Baru tiba di Bandara Husein Sastranegara
Gowes
bareng di kota sendiri Balikpapan, rasanya sangat berbeda bila dibandingkan
bersepeda di kota lain. Dan ini benar-benar dirasakan ketika menjajal Tangkuban
Perahu. Bila di Kalimantan cuacanya panas, di kota kembang Bandung justru sebaliknya.
Benar-benar dis-orientasi. Apalagi tunggangannya gak familiar, lantaran harus
menyewa sepeda.
(Hari Pertama)
Siap-siap makan siang di Ampera
Gowes
bareng prakarsa Kaltim Post Group ke Bandung selama tiga hari kali ini diikuti
kawan-kawan goweser dari Balikpapan, Samarinda, dan Penajam Paser Utara. Total
ada 22 orang.
Kami
menumpang Lion Air. Penerbangan menuju Bandara Husein Sastranegara, Bandung
ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam dengan transit 25 menit di Bandara
Syamsudin Noor, Banjarmasin.
Saat check in di Bandara Sepinggan
Balikpapan, kami tidak terlalu sibuk dengan tetek bengek bagasi, lantaran dari
sejumlah rombongan hanya ada lima orang yang membawa sepeda sendiri. Yang lain
sepakat untuk menyewa saja saat di Bandung nanti.
Menu tradisional menggugah selera
Saat landing di Bandung, masih pagi. Udara terasa sejuk. Kami ramai-ramai foto
bareng, kompak dengan t-shrit bertuliskan
Gowes to Bandung di bagian dada serta Kaltim
Post di bagian punggung. Masing-masing peserta dibekali empat jersey oleh
panitia yang nantinya akan dipakai dalam waktu berbeda.
Kami
disambut kawan Fahmi yang rajin saling kontak menjelang ke berangkatan,
kemudian dibawa ke Hotel Grand Preanger, hotel bintang lima yang menjadi homebase selama melakoni rangkaian tur. Sebelumnya
mampir santap siang di Warung Nasi Ampera di Jl Padjadjaran 133. Makanannya
lumayan mengenyangkan.
Foto bareng di Dago
Jadwal
gowes bareng pertama adalah gowes malam, tujuannya Dago. Setelah rehat, kami
bebas memilih sepeda masing-masing. Ada 17 sepeda disiapkan panitia. Sepeda
sewaan ini macam-macam jenisnya, ada yang HT, AM dengan fulsusnya, ada juga DH komplit dengan dual crown.
Siap-siap makan siang di Ampera |
Menu tradisional menggugah selera |
Foto bareng di Dago |
Sensasi Bandung sepeda malam |
Sore itu
saya mendapat tugas untuk mengecek sepeda satu persatu, baik rem, grup set,
ban, sampai ke handle bar segala. Semua bagus. Sepeda sewaan ini bila
diperhatikan seksama, adalah milik perorangan dari kelompok komunitas.
Namun
bila diperhatikan onderdilnya, terkesankalau sepeda yang biasa dipakai untuk
medan berat. Bahkan sebagian masih tampak bekas-bekas lumpur menempel di
ban. Sewanya relatif murah, berkisar Rp
160 ribu per hari.
Di cafe Ngopi Doeloe sebelum ke hotel |
Mereka
adalah M Rozaly, Haidar Fachmi, M Wahyudi, Rusliansyah, dan Fikri Arief Perdana.
Rampung merakit sepeda, sore itu pun mereka pun langsung menjajal aspal kota
Bandung. Kelimanya tampak enjoy.
Loading sepeda ke Tangkuban Perahu |
Selepas
magrib kami siap-siap di parkiran hotel untuk memulai gowes mengelilingi kota
Bandung. Iring-iringan gowes ini dipandu
klub motor Hotel Grand Preanger. Rute yang dilewati adalah Jalan Asia
Afrika-Braga-Wastu Kencana, Riau, Citarum-Diponegoro, dan Ir Juanda atau yang
lebih dikenal dengan Jalan Dago.
Kami sempat berhenti di depan Gedung Sate, pusat
pemerintahan Jawa Barat yang dibangun tahun 1920 untuk foto bareng. Setelah itu
meneruskan perjalanan ke kawasan Car Free Day (CFD) di Dago. Ramai sekali. Tampak muda-mudi
kota kembang berkumpul. Selain sekadar nongkrong, mereka juga ada yang main skateboard.
Tujuan
akhir kami adalah ke kafe Ngopi Doeloe, untuk menikmati jamuan makan malam.
Setelah itu kami beriringan kembali ke hotel untuk istirahat. Sebagian peserta shopping.
(Hari Kedua)
Di Gerbang Cikole Jayagiri |
Kenapa gak
gowes dari hotel ke Tangkuban Perahu? Ini yang menggoda pikiran kami. Panitia
dari EO Borneo Enterprisindo memang mengatur jadwalnya demikian.
Pertimbangannya, kalau gowes mendaki ke Tangkuban Perahu khawatir rombongan
akan kelelahan. Karenanya diputuskan untuk downhill
saja dari Tangkuban Perahu. Lebih aman.
Cikole jadi tempat latihan sepeda |
Tapi itu untuk tanjakan pendek! Lah di Tangkuban Perahu
ini jalan menanjaknya puanjang banget. Ampun deh…
Biasanya
tanjakan di Tangkuban Perahu ini dijadikan tempat berlatih uphill atlet-atlet sepeda di Bandung. Kebetulan di pertengahan
menuju Tangkuban Perahu juga ada Cikole Jayagiri, wadah outbond dan ada tempat latihan race
sepeda.
Di puncak Tangguban Perahu |
Sebelumnya
saya berdiskusi dengan Ashari dan menyarankan sebaiknya ke Tangkuban Perahu down hill saja, ga usah uphill. ‘’Saya mau coba,’’ ujar rekan
sekamar saya di Preanger itu.
Di atas kawah Tangkuban Perahu |
Kami harus
mengakui semangat tempur keenam rekan kami untuk menggowes ke Tangkuban Perahu,
meskipun mereka harus ‘’menyerah’’ di tengah jalan dan dijemput dengan pick up.
Hampir dua
jam dari Hotel Grand Preanger bus kami tiba di puncak Tangkuban Perahu, setelah
singgah sejenak di Terminal Jayagiri, untuk kemudian
meneruskan perjalanan ke puncak dengan mini bus.
Setelah
foto bareng dengan latar belakang kawah Tangkuban Perahu, kami down hill menuju Graha Ciater. Jalan on road
menurun ini cukup memacu andrenalin, dengan kecematan rata-rata 40 km/jam.
Cuaca
yang dingin membuat kami tak terbiasa. Apalagi saat itu gerimis kecil mewarnai
perjalanan. Embun pun membuat pemandangan kami agak sedikit terganggu.
Meskipun
aspal onroad dengan track menurun tak menyulitkan kami
memacu sepeda, namun diperlukan ekstra hati-hati, lantaran banyak tikungan
tajam di sepanjang jalan menurun di Tangkuban Perahu tersebut.
Meluncur ke Graha Ciater |
Rem
sangat penting. Karena track-nya full menurun, maka kami benar-benar
mengandalkan rem. Sebagian sepeda sudah menggunakan disc brake, tapi ada juga yang masih rim brake. Begitu juga dengan shifter, ada yang hydraulic, ada juga yang biasa. Perlu
adaptasi juga.
Rehat sejenak di perkebunan teh |
Tiga
kawan kami terpaksa tak melanjutkan perjalanan menurun tersebut, dengan alasan
khawatir dengan system rem sepeda yang ditunggangi, masih mengandalkan rim brake. Akhirnya mereka diangkut
dengan pick up.
Saya
termasuk yang agak ragu memacu laju sepeda. Meskipun sepeda GT merah yang saya
tunggani menggunakan shifter yang
sudah hydraulic dan disc brake, tapi tetap saya harus fokus
hati-hati. Beberapa kali roda belakang masih bergerak ketika saya rem di
tikungan tajam. Apalagi aspal jalan basah, ada tantangan tersendiri.
Menikmati udara pagi yang sejuk |
Tak butuh waktu lama kami sampai di tujuan akhir di tempat peristirahatan sumber air panas Graha Ciater. Tempat peristirahatan ini dilengkapi dengan bar, restoran, dan kolam pemandian air panas.
Setelah menyantap lalapan yang jadi menu makan siang,
kami menceburkan diri ke dalam kolam air panas. Relaksasi, melemaskan otot-otot
kaki yang tegang. Guyuran hujan menambah semburan uap dari kolam air panas.
(Hari
Ketiga)
Jadwal gowes pada hari ketiga adalah menuju kawasan
Car Free Day (CFD) di Jalan Dago. Barangkali lantaran keletihan, gowes pagi itu
tak diikuti semua peserta tur. Karenanya, ada sejumlah sepeda yang nganggur.
Kebetulan sepeda-sepeda sewaan ini diparkir di lobby hotel.
Di titik Nol Bandung siap-siap gowes |
Sementara kawan-kawan rombongan masih melungker di tempat tidur, Subuh itu pukul 5.00 waktu
Bandung, saya sudah pemanasan gowes mengitari jalan-jalan utama di sekitar Asia
Afrika, sampai Dago. Dua jam cukup. Karena pukul 7.00, peserta sudah harus
ngumpul di lobby untuk berangkat bareng di kawasan CFD.
Usai sarapan pagi, kami mulai aksi gowes barang
lagi, menuju kawasan CFD yang jaraknya relatif dekat. Hanya beberapa menit
sudah sampai di lokasi yang sangat ramai tersebut. Ribuan masyarakat Bandung
tumplek blek di kawasan ini untuk berolahraga. Ada yang jogging, senam pagi, bersepeda,
sampai yang sekadar mejeng cuci mata. Padat sekali pagi itu.
Iring-iringan rombongan kami di CFD sempat bertemu
dengan komunitas Paguyuban Sepeda Baheula Bandung. Kebetulan mereka hari itu berkumpul
untuk merayakan hari jadinya yang ke-8. Kami pun berkenalan dan foto bareng.
Ada suasana keakraban antara pesepeda Kalimantan dan pesepeda ontel Bandung.
Sama seperti komunias sepeda ontel di Balikpapan, hari itu mereka juga
mengenakan kostum-kostum tempoe doeloe. Seru juga.
Bersama paguyuban Sepeda Baheula Bandung di CFD |
Sahabat Mitra Bike Samarinda |
Setelah dari CFD kami meluncur ke Jalan Diponegoro
untuk berbelanja di pasar dadakan tersebut, dan tentu berbelanja onderdil sepeda.
Beberapa saat kemudian kembali ke hotel untuk siap-siap check out.
Lalu meneruskan perjalanan menuju Bandara Husein
Sastranegara untuk terbang kembali ke Balikpapan. Tuntas sudah rangkaian tur
gowes kami di awal Februari 2013 itu. Bandung asyik. Salam untuk goweser Kota
Kembang. (*)