Senin, 26 Agustus 2013

Ragu Melaju di Tangkuban Perahu

Baru tiba di Bandara Husein Sastranegara
Gowes bareng di kota sendiri Balikpapan, rasanya sangat berbeda bila dibandingkan bersepeda di kota lain. Dan ini benar-benar dirasakan ketika menjajal Tangkuban Perahu. Bila di Kalimantan cuacanya panas, di  kota kembang Bandung justru sebaliknya. Benar-benar dis-orientasi. Apalagi tunggangannya gak familiar, lantaran harus menyewa sepeda.


(Hari Pertama)
Siap-siap makan siang di Ampera
Gowes bareng prakarsa Kaltim Post Group ke Bandung selama tiga hari kali ini diikuti kawan-kawan goweser dari Balikpapan, Samarinda, dan Penajam Paser Utara. Total ada 22 orang.

Kami menumpang Lion Air. Penerbangan menuju Bandara Husein Sastranegara, Bandung ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam dengan transit 25 menit di Bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin.
Saat check in di Bandara Sepinggan Balikpapan, kami tidak terlalu sibuk dengan tetek bengek bagasi, lantaran dari sejumlah rombongan hanya ada lima orang yang membawa sepeda sendiri. Yang lain sepakat untuk menyewa saja saat di Bandung nanti.

Menu tradisional menggugah selera
Saat landing di Bandung, masih pagi.  Udara terasa sejuk. Kami ramai-ramai foto bareng, kompak dengan t-shrit bertuliskan Gowes to Bandung di bagian dada serta Kaltim Post di bagian punggung. Masing-masing peserta dibekali empat jersey oleh panitia yang nantinya akan dipakai dalam waktu berbeda.
 
Kami disambut kawan Fahmi yang rajin saling kontak menjelang ke berangkatan, kemudian dibawa ke Hotel Grand Preanger, hotel bintang lima yang menjadi homebase selama melakoni rangkaian tur. Sebelumnya mampir santap siang di Warung Nasi Ampera di Jl Padjadjaran 133. Makanannya lumayan mengenyangkan.
Foto bareng di Dago
Jadwal gowes bareng pertama adalah gowes malam, tujuannya Dago. Setelah rehat, kami bebas memilih sepeda masing-masing. Ada 17 sepeda disiapkan panitia. Sepeda sewaan ini macam-macam jenisnya, ada yang HT, AM dengan fulsusnya, ada  juga DH komplit dengan dual crown.

Sensasi Bandung sepeda malam
Sore itu saya mendapat tugas untuk mengecek sepeda satu persatu, baik rem, grup set, ban, sampai ke handle bar segala. Semua bagus. Sepeda sewaan ini bila diperhatikan seksama, adalah milik perorangan dari kelompok komunitas. 

Namun bila diperhatikan onderdilnya, terkesankalau sepeda yang biasa dipakai untuk medan berat. Bahkan sebagian masih tampak bekas-bekas lumpur menempel di ban.  Sewanya relatif murah, berkisar Rp 160 ribu per hari.

Di cafe Ngopi Doeloe sebelum ke hotel
Kawan-kawan yang tak membawa sepeda bebas memilih tunggangannya. Sementara lima rekan kami dari Mitra Bike Samarinda justru sibuk merakit sepeda Spesialized bawaannya.
 
Mereka adalah M Rozaly, Haidar Fachmi, M Wahyudi, Rusliansyah, dan Fikri Arief Perdana. Rampung merakit sepeda, sore itu pun mereka pun langsung menjajal aspal kota Bandung. Kelimanya tampak enjoy.

Loading sepeda ke Tangkuban Perahu
Selepas magrib kami siap-siap di parkiran hotel untuk memulai gowes mengelilingi kota Bandung. Iring-iringan gowes ini  dipandu klub motor Hotel Grand Preanger. Rute yang dilewati adalah Jalan Asia Afrika-Braga-Wastu Kencana, Riau, Citarum-Diponegoro, dan Ir Juanda atau yang lebih dikenal dengan Jalan Dago.

Kami sempat berhenti di depan Gedung Sate, pusat pemerintahan Jawa Barat yang dibangun tahun 1920 untuk foto bareng. Setelah itu meneruskan perjalanan ke kawasan Car Free Day (CFD) di Dago. Ramai sekali. Tampak muda-mudi kota kembang berkumpul. Selain sekadar nongkrong, mereka juga ada yang main skateboard.

Tujuan akhir kami adalah ke kafe Ngopi Doeloe, untuk menikmati jamuan makan malam. Setelah itu kami beriringan kembali ke hotel untuk istirahat. Sebagian peserta shopping.

(Hari Kedua)
Di Gerbang Cikole Jayagiri
Jadwal gowes selanjutnya hari kedua adalah Tangkuban Perahu. Pagi itu pukul 7.30 kawan-kawan sudah siap dengan jersey, helm, dan sarung tangannya masing-masing. Usai sarapan kami naik ke bus wisata untuk menuju puncak Tangkuban  Perahu yang jaraknya sekitar 28 kilometer.

Kenapa gak gowes dari hotel ke Tangkuban Perahu? Ini yang menggoda pikiran kami. Panitia dari EO Borneo Enterprisindo memang mengatur jadwalnya demikian. Pertimbangannya, kalau gowes mendaki ke Tangkuban Perahu khawatir rombongan akan kelelahan. Karenanya diputuskan untuk downhill saja dari Tangkuban Perahu. Lebih aman.

Cikole jadi tempat latihan sepeda
Lagian jalan menanjak ke Tangkuban Perahu lumayan dasyat! Panjang tanjakannya minta ampun, dan trek seperti ini tak pernah ditemukan di Kalimantan. Bagi kawan-kawan goweser Balikpapan, tanjakan adalah hal biasa. Apalagi goweser di komunitas Rabu Gowes rajin melahap tanjakan saban minggu.  Cukup terbiasa. 

Tapi itu untuk tanjakan pendek! Lah di Tangkuban Perahu ini jalan menanjaknya puanjang banget. Ampun deh…
Biasanya tanjakan di Tangkuban Perahu ini dijadikan tempat berlatih uphill atlet-atlet sepeda di Bandung. Kebetulan di pertengahan menuju Tangkuban Perahu juga ada Cikole Jayagiri, wadah outbond dan ada tempat latihan race sepeda.

Di puncak Tangguban Perahu
Lima anggota rombongan dari Mitra Bike Samarinda plus Ashari, goweser dari Penajam memutuskan untuk mendaki Tangkuban Perahu dari hotel Preanger di Jl Asia Afrika. Mereka tidak ikut rombongan dengan bus, tapi menggenjot sepeda. ‘’Ok lah kalau begitu, ga masalah,’’ tukas Mba Awal, bos Borneo Enterprisindo.
 
Sebelumnya saya berdiskusi dengan Ashari dan menyarankan sebaiknya ke Tangkuban Perahu down hill saja, ga usah uphill. ‘’Saya mau coba,’’ ujar rekan sekamar saya di Preanger itu.

Di atas kawah Tangkuban Perahu
Pagi itu keenam goweser ini yakin akan mendaki Tangkuban Perahu dengan sepeda. Kami pun berangkat dengan bus, sedangkan 17 sepeda diangkut menggunakan pick up.
 
Kami harus mengakui semangat tempur keenam rekan kami untuk menggowes ke Tangkuban Perahu, meskipun mereka harus ‘’menyerah’’ di tengah jalan dan dijemput dengan pick up.

Hampir dua jam dari Hotel Grand Preanger bus kami tiba di puncak Tangkuban Perahu, setelah singgah sejenak di Terminal Jayagiri, untuk kemudian meneruskan perjalanan ke puncak dengan mini bus.

Beradaptasi dengan cuaca dingin
Setelah foto bareng dengan latar belakang kawah Tangkuban Perahu, kami down hill menuju Graha Ciater. Jalan on road menurun ini cukup memacu andrenalin, dengan kecematan rata-rata 40 km/jam. 
Cuaca yang dingin membuat kami tak terbiasa. Apalagi saat itu gerimis kecil mewarnai perjalanan. Embun pun membuat pemandangan kami agak sedikit terganggu.

Meskipun aspal onroad dengan track menurun tak menyulitkan kami memacu sepeda, namun diperlukan ekstra hati-hati, lantaran banyak tikungan tajam di sepanjang jalan menurun di Tangkuban Perahu tersebut. 

Meluncur ke Graha Ciater
Yang membuat kami agak kagok, lantaran kurang familiar dengan tunggangan masing-masing. Maklum sepeda sewaan. Harus cepat beradaptasi, terutama dengan system rem. Karena ada posisi rem yang berbeda dengan kebiasaan sepeda masing-masing. Misalnya, rem belakang berada di posisi kiri handlebar. Sebaliknya demikian. 
 
Rem sangat penting. Karena track-nya full menurun, maka kami benar-benar mengandalkan rem. Sebagian sepeda sudah menggunakan disc brake, tapi ada juga yang masih rim brake. Begitu juga dengan shifter, ada yang hydraulic, ada juga yang biasa. Perlu adaptasi juga.

Rehat sejenak di perkebunan teh
Tiga kawan kami terpaksa tak melanjutkan perjalanan menurun tersebut, dengan alasan khawatir dengan system rem sepeda yang ditunggangi, masih mengandalkan rim brake. Akhirnya mereka diangkut dengan pick up.

Saya termasuk yang agak ragu memacu laju sepeda. Meskipun sepeda GT merah yang saya tunggani menggunakan shifter yang sudah hydraulic dan disc brake, tapi tetap saya harus fokus hati-hati. Beberapa kali roda belakang masih bergerak ketika saya rem di tikungan tajam. Apalagi aspal jalan basah, ada tantangan tersendiri.

Menikmati udara pagi yang sejuk
Jarak dari Tangkuban Perahu ke Graha Ciater gak terlalu jauh, kurang lebih 8 kiloan. Selain on road juga melintasi offroad, jalur double track di perkebunan teh daerah Lembang . Pemandangannya lumayan indah, namun sebagian dihiasi kabut. Udaranya pun  sejuk dan dingin.

Tak butuh waktu lama kami sampai di tujuan akhir di tempat peristirahatan sumber air panas Graha Ciater. Tempat peristirahatan ini dilengkapi dengan bar, restoran, dan kolam pemandian air panas.
Setelah menyantap lalapan yang jadi menu makan siang, kami menceburkan diri ke dalam kolam air panas. Relaksasi, melemaskan otot-otot kaki yang tegang. Guyuran hujan menambah semburan uap dari kolam air panas.

(Hari Ketiga)
Jadwal gowes pada hari ketiga adalah menuju kawasan Car Free Day (CFD) di Jalan Dago.  Barangkali lantaran keletihan, gowes pagi itu tak diikuti semua peserta tur. Karenanya, ada sejumlah sepeda yang nganggur. Kebetulan sepeda-sepeda sewaan ini diparkir di lobby hotel.

Di titik Nol Bandung siap-siap gowes
Subuh itu hati saya terbersit untuk menukar sepeda. GT merah yang saya tunggangi dari hari pertama, saya tukar dengan sepeda United Patrol AMP yang di-setting seperti sepeda down hill. Tertarik saja untuk mencicipi Patrol Amp, lagian kangen dengan Patrol yang nangkring di rumah.
 
Sementara kawan-kawan rombongan masih melungker  di tempat tidur, Subuh itu pukul 5.00 waktu Bandung, saya sudah pemanasan gowes mengitari jalan-jalan utama di sekitar Asia Afrika, sampai Dago. Dua jam cukup. Karena pukul 7.00, peserta sudah harus ngumpul di lobby untuk berangkat bareng di kawasan CFD.

Usai sarapan pagi, kami mulai aksi gowes barang lagi, menuju kawasan CFD yang jaraknya relatif dekat. Hanya beberapa menit sudah sampai di lokasi yang sangat ramai tersebut. Ribuan masyarakat Bandung tumplek blek di kawasan ini untuk berolahraga. Ada yang jogging, senam pagi, bersepeda, sampai yang sekadar mejeng cuci mata. Padat sekali pagi itu.
Iring-iringan rombongan kami di CFD sempat bertemu dengan komunitas Paguyuban Sepeda Baheula Bandung. Kebetulan mereka hari itu berkumpul untuk merayakan hari jadinya yang ke-8. Kami pun berkenalan dan foto bareng. Ada suasana keakraban antara pesepeda Kalimantan dan pesepeda ontel Bandung. Sama seperti komunias sepeda ontel di Balikpapan, hari itu mereka juga mengenakan kostum-kostum tempoe doeloe. Seru juga.

Bersama paguyuban Sepeda Baheula Bandung di CFD
Mereka berkumpul untuk merayakan ultah, sekaligus merencanakan event Bandung Lautan Ontel. Wah, mantap ya. Di Bandung kabarnya sudah ada lima ribu ontelis. Luar biasa!

Sahabat Mitra Bike Samarinda
Pagi itu juga kami sempat foto-foto bareng diengan Michael Chandra, presenter RCTI yang kebetulan sedang take gambar untuk liputan Seputar Indonesia di bawah flyover Pasupati masih di kawasan CFD.

Setelah dari CFD kami meluncur ke Jalan Diponegoro untuk berbelanja di pasar dadakan tersebut, dan tentu berbelanja onderdil sepeda. Beberapa saat kemudian kembali ke hotel untuk siap-siap check out.

Lalu meneruskan perjalanan menuju Bandara Husein Sastranegara untuk terbang kembali ke Balikpapan. Tuntas sudah rangkaian tur gowes kami di awal Februari 2013 itu. Bandung asyik. Salam untuk goweser Kota Kembang. (*)