Penampilannya sederhana dan bersahaja. Cara bicaranya pun biasa saja. Terkesan tak ada yang istimewa darinya. Namun siapa nyana, pria pengembara bersepeda keliling Indonesia ini bukan orang biasa-biasa saja. Ia ingin mewujudkan mimpinya membingkai benang silaturahmi dari ribuan kilometer yang dikayuhnya. Dialah Muhammad Yusuf pecinta gowes dari Payakumbuh.
Yusuf ikut Gowes Spektakular |
Acara Gowes Spektakuler gelaran Kaltim Post di Lapangan
Merdeka akhir Januari 2013 lalu dipadati ribuan penggembira sepeda. Mereka ada
yang datang dari Samarinda, Bontang, Tenggarong, Penajam Paser Utara,
Banjarmasin, dan pesepeda tuan rumah Balikpapan. Namun boleh jadi tak banyak
yang tahu, kalau di antara ribuan pengayuh sepeda tersebut di antaranya adalah
Muhammad Yusuf. Ia salah satu sang pengembara sepeda keliling Indonesia asal
Payakumbuh, Sumatera Barat.
“Kebetulan saya
sedang berada di Balikpapan, jadi sekalian aja ikut Gowes Spektaluer ini,” ujar pria kelahiran 10 Maret 1964 ini ketika membuka perbincangan
dengannya di sela-sela penarikan doorprize
Gowes Spektakuler. Saya pun mempersilahkan Yusuf untuk naik ke podium untuk
sesi foto. Podium ini memang dibuat panitia untuk foto komunitas sepeda peserta
Gowes Spektakular yang menyediakan hadiah mobil tersebut.
Itu pertemuan pertama saya dengannya. Pertemuan kedua di
lobby Gedung Biru Kaltim Post, Jl Soekarno-Hatta, Balikpapan. Saat itu Yusuf
siap-siap untuk meneruskan perjalanannya ke ibukota provinsi, Samarinda. Ia
tetap bersepeda dari Balikpapan-Samarinda yang jaraknya seratus kilometer
lebih.
Bila kawan-kawan komunitas MTB Balikpapan berhasil menempuh
empat jam lebih bersepeda dari Balikpapan ke Samarinda, tentu tidaklah demikian Yusuf. “Kalau
saya gak ada target berapa jam sampainya. Nyantai aja, yang penting sampai
tujuan. Kalau letih, ya istirahatlah,”katanya
enteng.
Yusuf siap-siap gowes ke Samarinda |
Balikpapan adalah kota pertama di bumi Kalimantan yang
disinggahinya. Setelah Balikpapan dan Samarinda, ia mengayuh sepedanya menuju
Bontang, Tenggarong dan Tarakan, dan beberapa kabupaten lainnya. Setelah dari
Kalimantan, Yusuf meneruskan perjalanan ke Kalimantan Selatan, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Barat dan menyeberang kembali ke kepulauan Riau.
Sudah ribuan kilometer dikayuhnya. Yusuf hanya mengandalkan
sepeda Wimcycle biru yang dilengkapi single
crank, dan enam gir belakang. Grupset sepedanya sangat sederhana. Tak ada
perlengkapan khusus lainnya. Namun ia selalu membawa bekal ban dalam.
Menurutnya ban dalam sangat penting untuk perjalanan jauh seperti yang ia
lakukan.
Sudah berapa kali ganti ban dalam? ‘’Wah sudah gak kehitung lagi. Saat
di Flores saja, sudah yang keseratus dua puluh satu,” terang pria yang mengaku cucu dari seorang veteran ini.
Yusuf sudah sembilan kali mengganti ban luar sejak memulai perjalanannya 25
Desember 2008 silam. Sepeda yang dibelinya
pada 19 Desember 2008 tersebut dihias dengan pelat bertuliskan Petualang dari R
1 AU, serta bendera Merah Putih. Selebihnya perlengkapan penunjang, seperti
onderdil, alas tikar, serta tas yang isinya sejumlah dokumen dan buku
perjalanan, seperti buku kesan pesan.
Hingga bincang dengannya Januari
2013 lalu, Yusuf mengaku sudah menyimpan 8 buku pesan dan kesan dari para
perwira kepolisian, 9 buku dari bintara, tiga buku lapor tiba di setiap
kepolisian, sepuluh map dokumen umum, serta dokumen khusus dari kepolisian ada
9 map.
Apakah buku-buku dokumen itu selalu
dibawa dalam perjalanan? “Oh tidak. Kalau buku sudah
penuh, dan sudah tak mungkin dibawa, segera saya kirim ke rumah,” ujarnya.
Apa sebenarnya misi Yusuf mengembara
keliling Indonesia dengan bersepeda? Toh bukannya sudah banyak dilakukan oleh
petualang pendahulunya?
“Memang sudah banyak pengeliling Indonesia seperti saya.
Tapi banyak juga yang kurang memperhatikan
pencatatan dan dokumentasi. Saya ingin menjadi orang pertama yang tertib
administrasi. Saya mengikuti segala prosedur untuk bertemu dengan para pejabat
setempat,” tegasnya.
Empat misi utama yang
diembanYusuf, yakni mengampanyekan perpolisian masyarakat, budaya membaca,
penghentian pemanasan global, dan bersepeda itu sehat.“Memang misi saya kedengarannya sederhana, dan kadang sering
dianggap remeh bahkan diabaikan banyak orang,” ujarnya.
“Setiap di kabupaten atau kota
yang saya singgahi, saya selalu minta dukungan para pejabat baik Wali Kota, Kapolres
atau Kapolda berupa tanda tangan atau stempel sebagai legalitas bahwa saya
sudah sampai di wilayah tersebut,”terang alumnus Universitas Riau,
jurusan Fisipol Administrasi Negara tahun 1991 ini.
Ia memulai petualangannya dari
Teluk Kuantan, Desa Kampung Baru RT 01 RW 01 Kecamatan Tuan Tengah, Kabupaten
Kuansing. Dari kota asalnya itu duda beranak satu ini berangkat ke arah selatan
Sumatera, lalu ke Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, lalu ke Nusa Tenggara
Timur.
Setelah transit di Pulau Buton,
Sulawesi Tenggara, Yusuf menyeberang ke Papua dan bersepeda ke Fakfak serta 35
kabupaten lainnya. Setelah kurang lebih 10 bulan berada di Papua, dia beranjak
menuju Maluku Utara kemudian ke Sulawesi hingga Kalimantan. Balikpapan adalah
kota ke-339 yang dikunjunginya.
Setelah dari Kalimantan, pria
berkacamata ini harus menyambangi delapan provinsi lagi, antara lain kepulauan
Riau, Aceh, Medan, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. “Target saya pada awal 2014 perjalanan saya mengelilingi
Indonesia selesai,” tandas mantan wartawan yang sudah malang melintang selama
20 tahun di berbagai media lokal tersebut.
Dari ribuan kilometer yang ditempuhnya tidak semua melulu
dikayuh dengan sepeda. Bila tidak mungkin dilintasi, ya harus menggunakan
transportasi lain, seperti naik ferry untuk menyeberang antar pulau. Namun
selama itu daratan dan terbentang akses jalan umum, maka sudah pasti Yusuf
melewatinya dengan sepeda.
Selama perjalanan tidur dimana? “Ya gak tentu. Dimana saja bisa. Saya paling gak repot
untuk urusan tidur,” tukasnya.
Kadang Yusuf menginap di kantor polisi, di bawah pohon, penginapan, emperan
toko, dan ditawari menginap di komunitas pencinta
alam dan di komunitas sepeda setempat. “Kalau dengan komunitas paling gampang, kodenya hanya salam
satu aspal,” ujarnya seraya tertawa lepas.
Sinopsis membingkai benang silaturahmi |
Yusuf juga tak jarang diundang
oleh komunitas sepeda untuk memberikan kesan dan pengalamannya selama
perjalanan. Termasuk ketika berada di Bontang, ia diundang oleh salah satu
komunitas MTB. Begitu juga saat di Balikpapan diundang oleh mahasiswa Uniba.
Ada yang menggoda pikiran saya
saat bincang denganYusuf, apakah ia tidak takut bersepeda sendirian? “Saya tidak takut hantu. Yang
saya takuti hanya Tuhan,” katanya. Sekali waktu Yusuf
juga berhadapan dengan binatang buas, seperti harimau, dan beruang. Lantas apa
yang harus dilakukannya? “Kalau sudah begitu, saya diam
tak banyak bergerak sambil mempersiapkan senjata seperti pisau. Kemudian
mengamati gerak-geriknya sampai dia pergi. Sebab kalau kita lari, binatang buas
seperti itu malah bisa mengejar. Wah, bahaya kan!” ujarnya terkekeh.
Yusuf membiayai sendiri
perjalanannya keliling Indonesia. Namun ia mengakui terkadang ada juga bantuan
dari pihak lain, namun ia enggan menyebut nominalnya. “Pokoknya adalah.”
Selain penjelajahannya dengan
sepeda Yusuf ternyata juga rajin menulis. Ia sudah membuat 378 judul puisi dari
500 karya puisi yang ditargetkannya. Ia pun sedang menyusun proposal untuk
membukukan puisi-puisi tersebut kepada Kapolri. Judul buku yang direncanakannya
bertajuk, Bersepeda Keliling Indonesia : Dari Sektor ke Resor Membingkai Benang
Silaturahmi.
Apa yang paling berkesan selama perjalanan? “Wah banyak sekali. Sulit juga
saya ceritakan. Tapi pernah selama perjalanan Lebaran
pertama tahun 2009 saya habiskan bersama Jokowi di Surakarta,
Solo,”kenangnya.
Solo,”kenangnya.
M Yusuf |
Ngobrol dengan Yusuf asyik juga.
Tapi ada yang ingin saya tanyakan sejak awal. Apakah gak capek gowes ribuan
kilometer? “Gak juga, nyantai aja,” jawabnya enteng.
Wah bagi dong resepnya? “Yang penting hindari trauma lutut. Kalau bersepeda usahakan
menggunakan bobot dan gerak tubuh, Jadi tidak hanya mengandalkan dengkul,” kata Yusuf sembari mencontohkan gerakan tubuh yang
dimaksud. Oalah begitu toh…
Ternyata benar juga nasihat Yusuf.
Setelah saya praktikkan sarannya, bersepeda sejauh 100 Km pun tembus.
Terimakasih Pak Yusuf. Senang sekali bisa berbincang dengan Anda. Selamat
menempuh perjalanan, semoga sukses selalu (*)
Saya
sempat terkejut membaca komen dari kawan blogger emerzet615 tentang “sepak
terjang” M Yusuf, atas dugaan kasus yang menimpanya. Semoga hal seperti ini tak
terjadi lagi kedepannya.
Berikut
ini kutipan tulisan yang dipetik dari blog atjehlink.com tersebut.
Akhir
‘Petualangan’ Pesepeda dari Riau
Banda Aceh – M Yusuf (55), pria
asal Riau yang mengaku sebagai pesepeda keliling Indonesia diamankan aparat
Polsek Syiah Kuala akibat dugaan tindak pidana pencurian yang dilakukannya di
Sekretariat Mapala Hukum Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh, Jumat (5/12/2014) malam.
Tertangkapnya pelaku berawal dari hilangnya satu unit
telepon genggam milik salah seorang mahasiswa FKIP Unsyiah yang berkunjung ke
Sekretariat Mapala Hukum Unsyiah. Malam itu, pelaku juga kebetulan sedang
berada di sana.
Menurut Agus, anggota Mapala Hukum Unsyiah, setelah
memeriksa setiap sudut ruangan sekretariat, pihaknya menemukan telepon
genggam tersebut di dalam tas milik pelaku. “Pelaku berdalih telepon genggam
tersebut hanya ia simpan dan rencananya akan dikembalikan saat akan pulang.”
Selanjutnya, kejadian itu dilaporkan ke Polsek Syiah
Kuala. “Setelah digeledah oleh polisi, bersama tersangka juga ditemukan
sejumlah telepon genggam, handycam, laptop,dan barang-barang berharga lainnya,”
kata Agus.
Menurut pengakuan pelaku, ia berencana memecahkan rekor
MURI dengan mengumpulkan tanda tangan alumni Akpol yang bertugas di seluruh
Indonesia. Perjalanan ‘Sang Petualang’ yang mengaku telah enam tahun bersepeda
keliling Indonesia itu akhirnya terhenti akibat perbuatannya tersebut. (bink)
M Yusuf (55), pesepeda asal Riau saat dibawa ke kantor polisi terkait dugaan pencurian di area Kampus Unsyiah, Jumat (5/12/2014) malam. |
Nyaris Bunuh Diri, Pesepeda Asal Riau
Kini Telah Bebas
Banda Aceh – Kasus hukum yang mendera M Yusuf (55),
pesepeda keliling Indonesia asal Provinsi Riau yang ditangani pihak Kepolisian
Sektor (Poldek) Syiah Kuala berakhir damai. (Baca: Akhir ‘Petualangan’ Pesepeda dari Riau)
Kapolsek Syiah Kuala melalui
Kanit Reskrim Polsek Syiah Kuala, Bripka Iwan Wahyudi kepada AtjehLINK, Senin
(15/12/2014), menuturkan, pihak korban telah membatalkan laporan atas kasus
pencurian yang dilakukan tersangka.
“Ada itikad baik dari kedua belah
pihak untuk berdamai. Kami dari pihak kepolisian menilai kasus ini merupakan
tindak pidana ringan sebab barang yang dicuri harganya tidak sampai Rp 2,5
juta. Jadi bisa diselesaikan secara damai. Kami juga mengapresiasi itikad baik
tersebut.”
Tersangka juga sempat depresi dan
berencana akan melakukan bunuh diri dengan meminum cairan pembersih lantai
karena sangat menyesali perbuatannya. “Beruntung petugas kami segera
menenangkan tersangka. Semoga kasus ini bisa menjadi pelajaran untuk saudara M
Yusuf,” imbuhnya.
“Saat ini saudara M Yusuf sudah
berangkat ke medan. Dia berangkat Sabtu (13/12) lalu setelah selama seminggu
lebih kita amankan di Mapolsek untuk menghindari hal-hal yang tidak di
inginkan,” tambah Iwan.
Seperti diberitakan sebelumnya, M Yusuf yang menyebut dirinya
sang petualang bersepeda dari Riau ditahan pihak kepolisian setelah kedapatan
mencuri satu unit telepon genggam milik mahasiswa FKIP Unsyiah yang sedang
berkunjung ke Sekretariat Mapala Hukum Unsyiah. (bink)