Rabu, 29 Agustus 2012

Bangker Jepang Angker (?)



Lembayung surya tampak masih malu-malu. Hanya semburat perpaduan jingga dan kuning podang di ufuk timur, pertanda pagi akan segera datang. Suasana hening. Sesekali terdengar kokok ayam, dan sayup di kejauhan suara pengajian dari musala. Udara segar.  Lembut semilir angin seakan-akan menyapa selamat pagi.

Tampak depan Bangker
Untuk mencari suasana berbeda, kali ini saya bersepedaria ke luar kota. Tepatnya di daerah Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur. Jaraknya sekitar 25 kilometer dari pusat kota. Cuaca Minggu pagi kali ini sangat bersahabat. Sekira pukul 05.30 Wita, saya mulai bergerak menuju pantai Wisata Manggar Segarasari. Tujuan kali ini adalah; Bangker peninggalan tentara Jepang pada saat Perang Dunia II, ketika  dominasi Jepang di Indonesia antara tahun 1942-1945.

Mengayuh sepeda dari pusat kota menuju Manggar, praktis tak ada hambatan berarti. Di sepanjang jalan provinsi, dari Jenderal Sudirman, kemudian Jl. Marsma Iswahyudi, lantas menyusur ke Jl Mulawarman, lempeng-lempeng saja. Sekalipun ada jalan tanjakan, namun cukup landai. Jadi, genjot sepedanya nyantai-nyantai saja. Dengan kecepatan rata-rata 25 kilometer per jam, tak membutuhkan waktu panjang untuk sampai di Kelurahan Manggar.

Bersepeda menuju Pantai Manggar sebelum mentari terseyum lebar, memang lumayan mengasikkan. Kesibukan kendaraan di jalan raya belum begitu ramai. Ini berbeda bila sore hari, dimana arus lalu lintas kendaraan begitu padat, tak terkecuali hilir mudik truk-truk proyek. Maklum, di sepanjang jalan menuju Manggar, sebut saja dari Gunung Bakaran (Jl Marsma Iswahyudi) hingga Batakan (Jl Mulawarman) banyak perkantoran dan workshop perusahaan-perusahaan besar penunjang bidang migas dan pertambangan.
Saya punya pengalaman bersepeda ke Pantai Manggar sore hari, terasa kurang nyaman. Karena kesibukan arus lalu lintas sore, dimana para pekerja pulang kantor --baik dari arah kota maupun ke luar kota-- cukup padat. Belum lagi debu jalan yang kadang menerpa  tak diundang.

Masih kokoh dan ditumbuhi lumut
Bersepeda pagi itu terasa santai. Nyaris tak ada debu berterbangan, apalagi truk-truk berbadan besar berseliweran. Selain pemadangan sejumlah perkantoran yang sepi karena hari libur, di sepanjang jalan juga ada kebun-kebun kecil milik masyarakat. Udara segar begitu terasa.

Sesampai di pintu gerbang pantai wisata Manggar Segarasari keringat mulai bercucuran. Karena masih pagi, belum ada petugas di pos jaga yang biasa menyodorkan tiket masuk. Jadi? Gratisan-lah. Sepanjang jalan masuk ke pantai Manggar sekira 500 meter dari jalan utama, tampak rumah-rumah penduduk. Di kiri-kanan hijau kebun pepaya dan ratusan pohon kelapa tinggi menjunjung langit. Beberapa warga sekitar tampak memulai aktivitas pagi.
Setiba di pesisir pantai, sinar matahari mulai menyalak. Pantulan sinarnya membias di pecah gelombang laut. Pemandangan yang indah sekali. Pantai wisata yang cukup terkenal ini masih sepi, belum banyak dikunjungi masyarakat. Hanya beberapa keluarga kecil yang bersukaria di bibir pantai, berlari-lari dan berkecipak air laut. Sebagian bermain bola, bebas.

Perlahan menelusuri pinggir jalan sepanjang pantai, akhirnya berjumpa tembok kokoh bekas bangker Jepang yang menjadi tujuan utama saya ke pantai  ini. Sepintas, sepertinya tak ada yang istimewa dari benda ini. Bahkan, tak banyak masyarakat yang mengetahui sebelum diberi papan pemberitahuan oleh Dinas Pemuda Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kota Balikpapan. 

Disebutkan, benda ini dilindungi Undang-undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Bagi yang merusak, akan dipidana 1 tahun dan paling lama 15 tahun penjara, atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling tinggi Rp 5 miliar. Dalam papan putih itu tertuliskan, Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010, namun dalam uraiannya tertera Undang-Undang No. 11 Tahun 2011. Mana yang benar ya?
Bangker ini sisa peninggalan tentara Jepang saat Perang Dunia II tahun 1943. Bangunan tembok tertutup berbentuk kotak dengan lebar kira-kira 3 meteran serta memiliki lubang pengintai  selebar 40 senti ini dijadikan tempat berlindung tentara Jepang, saat memukul serangan laut tentara Sekutu.  Karena itu, lubang pengintai bangker ini mengarah ke lepas pantai.

Papan cagar budaya dari pemerintah
Bila diamati, bangker ini dibuat dari bahan yang kokoh. Semen cor-coran dengan batu koral. Dindingnya setebal 40 sentimeter. Sayangnya, bentuk bangker ini sudah tak sempurna. Sedianya, pemerintah lebih memperhatikan dengan melakukan perawatan intensif terhadap benda bersejarah ini. Kalau perlu, diberi pagar pengaman agar tak tersentuh tangan-tangan jahil.

Ada yang bilang, di sekitar bangker Jepang ini suasananya angker. Malah ada yang punya pengalaman, saat kemping di sekitar bangker, salah satu anggotanya kesurupan roh halus. Benarkah angker? Yang menjadi pertanyaan saya, siapa yang membangun atau mengerjakan bangker ini. Pasukan Jepang kala itu, atau pekerja-pekerja Romusha?
Menurut informasi, di sekitar Manggar dan Lamaru, terdata ada 20 bangker peninggalan Jepang. Sebagian di antaranya berada di wilayah  Yonif 600/Rider. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar