetak keras di antara heningnya hutan. Saya mencoba diam barang sejenak, mengatur nafas pelan-pelan. Tapi jantung tetap saja deg-degan. Nervous.
Salah arah bisa tersesat |
Setelah itu kembali menelusuri jalan berbukit, saya putuskan untuk rehat di gundukan tanah persis di bawah pohon yang nyaris mati kekeringan. Masih juga tak ada tanda-tanda bertemu sumur gas. Sementara matahari mulai meninggi. Saya tengok jam sudah menunjukkan pukul 11.46 Wita. Masih bingung mau kemana. Mungkinkah saya tersesat?
Medan yang menantang. Boleh dicoba. |
Sedikit menyerongkan sepeda di tengah jalan, saya
seakan-akan ingin menghadang perjalanannya. Ia berhenti. Sepertinya paham
maksud saya. Setelah bertanya akhirnya mendapat penjelasan. Walah ternyata saya
salah jalan. Apa boleh buat, kembali menggowes berbalik arah. Menuju jalan yang
dilintasi semula. Hanya sekira 25 menit lebih sedikit dari situ, sumur gas akhirnya
dengan mudah saya temukan. Duh, lega juga rasanya.
Warga di sekitar sumur gas ini lebih mengenal dengan jalan hapko, sebutan itu diambil dari nama perusahaan migas Huffco, sebelum berganti nama menjadi Virginia Indonesia Company (Vico). Di lokasi sumur gas ini saya sempat ngobrol-ngobrol sebentar dengan beberapa orang pekerja dari Vico yang kebetulan tengah melakukan survey kelayakan tanah. Ouw, asik juga dapat sedikit informasi. Dari lokasi sumur gas ini tak ada lagi jalan tembus. Alias buntu.
Tim survey mengukur kelayakan tanah |
Papan identitas sumur gas |
Siang itu saya tidak langsung memutuskan kembali menggowes ke arah kota, melainkan ke arah kiri menuju Pantai Wisata Lamaru untuk membasahi tenggorakan dengan air kelapa muda. Hmm, lega deh. (*)
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar