Minggu, 30 Agustus 2015

Sensasi di Jembatan Perbatasan

Gowes Tour de Malsin 2015 Etape 3 


Pada hari ketiga Tour de Malsin 2015 rombongan pesepeda Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post sedianya menyelesaikan etape 3 menempuh jarak hanya sekira 60an kilometer dari Johor Bahru, Malaysia ke Singapura. Sayangnya, enerji pegiat sepeda gunung ini justru tercerabut oleh persoalan perizinan lintasan, bukan lantaran letih otot memancal sepeda.

Di benteng A Famosa Melaka 
SABTU 16 Mei pukul 06.00 kami berkumpul di restoran A Famosa Resort di kawasan Alor Gajah Jalan Raya North-South, Melaka, untuk menyantap sarapan yang serba komplit. Wajah para sahabat ‘’ergecer’’ –sebutan anggota RGC-- tampak ceria. Istirahat semalam memang dimanfaatkan maksimal. Pagi itu para pesepeda sudah mentereng dengar jersey warna dasar merah berlogo Kaltim Post, Garuda Indonesia dan Accor Hotels.com.

Pada hari ketiga Tour de Malsin ini sedianya kami ekstra gowes ke obyek wisata peninggalan Portugis di Melaka. Namun karena ribetnya untuk mengurusi loading sepeda dalam truk boks, akhirnya kami putuskan untuk naik bus saja ke tempat tersebut. Toh jaraknya tak kelewat jauh. Hanya sekira 5 kilometer.
Di depan tugu Ratu Victoria Melaka

Di tempat wisata sejarah ini sekira pukul 9 pagi. Kami sekadar mengambil foto depan tugu air mancur Ratu Victoria di sekitar bangunan merah peninggalan arsitektur Belanda bernama Stadthuys. Kemudian bergambar di depan puing gerbang bangunan tua Porta de Santiago yang dikenal sebagai benteng pertahanan A Famosa, saksi sejarah masa kejayaan Portugis disana.


Siap melintas Johor Bahru ke Singapura. 
Dari destinasi ini kami melanjutkan pelancongan ke Johor Bahru dengan bus pariwisata. Jaraknya 273 Km. Perjalanan darat sekira tiga jam benar-benar dimanfaatkan sahabat goweser untuk relaksasi. Apalagi pemandangan kiri-kanan jalan perkebunan sawit yang menjenuhkan membuat kelopak mata kami terasa berat.

Sebelum tiba di tempat check point keimigrasian, rombongan lebih dulu makan siang bareng menu nasi lemak dan teh tarik di foodcourt  yang berada di ujung timur kota semenanjung Malaysia itu. Beberapa di antara kami menyempatkan  untuk bertukar ringgit ke dolar Singapura di money changer.


Menunggu verifikasi paspor di Johor Bahru
DIHADANG MASALAH
Kami tak menyana kalau perjalanan kali ini terusik masalah. Gak ada tanda-tanda bakalan ribet. Semua mulus saat di Johor Bahru Kastam Checkpoint. Begitu juga ketika masuk ke perbatasan Singapura.  Verifikasi paspor keimigrasian di Woodlands Check Point juga lancar.  Kecuali langkah tiga kawan kami sempat terhenti untuk pemeriksaan lebih jauh karena ada yang membawa handy talky. Kami pun menunggu belasan menit.
Yang ini sungguh di luar dugaan. Truk pembawa sepeda kami yang mengekor bus jauh di belakang harus terhambat di check point gate Imigrasi Johor Bahru. Puluhan sepeda dalam truk itu tertahan di parkiran gedung Imigrasi Sultan Iskandar Muda lantaran dianggap tak berdokumen! Wadow..


Gowes malam di Jembatan Selat Johor
Jonathan yang dipercaya sebagai leader Tour de Malsin sudah kasak-kusuk agar sepeda dalam truk bisa lolos ke Singapura. Tapi apa lacur, petugas setempat tetap ngotot, lantas memberikan alternatif  bahwa untuk melintas dari Johor Bahru ke Singapura sepeda harus ditunggangi masing-masing oleh pemiliknya. Alamaaak!

Akhirnya rombongan kembali ke tempat makan siang di Johor Bahru tadi, agar bisa mengambil sepeda masing-masing untuk dipancal menuju Singapura. Okelah kalau begitu. Kami pun harus mengulang verifikasi paspor. Hebat, dalam waktu relatif singkat itu kami sudah pulang pergi Malaysia-Singapura-Malaysia-Singapura lagi.  Waktu tersita disini. Capek sih, tapi tetap harus semangat. Kami sedikit “GR” alias gede rasa ketika


 Di teras restoran Satay By The Bay  
antre check point seorang petugas mengira kami adalah rombongan atlet sepeda Sea Games 2015 yang dihelat di Singapura 5-16 Juni itu?
JALUR SEPEDA
Hari jelang petang. Janji untuk gowes bareng wali kota Balikpapan Rizal Effendi dan rombongan Garuda Indonesia di Singapura otomatis ter-delay. Padahal direncanakan sore.
Kami gowes perlahan dari Johor Bahru ke tempat check point keimigrasian sudah pukul 06.35. Sampai disini, masih juga terhambat. Kami tak diperbolehkan bersepeda  ke Singapura karena melintasi jalur bebas hambatan. Oalah byung.., rasanya seperti dipingpong.


Walikota serahkan piagam Tour de Malsin 
Setelah negosiasi berulang kali, akhirnya iring-iringan bersepeda diperbolehkan menjajal lintas batas dua negara tersebut. Saat itu matahari senja mulai menguning, langit pun perlahan mulai menggelap. Kompak lampu sepeda kami nyalakan.
Ada rasa lega ketika kami diperbolehkan melintasi perbatasan Malaysia-Singapura. Gowes melewati jembatan sepanjang satu kilometer di atas Selat Johor itu ada sensasi tersendiri. Ini sungguh berbeda ketika kami gowes melewati Jembatan Dondang di Kutai Kertanegara dimana pemandangannya lebih banyak hutan mangrove delta Mahakam.

Jembatan perbatasan negeri tetangga itu menawarkan pemandangan indah. Lampu-lampu gemerlap di Woodlands dari kejauhan yang mencerminkan potret metropolis Negeri Singa cukup melegakan hati.

Tim Garuda Indonesia di Marina Bay
Namun sayang seribu sayang. Persis di ujung jembatan Selat Johor yang dibangun 1923 itu  iring-iringan sepeda kami disemprit, lalu dipaksa berhenti oleh petugas Singapura. Kenapa? Perjalanan gak boleh diteruskan! Padahal peluh belum membanjir.

Alasannya; ‘’basikal’’ dilarang melewati jalur cepat ini. Negosiasi di pinggir jalan dengan belasan petugas di sana sampai satu jam lebih, tetap juga tak berhasil. Konyol juga. Akhirnya kami kembali duduk manis dalam bus seraya menelan kecewa. Sepeda pun harus diangkut truk yang sengaja didatangkan. Suer, enerji kami seakan-akan terkuras oleh  persoalan seperti ini.

Gowes pagi di kawasan Marina Bay  
Akhirnya peserta tur baru bisa bertemu rombongan wali kota Rizal Effendy, General Manager Garuda Indonesia Balikpapan Josep A Saul di Satay By The Bay sekira pukul sebelas malam. Foodcourt makanan halal ini tak jauh dari kawasan Marina Bay Singapura. Kami langsung “balas dendam” menyantap malam menu steamboat dan sea food sepuasnya yang harga seporsi 29 dolar  Singapura. Di sela-sela dinner itu orang nomor satu di Pemkot Balikpapan tersebut juga menyerahkan piagam penghargaan Tour de Malsin kepada tiga perwakilan peserta, Soeny, Prihandayo dan Sumantri Wibisono alias Jack Baronet.

Malam itu tak ada kesempatan untuk istirahat panjang. Setiba di hotel Ibis Novena, Irrawady Road, tempat kami menginap hampir pukul dua malam. Kesibukan Singapura mulai redup.
Kami berkemas packing sepeda. Sebagian goweser menyempatkan waktu sempit berbelanja tengah malam di Mustafa Center kawasan little India.

Di depan Hard Rock Singapura 
Pukul 4 pagi kami sudah sarapan dan bersiap meluncur ke bandara Internasional Changi mengejar penerbangan pagi via Garuda Indonesia GA 823 pukul 06.55 untuk kembali ke Tanah Air. Kami terbang satu pesawat dengan Walikota Rizal Effendi.

Empat rekan kami, Soeny, Srianti, Felix dan Evi tetap bertahan di ‘’negeri seribu satu larangan’’ itu untuk keperluan lain, dan keesokannya gowes seharian mengitari Marina Bay dan pusat perbelanjaan Orchard Road. Ketika kami di Singapura, republik seluas 716 km persegi itu masih tetap getol menggeber sejumlah program gaet wisata lewat Singapura Tourism Board-nya. (*)


Senin, 22 Juni 2015

Menerjang Jalur Panas

Gowes Tour de Malsin 2015 Etape 2

 Etape 2 Tour de Malsin 2015 tak berlebih bila disebut tantangan terberat bagi goweser Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post. Sebanyak 23 pegiat sepeda gunung ini sedianya harus melewati rute ratusan kilometer dari Putra Jaya menuju Melaka. Meski begitu, Tour de Malsin 2015 kerja bareng Garuda Indonesia ini tetap menoreh kesan.

Di Putra Jaya siap-siap ke Melaka
TUNTAS melahap Etape 1 sepanjang 30-an kilometer dari Kuala Lumpur menuju Putra Jaya, rombongan rehat sejenak di Putra Square, Jumat (5/6). Setelah menikmati matahari pagi pukul 09.15, bubuhan  touring RGC langsung menerjang tantangan rute berikutnya, yaitu jalur on-road yang membentang di negeri jiran tersebut.

Jadwal yang dipatok semula iring-iringan ini akan menempuh rute sepanjang 107 km menuju A Famosa Resort, Melaka, melalui highway. Di tempat wisata itu rombongan dijadwalkan rehat menginap hanya semalam.
Meski letih tetap ceria

“Ternyata kita tidak mendapatkan izin untuk bersepeda melewati jalan tol ke Melaka. Akhirnya kita mengambil plan B melalui jalur alternatif. Namun jaraknya lebih panjang, sekitar 200 kilometer,” ujar Jonatan, leader Tour de Malsin 2015 saat briefing sebelum landas Etape 2.

Mendengar jarak mencapai 200-an km beberapa goweser mengernyitkan kening. Sempat keder juga. Bahkan tiga peserta angkat tangan untuk tak menyertai pada Etape 2. Namun tidak demikian bagi tiga gowesist, yakni Srianti, Sugiarti, dan Evi. Tiga “srikandi” ini tetap ngotot menerobos Etape 2. “Kita gowes semampunya saja. Kalau sudah merasa tak bisa melanjutkan perjalanan, ya dievakuasi,” tandas Jonatan.

Dengan roadbike bisa hemat tenaga
Rute alternatif ini juga menetapkan satu titik peristirahatan, yakni di Port Dickson, kawasan Negeri Sembilan yang merupakan negara bagian Federasi Malaysia. Jaraknya dari Putra Jaya sekira 90 km. Di Etape 2 ini  turut dalam iring-iringan bus wisata, truk boks pengangkut sepeda, dan satu unit ambulans komplet dengan tenaga medisnya.

Konsentrasi kami yang pertama adalah bagaimana bisa mencapai Port Dickson, setelah itu baru memikirkan Etape selanjutnya; dari Negeri Sembilan ke Melaka. Sesungguhnya rute dari Kuala Lumpur-Putra Jaya-Port Dickson-Malaka ini bila dibanding-bandingkan tak seberat medan Balikpapan-Samarinda, atau Balikpapan-Sangasanga, atau Samarinda-Bontang yang banyak lintasan perbukitan.

Tak ada pilihan selain dievakuasi
Jalan dari Kuala Lumpur hingga Melaka lebih banyak flat. Lagian permukaan jalan aspal mulus. Kalau pun banyak tanjakan, elevasinya tak seganas di Tahura Bukit Soeharto itu. Landai-landai saja meskipun tetap mempertaruhkan daya tahan fisik. Yang agak menggoda kami adalah terik matahari yang membakar kulit tanpa henti. “Panasnya bisa sampai 39 derajat,” ujar goweser Bebet yang berbadan tambun.


Penulis saat di pertengahan jalan ke Negeri Sembilan
Pada awal iring-iringan menuju Port Dickson, para sahabat goweser ini ‘’anteng-anteng saja’’. Termasuk tiga gowesist Sugiarti, Srianti, dan Evi. Ketangguhan tiga perempuan pesepeda ini baru teruji pada jarak 50-an kilometer.

Jalan lengang dengan kiri dan kanan pemandangan perkebunan kelapa sawit sepanjang puluhan kilometer itu ternyata tak cukup menghibur kami dari rasa letih. Bahkan dahaga berkepanjangan kian akrab ketika sinar matahari siang seakan persis di atas ubun-ubun. Syukurnya sebagian besar pegiat MTB ini mengenakan penutup kepala yang sudah dipersiapkan oleh Supriyanto dari Graffiti Collection. Kain pelindung itu sangat membantu.

Rehat sejenak menunggu suplai air
Karena iring-iringan sempat terpisah menjadi beberapa kelompok kecil, rombongan touring ini sempat beberapa kali berhenti untuk regroup. Kemudian genjot lagi semampunya. Syukurnya, tim sweeper roda empat sekali menghampiri kami untuk menyuplai minuman penambah energi. Sedikit lega.
Bekal air kami memang relatif tak cukup, sehingga sempat berhenti di pertengahan jalan untuk membeli minuman. Bahkan sempat mencicipi pisang dan tape singkong di salah satu kedai pinggir jalan. Lumayan untuk pemanis lidah. Tapi…perjalanan masih jauh.

Tetap hati-hati di jalan raya Kuala Lumpur
Karena pemandangan monoton kami pun diserang rasa jenuh. Apalagi terik siang itu benar-benar menguji mental. Para goweser yang menggunakan roadbike secara fisik sedikit terbantu. Sementara bagi yang menggunakan sepeda gunung tak ada pilihan terbaik. Tetap harus berjuang sebatas kemampuan yang ada. Memang, mobil ambulans dan bus wisata selalu mengekor jauh di belakang.

Dua rekan kami yang sempat terpisah rombongan, Prihandoyo dan Bandono sempat dicegat petugas lalu lintas, lalu mendapat arahan. “Hati-hati banyak lori,” ujar petugas. “Apa itu lori?” tanya Bandono bingung. Ternyata lori adalah truk berbadan besar. Oalah..

EVAKUASI
Jonathan angkat tangan memberikan arahan

Ketahanan fisik peserta Tour de Malsin memang dipertaruhkan. Satu per satu para sahabat goweser ini pun terpaksa “menyerah” dan harus dievakuasi. Ada yang tak berhasrat melanjutkan, ada yang diserang kram kaki, lalu ada yang bingung terhenti di persimpangan jalan kehilangan jejak pemandu arah, serta ada yang bocor ban. Akhirnya hanya lima goweser menyempurnakan perjalanan dari Kuala Lumpur-Putra Jaya-Negeri Sembilan, yakni Trias, Ronny, Jack, Anshari dan Supriadi.

Mensiasati letih berteduh di bahan pohon
Setiba di kawasan perniagaan di Port Jackson pukul tiga lebih, kami langsung menyantap menu ayam goreng KFC sembari rehat sejenak. Perjalanan masih jauh, sekira 90 km menuju A Famosa Resort, Melaka. Karena sebagian besar tenaga goweser terkuras, akhirnya Etape 2 ini disepakati harus disudahi  hingga Port Dickson saja. Dari sini kami menggunakan bus menuju A Famosa Resort.

Setibanya di resort terpadu seluas 520 hektare itu hari jelang petang. Kami disambut pemandangan danau dan padang golf nan luas, dan sejumlah tower-tower apartemen. Sesaat berlalu kami pun langsung rehat di kamar ber-AC dengan fasilitas TV layar datar. Sekadar membersihkan badan dan bertukar pakaian, lalu sempatkan berbaring sejenak.

Santap malam di A Famosa Resort
Dua jam kemudian rombongan menyantap lahap makan malam di Huang Did Chinese Restaurant di club house dengan menu oriental menggugah selera. Meski perut kenyang, letih kami malam itu serasa belum sirna. (*)

Minggu, 14 Juni 2015

Peluh di Putra Jaya

Gowes Tour de Malsin 2015 Etape 1 


Goweser menyelesaikan  Etape 1 di Putra Jaya.
Banyak pengalaman bisa dipetik para pegiat sepeda dari Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post ketika menjajal Tour de Malsin 2015 kerjasama dengan Garuda Indonesia. Perjalanan gowes lintas dua negara dari Kuala Lumpur ke Singapura selama empat hari (14-17 Mei) itu meski terasa berat, namun tetap saja sarat ceria.

MENGINGAT Tour de Malsin 2015 dominasi  rute yang ditempuh adalah on the road, maka bubuhan RGC yang ambil bagian di even tersebut dua pekan sebelumnya sudah mempersiapkan diri. Seperti latihan endurance dengan mencopot ban yang biasa digunakan untuk jalur off road diganti menjadi ban khusus on road alias beraspal.

 Di Bandara Sepinggan sebelum bertolak ke Malaysia.
Maklum, RGC sejauh ini lebih akrab dengan trek alam bebas. Cross training saban Minggu pagi itu selalu mengambil titik awal parkiran ACE Hardware Jl Sudirman Balikpapan, lalu gowes on road menuju Jl Mulawarman, Gunung Tembak. Pulang pergi sekira 50an Km.
Sebagian besar peserta tur kali ini memang menggunakan sepeda mountain bike (MTB) dengan lebar ban 1.25 hingga 1.50 inch.

Di pesawat Garuda menuju Jakarta.
Sedangkan rim atau velg mayoritas ukuran 26 inch. Selebihnya dengan rim berdiameter 27,5 inch dan 700 mm untuk roadbike. Ada tiga goweser menunggang roadbike sesuai peruntukannya pada Tour de Malsin. Rute yang dipatok untuk tur ini adalah; Kuala Lumpur-Malaka-Johor Bahru-Singapura.

Kamis, 14 Mei 2015 pukul 09.00 Wita rombongan tur sudah berkumpul di Bandara Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan. Jumlah peserta ada 23 goweser. Mereka membawa sepeda kesayangan masing-masing. Menumpang pesawat air bus Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA565, take off pukul 10.25 Wita menuju Jakarta.

Ambil bagasi  di bandara Kuala Lumpur.
Kemudian melanjutkan penerbangan ke Kuala Lumpur pukul 13.50 WIB dengan pesawat Boeing 737-800 nomor penerbangan GA816.

Sore sekira pukul 17.35 rombongan masih sibuk dengan urusan keimigrasian di Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Selepas petang bus Rakyat Travel yang kami tumpangi meluncur mulus ke Restoran Minmax, Darby Park, Jalan Binjai. Lokasinya tak jauh dari menara kembar Petronas yang menjadi ikon Malaysia. Perut yang sudah keroncongan disambut hangat sup asparagus, berselang kemudian santapan menu oriental tersaji di atas roundtable. Suguhan makan malam yang nikmat dan  mengundang selera sungguh pas di lidah para goweser.

Makan malam di Minmax Kuala Lumpur
Sebelum menuju hotel, kami sempat menyapa twin tower Petronas dengan kamera. Lalu, hanya butuh beberapa menit rombongan tur sudah tiba di lobby Hotel Ibis Styles di Jalan Metro Pudu 2, Fraser Business Park. Hotel bintang tiga memiliki 500 kamar ini hanya 10 menit dari pusat kota. Jaraknya 79 Km dari bandara Kuala Lumpur. Setelah loading barang dan mendapat kunci kamar, kami langsung sibuk “atraksi” merakit sepeda masing-masing di teras hotel. Para goweser ini sangat terampil. Tak butuh waktu lama sepeda sudah siap pakai. “Setelah pulang dari Malaysia, kayaknya semua bisa buka bengkel sepeda di Balikpapan,” canda Supriyanto, goweser yang juga owner Grafity Collection Balikpapan.
Dekat menara Petronas sebelum ke hotel.

Jumat pagi (15/5) pukul 05.00 waktu setempat morning call berkali berdering, menghentak istirahat kami. Persis satu jam kemudian para sahabat goweser sudah menyantap sarapan pagi bergizi di restoran Ibis. Kami pun sudah siap dengan perlengkapan bersepeda, serta mengenakan jersey cantik garapan Luwai Garment berdasar kuning. Ada dua jersey kami kenakan selama tur dengan warna berbeda.

Merakit sepeda masing-masing
Di bagian depan dan belakang jersey ada tulisan besar Accor Hotels.Com, serta logo Garuda Indonesia, Kaltim Post dan Luwai Garment di dada depan. Sedangkan di lengan kanan gambar bendera Merah Putih, dan kiri logo Pemkot Balikpapan.

Lalu di punggung belakang ada kalimat ‘’We Love Balikpapan’’. Tulisan ini bermaksud untuk mempromosikan Balikpapan sebagai kota paling dicintai di dunia versi WWF. Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi dan General Manager Garuda Indonesia Area Balikpapan Joseph A Saul pun bersepeda menyambut ketibaan rombongan Tour de Malsin 2015 ini di Singapura.


Siap-siap gowes dari Hotel Ibis Styles Kuala Lumpur 
PUTRA JAYA
Satu unit lead car, dua marshall sudah stand by di parkiran hotel untuk memandu rombongan menjajaki Etape 1, yaitu menuju Putra Jaya yang kesohor sebagai pusat administrasi Malaysia. Jarak tempuh hanya sekira 30an Km dari Kuala Lumpur. Coach captain Yahya dan sweeper Hadi Hussien pun siap meluncur dengan motor besarnya.

Pagi itu langit cerah. Sinar matahari masih malu-malu. Para goweser sudah tak sabar melesatkan sepeda. Setelah berdoa, iring-iringan turing pun berselancar di jalan beraspal menuju Putra Jaya dengan kecepatan rata-rata 20 Km per jam. Meski sempat terpisah dua kelompok lantaran irama memancal yang berbeda, rombongan kembali re-group di sejumlah titik. Leader RGC Prihandoyo beberapa kali mengingatkan agar rombongan tak terpisah dengan menakar kecepatan bersepeda.

Pagi cerah mendukung semangat goweser
Kepadatan arus lalu lintas di Kuala Lumpur membuat goweser yang tergabung di Rabu Gowes Community ini jadi sedikit kagok. Apalagi kendaraan berbadan besar berseliweran dengan kecepatan tinggi. Pesepeda butuh konsentrasi dan ekstra hati-hati, seperti itu pula yang diingatkan oleh pemandu jalan.

Memang tak ada pilihan rute lain yang lebih aman untuk menuju Putra Jaya, kecuali tetap meniti jalan besar itu. Pun tak ada jalur khusus untuk pesepeda, padahal arus lalu lintas di sana satu jalur. Karenanya, kami sedikit kurang bebas melantas di jalan padat kendaraan ini.
Penutup wajah untuk menghindari debu 

Tujuan akhir Etape 1 ini adalah Putra Square yang terkenal itu. Taman dengan bangunan masjid megah ini menjadi simbol kebanggaan aspirasi Malaysia menjadi negara maju. Semua goweser berhasil menyelesaikan Etape 1 dengan gembira, meskipun peluh mulai membasahi badan.

Wajarlah, sebab pagi itu kami sudah bermandi sinar surya yang mulai menembus jersey jelang iring-iringan tiba di taman indah tersebut.
Rehat sejenak sembari menenggak bekal minum, para goweser kompak berfoto bareng. Ada juga yang jepret sana jepret sini sembari  ber-selfi-ria dengan kamera smarphone masing-masing.

Meski perempuan tak mau kalah 
Sebelum melanjutkan Etape 2, gowesist Sugiarti mendapat masalah. Ban sepedanya bocor! Sudah dioprek-oprek untuk diganti tapi tak berhasil. Ternyata pentil ban cadangan berbeda dengan ujung pompa. Ya sudahlah. Jalan keluarnya adalah ganti sepeda. Beres. (*)


Rabu, 15 April 2015

Sesat di Bukit Komendur

Aston Balikpapan Hotel & Residence di Jalan Sudirman, Pasar Baru, Balikpapan, memang memiliki venue dengan keunggulan view pantai. Pelataran apartemen di kawasan Grand Sudirman ini sungguh asik dijadikan tempat berkumpul bagi komunitas. Puluhan anggota Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post pun bersepeda bareng di sana, Rabu (25/2).

RGC sebelum gowes di pelataran Aston Balikpapan

INI sudah kali kesekian Aston Balikpapan menjadi host RGC. Karena letaknya di jantung kota, sangat memudahkan bagi anggota RGC untuk menuju muster point. Para pegiat mountain bike ini pun lebih banyak yang memilih bersepeda dari rumah masing-masing untuk menuju Aston.

Rute yang ditempuh sore itu onroad Jalan Jenderal Sudirman ke arah Pelabuhan Semayang. Dari Aston hanya sekira 4,5 Km. Kemudian mendaki tanjakan mercusuar di Tukong Hill atau Gunung Komendur. Menggowes sampai ke bukit lumayan memeras keringat, namun saat berada di ketinggian ini terhibur pemandangan laut Teluk Balikpapan yang indah dan terkesan damai. Karenanya, pantas pula bila Balikpapan berhasil mengalahkan Paris sebagai Kota Paling Dicintai di Dunia versi WWF (World Wildlife Fund).


Terhenti di situs makam di Tukong Hill.
Bubuhan RGC lalu merangsak ke jalan setapak yang rindang pepohonan menuju situs makam Adji Kemala Gelar Adji Pangeran Kerta Intan bin Sultan Adji Mohamad Sulaiman. Cagar budaya ini merupakan makam putra Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-19 Adji Mohammad Sulaiman yang memerintah tahun 1850 hingga 1899.

Buntu, maka kembali putar arah
Ada imbauan di makam yang diselemuti kain kuning ini tak boleh mengenakan pakaian kuning dan merah. Syukurnya tak ada anggota RGC menggunakan jersey dengan warna yang dimaksud. Sampai di makam ini, iring-iringan terhenti beberapa saat. Pasalnya tak ada jalan tembus. ‘’Wah, kita tersesat nih,” celetuk seorang anggota rombongan.

Tak ada akses jalan, kecuali trek turunan ekstrem di kawasan hutan kota itu yang lama tak dilewati. Ada beberapa rintangan seperti batang pohon yang melintang. “Kami pernah lewat jalan ini, dulu masih bagus. Sekarang sudah sulit dilewati,” ujar Untung, goweser yang memandu rombongan untuk mencicipi trek terjal tersebut.

Turunan sepeda pun harus dituntun
Hanya beberapa pesepeda menerjang single track dengan kemiringan tajam itu, namun sebagian besar mengurungkan niat untuk ikut menerobos. Pilihannya adalah kembali arah kemudian melintas di pemukiman warga di Kampung Pelayaran.

Tujuan  rombongan selanjutnya adalah mendaki ke kompleks perumahan Pertamina di Gunung Dubbs, kemudian melintas ke Prapatan dan Jalan Tanjungpura, Jalan Pierre Tendean, lantas menyusuri Jalan A Yani (Gunung Sari) dan berakhir di arena kolam renang Aston. Sampai di finish petang. Ada jamuan menggugah selera dari manajemen hotel bintang empat yang memiliki keunggulan view laut tersebut. Rombongan rehat sembari bercengkerama ditemani sepoi angin pantai dan pemandangan langit senja.


Hanee newbie RGC ikut tuntunbike
NEWBIE
Di sela-sela rehat, leader Yoyok Prihandoyo mengatakan rute gowes mingguan RGC ini sebenarnya dibagi menjadi dua.  Ada rute panjang untuk anggota lama, dan ada jalur pendek untuk pendatang baru (newbie). Durasi gowes kurang lebih 90 menit, dengan jarak tempuh rata-rata mencapai 20 Km. Trek yang dilintasi kombinasi onroad dan offroad.

Jadi, katanya, bagi penghobi sepeda yang ingin bergabung namun alergi dengan jalan berbukit, gak masalah. Disarankan untuk memilih rute newbie.

Hati-hati saat turunan menukik
Ia mengakui, rute yang ditempuh RGC setiap gowes bareng Rabu memang tak pernah lepas dari santapan tanjakan, dan trek ekstrem. “Tapi tidak semua tanjakan harus dilewati goweser. Yang belum mampu, tak perlu malu untuk menuntun sepeda ke atas. Begitu juga pada saat trek menurun yang curam, kalau belum berani ya jangan dilewati. Sepeda digiring saja,” sarannya.

Dikatakan, setiap gelaran RGC selalu ada tim sweeper yang mengawal iring-iringan gowes.  Bila sepeda anggota ada yang bermasalah akan diatasi bersama. “Mereka yang tertinggal di belakang pun selalu ditunggu oleh sweeper,” ujar Yoyok.

Rehat di anjungan Aston ditemani sepoi angin
Ia juga berharap agar anggota RGC terus mendukung tertib berlalu lintas. “Selama perjalanan rombongan tidak dibenarkan memacu cepat sepedanya, khususnya bila berada di perkampungan warga.’’

Tempat berkumpul atau muster point RGC ini saban minggunya berganti-ganti. “Tergantung kesepakatan dan undangan dari anggota rombongan. Biasanya pemberitahuan lewat Kaltim Post, SMS atau broadcast di smartphone dan sosial media,” katanya.

Yoyok mengatakan, selain gowes bersama pada Rabu sore pukul 17.00 Wita, RGC juga kerap menggelar ekstra gowes pada hari Minggu atau hari libur nasional. “Ekstra gowes biasanya mengambil rute panjang keluar kota,” ujarnya.

Keanggotaan RGC terbuka umum dan segala usia. “Siapa saja yang punya hobby bersepeda bisa bergabung,” kata Yoyok. Anggota RGC kini berjumlah seratus lebih, terdiri dari berbagai kalangan, seperti pengusaha, eksekutif muda, pejabat, pekerja profesional, anggota TNI dan Polri, kalangan akademisi, artis, mahasiswa, pelajar, hingga atlet sepeda. Mereka juga terhimpun dari beberapa komunitas MTB, seperti Blue Bike Community (BBC), A-Team, Mudhog, Bike Bike Saja (BBS), Kawan Bike Shop (KGS), Aquatic 128, Hobic, Astra Gowes Community (AGC), Bank Permata, Le Grandeur, Blue Sky Hotel, Grand Jatra, Aston Balikpapan, Prudential, dan IBM. (yas)

Kamis, 26 Februari 2015

Uji Nyali di Trek Terjal

Selain melatih syahwat andrenalin dan mengasah keterampilan memegang kendali menaklukkan trek menurun, pesepeda downhill (DH) juga memerlukan kelenturan tubuh. Mereka merenda kesenangan pada trek terjal dengan rintangan menantang..
Dropoff dengan receiver hingga 7 meter

BILA anda seorang goweser, trek menantang mana yang akan dipilih: tanjakan atau turunan? Keduanya sama-sama membutuhkan skill. Namun, lintasan turunan akan menjadi pilihan pasti bagi downhillers. Mereka anti tanjakan dan akrab dengan trek-trek curam. Sepeda di-loading ke atas bukit tinggi, kemudian berselancar bebas dengan kecepatan tertentu. Rem dipergunakan pada saat diperlukan saja.


Latihan dengan panjang trek terbatas
Meluncur dengan cepat bukan berarti mulus begitu saja. Tapi ada rintangan ekstrem drop off tinggi yang harus dilompati, tikungan berm dengan kemiringan tertentu, dan obstacle yang harus diterabas. Keterampilan mengendalikan sepeda memang sangat dibutuhkan. Selebihnya bernyali.

“Bukan sekadar meluncur di turunan, tapi dengan teknik kendali dan pedaling yang baik. Sepeda dipancal pada kecepatan terkontrol, dengan emosi yang terjaga. Kelenturan tubuh dan endurance juga sangat diperlukan,” ujar Ketua Balikpapan Freeride (BFR) Pandji Arga.


Loading dengan tuntun sepeda
Bermain DH, katanya, juga mesti didukung dengan sepeda yang mumpuni. Setidaknya kepakeman rem. Salah menggunakan rem depan pun bisa over the bar (OTB) alias jumpalitan. Selebihnya harus didukung dengan keamanan diri yang baik, seperti helm full face, kacamata goggles, sarung tangan (full finger gloves), pelindung kaki, serta body protector.

BFR saban Minggu berlatih di lintasan mini downhill, kawasan Bendungan Pengendali (Bendali) 3, Jalan MT Haryono Dalam. Pada trek alam di lahan milik masyarakat ini BFR sekadar pinjam pakai. “Kebetulan bukit yang ada di situ sudah layak untuk dijadikan trek downhill. 

Sebagian elevasi kami tata agar sesuai standar kompetisi. Itu pun dengan anggaran swadaya para anggota,” katanya. Ia menyebut, rintangan latihan yang ada di trek Bendali 3 salah satunya drop off setinggi 2 meter dengan receiver sepanjang 7 meter. Ini cukup untuk memenuhi standar kompetisi tingkat nasional.


Ingin berprestasi fasilitas terbatas
Sayangnya, lanjut Pandji, panjang lintasan yang ada belum memenuhi syarat. Hanya sekitar 600 meter. Loading ke atas bukit juga dilakukan dengan manual alias tuntunbike. “Kami butuh panjang trek satu hingga dua kilometer untuk latihan,” pungkasnya.

BFR sedang menjajaki untuk membuat trek DH di lahan milik Pemkot, seperti di kawasan hutan kota. “Kami ingin meminjam lahan, tapi tidak akan merusak vegetasi hutan. Seperti menebang pohon. Lintasan sepeda akan didesain menyesuaikan dengan kontur yang ada. Ini justru lebih menarik dan alami,” katanya. Ia berharap dengan ketersediaan lintasan DH yang standar kelak akan melahirkan atlet-atlet freeride dari daerah.


Meskipun minimalis BFR tetap eksis berlatih
BFR memang satu-satunya komunitas pesepeda DH di Kota Minyak sejak 2006. Sebelumnya bernama Borneo Freeride. Anggotanya hanya 20-an orang. Ada pelajar, mahasiswa, pelaku bisnis hingga profesional muda.  “Jumlah anggota kami terus bertambah. Semula hanya beberapa orang, kini sudah mencapai 20-an pesepeda,” ujar Pandji.

Menurutnya, peminat freeride di Balikpapan sebenarnya cukup banyak. Hanya saja mereka lebih sekadar hobi, bukan untuk prestasi. “Di BFR kami melakukan pembinaan untuk para junior. Selain berlatih bersama juga acap kali kami memberikan coaching. Terutama bagi pemula,” ujar Pandji.


Penulis mencoba trek Bendali
Beberapa rider di BFR pun sering tampil di sejumlah ekshibisi dan perlombaan downhill, baik yang diselenggarakan di Kalimantan maupun di Pulau Jawa. “Beberapa kejuaraan telah kami ikuti. Ini untuk menambah pengalaman kawan-kawan BFR,” tukasnya.

Menurut Pandji, perhatian pemerintah atas cabor sepeda yang satu ini cukup baik. “Pengurus ISSI Balikpapan juga memfasilitasi kami untuk perlengkapan berlatih dan pertandingan, seperti satu unit sepeda downhill,” katanya.

Meskipun komunitas freeride di Balikpapan terbilang masih kecil, namun Pandji berharap BFR bisa menjadi wadah pembinaan prestasi. “Niatan kami ke depannya seperti itu. Agar kelak ketika ada kejuaraan tingkat lokal maupun nasional, tak mesti meminjam atlet downhill dari luar. Akan kita buktikan bahwa putra daerah juga mampu tampil,” ujarnya.

Pandji Arga ketua BFR
Banyak yang mengakui bermain sepeda DH memang membutuhkan nyali lebih. Terutama saat akan melintasi turunan curam yang mendebarkan bagi pemula. Namun menurut Risa Suseanty, si ratu downhill Indonesia, dengan latihan yang benar dan proteksi yang maksimal, maka akan memupuskan keraguan itu. “Turunan terjal itu bukanlah hal yang menakutkan,” kata brand ambassador Thrill Agent ini. (*)


Sebagian trek di Bendali masih hijau