Lembayung surya tampak masih
malu-malu. Hanya semburat perpaduan jingga dan kuning podang di ufuk timur,
pertanda pagi akan segera datang. Suasana hening. Sesekali terdengar kokok
ayam, dan sayup di kejauhan suara pengajian dari musala. Udara segar. Lembut semilir angin seakan-akan menyapa
selamat pagi.
Tampak depan Bangker |
Untuk mencari
suasana berbeda, kali ini saya bersepedaria ke luar kota. Tepatnya di daerah
Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur. Jaraknya sekitar 25 kilometer dari pusat
kota. Cuaca Minggu pagi kali ini sangat bersahabat. Sekira pukul 05.30 Wita,
saya mulai bergerak menuju pantai Wisata Manggar Segarasari. Tujuan kali ini
adalah; Bangker peninggalan tentara Jepang pada saat Perang Dunia II, ketika dominasi Jepang di Indonesia antara tahun
1942-1945.
Mengayuh
sepeda dari pusat kota menuju Manggar, praktis tak ada hambatan berarti. Di
sepanjang jalan provinsi, dari Jenderal Sudirman, kemudian Jl. Marsma
Iswahyudi, lantas menyusur ke Jl Mulawarman, lempeng-lempeng saja. Sekalipun ada jalan tanjakan, namun cukup
landai. Jadi, genjot sepedanya nyantai-nyantai saja. Dengan kecepatan rata-rata
25 kilometer per jam, tak membutuhkan waktu panjang untuk sampai di Kelurahan
Manggar.
Bersepeda menuju
Pantai Manggar sebelum mentari terseyum lebar, memang lumayan mengasikkan.
Kesibukan kendaraan di jalan raya belum begitu ramai. Ini berbeda bila sore
hari, dimana arus lalu lintas kendaraan begitu padat, tak terkecuali hilir
mudik truk-truk proyek. Maklum, di sepanjang jalan menuju Manggar, sebut saja
dari Gunung Bakaran (Jl Marsma Iswahyudi) hingga Batakan (Jl Mulawarman) banyak
perkantoran dan workshop perusahaan-perusahaan besar penunjang bidang migas dan
pertambangan.
Saya punya
pengalaman bersepeda ke Pantai Manggar sore hari, terasa kurang nyaman. Karena
kesibukan arus lalu lintas sore, dimana para pekerja pulang kantor --baik dari
arah kota maupun ke luar kota-- cukup padat. Belum lagi debu jalan yang kadang menerpa
tak diundang.
Masih kokoh dan ditumbuhi lumut |
Bersepeda
pagi itu terasa santai. Nyaris tak ada debu berterbangan, apalagi truk-truk
berbadan besar berseliweran. Selain pemadangan sejumlah perkantoran yang sepi
karena hari libur, di sepanjang jalan juga ada kebun-kebun kecil milik masyarakat.
Udara segar begitu terasa.
Sesampai di
pintu gerbang pantai wisata Manggar Segarasari keringat mulai bercucuran.
Karena masih pagi, belum ada petugas di pos jaga yang biasa menyodorkan tiket
masuk. Jadi? Gratisan-lah. Sepanjang jalan masuk ke pantai Manggar sekira 500
meter dari jalan utama, tampak rumah-rumah penduduk. Di kiri-kanan hijau kebun
pepaya dan ratusan pohon kelapa tinggi menjunjung langit. Beberapa warga
sekitar tampak memulai aktivitas pagi.
Setiba di
pesisir pantai, sinar matahari mulai menyalak. Pantulan sinarnya membias di
pecah gelombang laut. Pemandangan yang indah sekali. Pantai wisata yang cukup
terkenal ini masih sepi, belum banyak dikunjungi masyarakat. Hanya beberapa
keluarga kecil yang bersukaria di bibir pantai, berlari-lari dan berkecipak air
laut. Sebagian bermain bola, bebas.
Perlahan menelusuri
pinggir jalan sepanjang pantai, akhirnya berjumpa tembok kokoh bekas bangker
Jepang yang menjadi tujuan utama saya ke pantai ini. Sepintas, sepertinya tak ada yang
istimewa dari benda ini. Bahkan, tak banyak masyarakat yang mengetahui sebelum
diberi papan pemberitahuan oleh Dinas Pemuda Olah Raga, Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Balikpapan.
Disebutkan,
benda ini dilindungi Undang-undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Bagi
yang merusak, akan dipidana 1 tahun dan paling lama 15 tahun penjara, atau
denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling tinggi Rp 5 miliar. Dalam papan
putih itu tertuliskan, Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010, namun dalam
uraiannya tertera Undang-Undang No. 11 Tahun 2011. Mana yang benar ya?
Bangker ini
sisa peninggalan tentara Jepang saat Perang Dunia II tahun 1943. Bangunan
tembok tertutup berbentuk kotak dengan lebar kira-kira 3 meteran serta memiliki
lubang pengintai selebar 40 senti ini
dijadikan tempat berlindung tentara Jepang, saat memukul serangan laut tentara
Sekutu. Karena itu, lubang pengintai bangker
ini mengarah ke lepas pantai.
Papan cagar budaya dari pemerintah |
Bila
diamati, bangker ini dibuat dari bahan yang kokoh. Semen cor-coran dengan batu
koral. Dindingnya setebal 40 sentimeter. Sayangnya, bentuk bangker ini sudah
tak sempurna. Sedianya, pemerintah lebih memperhatikan dengan melakukan
perawatan intensif terhadap benda bersejarah ini. Kalau perlu, diberi pagar
pengaman agar tak tersentuh tangan-tangan jahil.
Ada yang
bilang, di sekitar bangker Jepang ini suasananya angker. Malah ada yang punya
pengalaman, saat kemping di sekitar bangker, salah satu anggotanya kesurupan
roh halus. Benarkah angker? Yang menjadi pertanyaan saya, siapa yang membangun
atau mengerjakan bangker ini. Pasukan Jepang kala itu, atau pekerja-pekerja Romusha?
Menurut
informasi, di sekitar Manggar dan Lamaru, terdata ada 20 bangker peninggalan
Jepang. Sebagian di antaranya berada di wilayah Yonif 600/Rider. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar