Rabu, 31 Oktober 2012

Gowes Listrik Empat Motor Matik


Pagi yang semangat di parkiran e-Walk
Para pegiat sepeda berkumpul lagi. Kali ini ribuan penggowes tumplek blek di area parkir e-Walk Balikpapan Superblock (BSB), pusat perbelanjaan dan entertainment terkemuka di Balikpapan, Kalimantan Timur. Untuk satu tujuan: gowes bareng. Puluhan hadiah pun menanti di garis finish. Ajang inilah yang selalu dinantikan pecinta sepeda pancal.


Walikota mengangkat bendera start
Perhelatan pesepeda ini memperingati Hari Listrik Nasional (HLN) yang ke-67, berlangsung Minggu 28 Oktober 2012. Gawe kerjabareng dengan Borneo Enterprisindo (EO Kaltim Post Group) ini diikuti ribuan penggowes dari berbagai kota, seperti Balikpapan, Samarinda, Penajam Paser Utara (PPU), Samboja, dan Bontang. Ada peserta perorangan, keluarga, sampai peserta komunitas yang mejeng dengan jersey masing-masing.

Panitia sebenarnya sudah menyiapkan kostum. Sayangnya jumlahnya terbatas hanya seribu jersey. Yang lebih dulu membeli tiket seharga Rp 50 ribu mendapatkan jersey, sedangkan yang membeli tiket seharga Rp 20 ribu perlembar tak mendapat jatah jersey. Namun bila beruntung tetap saja berhak mendapatkan undian doorprize

Tiket yang dicetak panitia hanya 3 ribu lembar, namun peserta yang ambil bagian diperkirakan jumlahnya lebih dari itu. Mereka hadir sebagai penggembira.

Cuaca pagi itu cukup cerah. Sejak pukul 06.00 Wita ratusan penggowes sudah kumpul memadati lokasi acara. Ada yang datang sendiri, ada yang bersama keluarga, ada juga yang janjian dengan rekan-rekan sekantor. Itu tampak bila memperhatikan beberapa kendaraan pick up yang membawa sejumlah unit sepedanya.  Mereka terkesan kompak dan penuh rasa kekeluargaan.

Potong jalan pun sah-sah saja
Gowes prakarsa PLN Wilayah Kaltim ini dibuka oleh Walikota Balikpapan H Rizal Effendi SE, pukul 06.30 Wita, didampingi Direktur Operasi PLN Indonesia Timur Vickner Sinaga, GM PLN Wilayah Kaltim Nyoman S Astawa, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) VI/Mlw Letkol Inf Legowo WR Jatmiko, manajemen PLN Wilayah Kaltim, dan Direksi Kaltim Post Grup yang dipimpin CEO Kaltim Post H Ivan Firdaus SE. 
Tanjakan pertama di Jl ARS Muhammad
Fun bike kali ini dibagi dua rute, yaitu rute panjang dan rute pendek. Para penggowes melintasi Jalan Jenderal Sudirman menuju depan kantor PLN Klandasan, depan Taman Bekapai. 
Nah ketika sampai di depan Taman Bekapai, peserta diberi pilihan. Rute panjang atau rute pendek? Untuk rute panjang naik ke Jalan ARS Muhammad mengarah Gunung Pasir. Yang memilih rute pendek, memutar balik kembali ke Jl Jenderal Sudirman kemudian berakhir di e-Walk. Banyak anak-anak dan penggowes wanita yang pilih rute pendek ini. Di depan kantor PLN ini pulalah panitia mengumpulkan kupon doorprize dari para penggowes.

Harus diakui, para peserta rute panjang lebih menguras energi dibanding rute pendek.
Sebab, pesepeda rute panjang ini persis di Jl ARS Muhammad sudah disambut tanjakan. Memang ini belum seberapa, namun sebagian peserta sudah melakukan aksi dorong. 

Slogan PLN di jersey peserta
Rute kemudian belok ke arah kanan di Tugu Pemuda, lantas melintasi medan landai di Jl Kapten Piere Tenden (Perkampungan Pelajar Gunung Pasir). Setelah itu jalan menurun tembus pertigaan Jalan A Yani atau Gunung Sari. Selanjutnya menuju Jl Mayjen Sutoyo. Di Jalan yang lebih dikenal dengan sebutan Gunung Malang ini para penggowes rute panjang lagi-lagi disambut tanjakan. 

Beberapa penggowes kembali menuntun sepedanya. Setelah itu jalannya landai-landai saja, hingga tembus ke pertigaan Markoni, Jl Jenderal Sudirman. 

Sudah dapat ditebak, para peserta yang mengambil rute pendek sampai duluan di garis finish. Namun ada juga penggowes rute panjang yang datangnya bersamaan dengan pesepeda rute pendek. Plus-minus satu jam ribuan penggowes sudah kembali ke garis finish. Kali ini saya lebih tertarik memakai sepeda fixie, agar lebih cepat saja. Begitu berbaur sampai di garis akhir, tak terlihat mana peserta yang rute pendek atau rute panjang. Sama-sama tetap semangat dan ceria.

Mereka yang beruntung dapat motor
Tanpa mengulur-ulur waktu, duet Master of Ceremony (MC) Adel dan Armed yang cuap-cuap di panggung hiburan langsung mencabut undian door prize yang dikumpulkan panitia saat di pertengahan jalan. Panitia menyediakan sejumlah hadiah menarik, di antaranya dua puluh sepeda gunung, mesin cuci, lemari es, televisi, dispenser, rice cooker, dan alat-alat elektronik lainnya. Hadiah utamanya disediakan empat unit sepeda motor untuk empat pemenang.

Siapa yang beruntung membawa pulang motor matik Honda? Mereka adalah Irwan warga Jalan Nuri Blok G4 Gunung Bahagia, Mariyono warga Jalan Patriot Gunung Pipa, Encep Suwandi AM dari BKP kelas I Balikpapan Kantor Karantina Pertanian, dan seorang ibu bernama Atik Siswati warga Jalan Batakan Indah, Manggar. 

Tiup lilin ulang tahun
Di tengah-tengah acara pengundian doorprize, komunitas sepeda PLN juga merayakan hari ulang tahunnya yang pertama. Mereka naik ke atas panggung dan ramai-ramai tiup lilin kue ulang tahun bersama para manajemen PLN, perwakilan Blue Bike Community (BBC), dan beberapa komunitas sepeda lainnya. Selamat ya, semoga gowesnya makin kompak.

Secara keseluruhan acara ‘’gowes listrik’’ ini berlangsung sukses dan meriah. Sampai jumpa di acara funbike lainnya. (*)

Sabtu, 27 Oktober 2012

Mendung di Hutan Lindung


Tujuan gowes kali ini adalah Hutan Lindung Sungai Wain. Wisata alam hutan tropis di sebelah utara Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Tak ada keramaian disana, hanya sepi merajut padat hijau dedaunan. Batang-batang pohon besar menjulang kokoh. Satu atau dua di antaranya tampak kering, ujungnya bekas terbakar petir.

Pintu masuk Hutan Lindung
Suasana hening menyambut pagi itu. Hanya terdengar suara binatang-binatang kecil dari kejauhan, nyaris tak melihatkan wujudnya. Sinar matahari pagi menerobos dedaunan, memaksa menyebarkan cahayanya di antara rimbun pepohonan. Embun di pelepah pun perlahan mengering.

Suasana sekitar memang benar-benar sepi. Seperti tak ada tanda-tanda kehidupan. ‘’Ini hutan bung, bukan kota!’’ Saya bergumam dalam hati. Lha iya la.. Lagian ngapain pakai ke hutan segala. Huh…kata-kata itu menggoda pikiran dalam hati. Emangnya gak ada tempat lain untuk bersepeda? Bener juga sih.
Muncul rasa keder. Berani atau tidak? Saya urungkan untuk menerobos ke belantara Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) seorang diri. Selain jalan setapak dan agak sulit dijelajahi dengan sepeda, tujuan ke perut HLSW harus jelas. Disamping itu memang harus ada izin dari Badan Pengelola HLSW.

Direktur Badan Pengelola HLSW Purwanto suatu ketika sebenarnya pernah mengajak saya bersama rekan-rekan jurnalis untuk masuk ke perut HLSW, tapi disarankan waktu malam hari. Lho kok malam? ‘’Kalau malam bagus mas. Ada pemandangan indah. Kita bisa melihat tumbuhan hutan yang mekar dan mengeluarkan cahaya dari zat fosfor,’’ ujarnya dalam suatu perbincangan.  Di dalam hutan ini ada posko Camp Djamaluddin yang terbuat serba kayu ulin, nama ini diabadikan dari nama pejabat di Kementerian Kehutanan kala itu. Sampai sekarang, keinginan menerobos HLSW malam hari itu belum juga terwujud. Tak apalah.

Jalanan masuk ke HLSW
Gowes minggu pagi masuk ke dalam HLSW itu praktis saya urungkan. Lagian ada tanda-tanda mendung di langit.  Saya pikir, cukup di pinggirannya sajalah. Yang penting bersepeda menikmati udara pagi di sekitar HLSW sudah kesampaian.

Bila di tempuh dari titik nol bundaran Muara Rapak Jalan Soekarno-Hatta, lokasi HLSW terletak di Km 15, belok ke arah kiri. Dari sini masuk ke dalam menempuh jarak sekitar 9 kilometer. Perjalanan bersepeda ke HLSW di wilayah Kelurahan Karang Joang ini lumayan mengasikkan. Selain itu medan yang ditempuh melulu beraspal, jadi tak ada kendala. Begitu mulai memasuki lokasi HLSW baru bertemu dengan jalanan kurang sempurna. Seperti makadam dengan bebatuan.

Sekitar Hutan Lindung dipagar
Di ujung jalan kita akan jumpai Pusat Informasi HLSW. Banyak hal yang bisa kita dapatkan di tempat ini. Kebetulan saya bertemu dengan Agung, kawan lama satu kantor. Ia sudah enam tahun tinggal di sekitar HLSW. ‘’Saya tinggal di gazebo mas bersama istri,’’ ujarnya pagi itu sembari tukar menukar nomor handphone.

Kami menyita waktu sejenak untuk ngalorngidul saling tukar kabar. Dari cerita masa lalu hingga informasi seputar HLSW. Bahkan, Agung sempat menawarkan investasi ternak ayam potong senilai Rp 360 juta yang lokasinya tak jauh dari situ.
Perjalanan saya menggowes hanya sampai di Pusat Informasi HLSW, kemudian kembali ke kota. Lintasan tembus menuju jalan Andi Baso ke Km 13 tak saya tempuh. Mungkin lain waktu.
Di dekat Pusat Informasi HLSW ini ada perkampungan warga. Ada juga kompleks Perumahan Pertamina, karena tak jauh dari situ terdapat reservoir milik Pertamina yang airnya didistribusikan ke perumahan Pertamina di Gunung Pipa, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan. Air ini disedot dari tanggul Sungai Wain, kemudian disalurkan melalui pipa sepanjang 25 Km. Sungai Wain ini panjangnya 18.300 meter.

Papan pemberitahuan Badan Pengelola HLSW
Kebetulan saya pernah melakukan napak tilas menelusuri pipa besar tersebut tahun 2009, keluar masuk hutan dengan kawan-kawan di Balikpapan Televisi untuk pembuatan film dokumenter. Jalur pipa yang melintas jalan di Km 13 dan tembus ke Kelurahan Kariangau dan Karang Joang ini sebenarnya asik juga untuk rute gowes offroad. Banyak rute single track. Kedepannya akan saya agendakan.

Hutan lindung seluas 10.025 hektar yang merupakan paru-paru kota Balikpapan ini berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Di sekitar HLSW asik juga bila dijadikan rute sepeda offroad. Namun harus mendapat izin terlebih dahulu. Kira-kira diizinkan gak ya?

HLSW dilindungi Peraturan Daerah, karena itu rasanya agak sulit mendengar suara bising gergaji mesin milik pembalak liar untuk merobohkan batang-batang pepohonan demi keuntungan pribadi. Ada petugas kehutanan berseliweran di HLSW. Bila ketahuan menebang, akan repot urusannya.

Sungai Wain tenang tapi berbahaya
HLSW juga banyak menyimpan cerita mistik. Agustus 2008 lalu, seorang wanita bule Jindra Bromova usia 45 tahun tersesat di tengah hutan ini. Ia tertinggal oleh anaknya yang kebetulan seorang relawan yang sedang melakukan penelitian di HLSW. Berhari-hari tersesat tak ditemukan, dan akhirnya muncul di pinggiran dekat Pantai Lango Penajam Paser Utara dalam keadaan fisik yang drop. Selama itu ia hanya mengonsumsi kerang laut. Kejadian itu sempat memunculkan spekulasi pendapat. Ada yang mengatakan,  wanita bule asal Ceko itu disembunyikan genderowo HLSW. Walahualam.

Ada juga kejadian nenek Sari, warga sekitar yang tewas disambar buaya di pinggiran Sungai Wain saat memancing ikan. Sungai ini memang berbahaya karena masih banyak habitat buaya. Padahal pengelola HLSW sudah memasang plang tulisan Dilarang Memancing.
Masih di sekitar jalan menuju pusat informasi hutan konservasi ini, juga terdapat Kebun Raya Balikpapan, yang menjadi hutan pusat penelitian.

Sungai Wain ini mengingatkan saya ketika berada di pinggir Sungai Rhein di Jerman. Mirip-mirip namanya. Bedanya, panorama pinggir Sungai Rhein sangat indah. Sedangkan di Sungai Wain, banyak buayanya…(Lho, ga nyambung ya?)

Pusat Informasi di HLSW
Yang pasti, Hutan Lindung Sungai Wain harus dijaga dan dilestarikan. Termasuk flora dan fauna di dalamnya. Disinilah terdapat hewan endemik Beruang Madu yang menjadi maskot kota Balikpapan. Ada juga Macan Dahan, Harimau Tutul, Burung Merak, Rusa Kuning, Bekantan dan Babi Berjanggut. Selain itu HLSW juga menyimpan potensi kayu bernilai ekonomis tinggi, seperti kayu Bangkirai (Shorea laevis), Ulin (Eusideroxylon zwageri), dan Gaharu (Aquilaria malaccensis).
Sebenarnya tanggungjawab menjaga HLSW ini bukan berada di pundak pemerintah saja, tapi juga semua unsur masyarakat. Lewat lagu, kami pernah menggarap album berisikan tembang puja-puji dan sosialisasi HLSW bersama kelompok nyanyi Palm Duo Plus, kebetulan saya menjadi music director-nya. Dua diantaranya berjudul Sungai Wain dan Beruang Madu.

Ukiran pohon di gerbang  HLSW
Setelah itu menyusul album musik pop tingkilan A&R Studio yang salah satu lagunya juga mempromosikan tentang Hutan Lindung Sungai Wain, seperti lagu Burung Nirwana.

Judul ini digambarkan oleh penciptanya Oemy Facessly, salah satu unggas yang harus dilindungi di HLSW. Tapi saya gak pernah melihat wujud Burung Nirwana itu. Bagaimana Bu Oemy Facessly? Jauh sebelumnya Adji Qomara Hakim dari Samarinda juga mengalbumkan lagu-lagu tentang HLSW. Termasuk penyanyi balada Ully Sigar Rusady yang menciptakan lagu tentang Hutan Lindung Sungai Wain.
Nama HLSW ini susah luntur dari ingatan. Saya pernah punya pengalaman yang unik ketika menjalankan aktivitas jurnalistik. Waktu itu saya mendapat tugas dari pimpinan untuk meliput kegiatan aktris terkenal Julia Roberts untuk syuting film dokumenter tentang orangutan yang lokasinya di HLSW, berjudul In the Wild: Orangutan with Julia Roberts tahun 1998.

Saya bersemangat memburunya hingga ke HLSW. Tak sempat berjumpa dengan artis berhidung bangir itu, mobil kijang merah maron yang ditumpanginya berselisihan persis di jalan masuk HLSW. Mereka keluar, saya masuk. Tak mau kehilangan akal. Mobil Julia Roberts saya buntuti hingga ke Hotel Dusit Inn Balikpapan (sekarang Hotel Le Grandeur) tempat ia menginap.

Mampir di Kebun Raya Balikpapan
Persis di depan lobi, saya turun duluan dari mobil, dan langsung memasang ancang-ancang dengan kamera kebanggaan, Cannon jadul. Kamera langsung saya arahkan ke Julia Roberts yang berjalan menuju lobi hotel. Tapi apa lacur! Tiba-tiba lensa kamera saya ditutupi oleh sepatu sejenis dokmart milik bodyguard Julia Roberts. Pria berambut panjang dikuncir itu memegang leher saya. Lantas menghalangi dan menggiring saya menjauh dari sang artis. 

Dia memberikan isyarakat, separo berteriak.  ‘’Anda jangan difoto! Harus bayar 5 ribu dolar! Satu foto!’’ Alamak!!! Yang bener aja brur!
Kemudian saya berontak berusaha melepaskan diri dari pegangan erat sang bodyguard. Julia Roberts terus menghindar dan lari bersembunyi di dalam toilet lobi hotel. Saya menunggunya. Sampai pada akhirnya pihak hotel memohon pengertian untuk tidak mengganggu tamunya. Okey deh.  Julia Roberts pikir waktu itu saya paparazi apa? Huh, si Pretty Women.

Pelawan Park di Kebun Raya Balikpapan
Belakangan setelah film dokumenter itu beredar, ternyata pria berambut kuncir itu adalah sutradara dari Tiger Production, yang menggarap film orangutan di HLSW itu. Oalah byung, sempat kesel nih. Capek deh.

Meski tak dapat mengambil langsung fotonya, kami juga mendapatkan foto ekskusif Julia Roberts dan aktivitas orangutannya saat berada di Camp Djamaluddin. Ini berkat bantuan Willy Smith, aktivitas lingkungan pendiri BOS (Balikpapan Orangutan Society) yang asal Belanda. (*)


Minggu, 21 Oktober 2012

Bakau Memukau di Kariangau


Lupakan sejenak sejumlah pemandangan indah potensi wisata kota Balikpapan yang berada di kawasan timur. Kali ini jadwal gowes ke Kelurahan Kariangau, menuju salah satu perkampungan penduduk tepi laut yang berada paling ujung Balikpapan Barat. Apa yang didapatkan disana?

Angin cukup kencang di ujung jembatan
Bersepeda minggu pagi di sepanjang Jl Sultan Hasanuddin, Kelurahan Kariangau, Kecamatan Balikpapan Barat, Kalimantan Timur, sungguh melelahkan. Sangat berbeda bila bergowesria menelusuri sepanjang Jalan Mulawarman Balikpapan Timur, dimana kita akan menjumpai sejumlah objek wisata, seperti Pantai Manggar Segarasari, Pantai Wisata Lamaru, Penangkaran Buaya, Situs Makan Jepang, tempat pemancingan dan lain-lain.

Lantas apa yang didapatkan di Kariangau Balikpapan Barat? Pemandangan hijau membentang, yaitu hutan bakau atau mangrove yang berada di bibir laut. Itu saja? Tentu tidak. Kali ini saya mencoba menggowes sepeda ke RT 1 Kelurahan Kariangau yang letaknya paling ujung. Ada apa ya disitu? Jembatan ulin terpanjang di Indonesia. Panjangnya 800 meter dengan lebar dua meteran.

Jembatan diapit mangrove
 Sebenarnya sudah lama saya berhasrat menggenjot sepeda ke Kariangau ini. Akhirnya kesampaian juga, meskipun harus didera letih. Sebab ada beberapa tanjakan sepanjang jalan yang harus dilalui, toh gak ada jalan lain. Penggowes siapa saja pasti bisa menuju perkampungan ini. Syaratnya: tentu harus sabar.

Saya beberapa kali harus istirahat. Dan pada sebagian tanjakan juga harus menuntun sepeda. Apa boleh buat. Yang penting bisa sampai ke tempat tujuan, yaitu jembatan ulin terpanjang. Berjalan pasti meski perlahan.  Kata orang bijak; Biar jalan itu panjang, kita akan merintisnya perlahan-lahan. Weleh…
Yang pasti, gak ada pesepeda yang menyalip selama perjalanan. Jadi gak perlu panas hati. Lha iya lah.. Karena setahu saya jarang penggowes melewati rute ini.

Asik untuk bermain
 Jalan ke perkampungan nelayan ini lumayan panjang. Masyarakat Balikpapan yang bepergian ke Kabupaten Paser Utara (kabupaten yang terletak di seberang laut kota Balikpapan) atau sebaliknya, harus melewati jalur ini. Karena Pelabuhan penyeberangan Feri ada di daerah ini (sebelumnya di daerah Somber, Jl AWS Syahrani). Bila melintas di jalur ini, hilir mudik kendaraan niaga pasti tak terlewatkan. 

Di pertengahan jalan Sultan Hasanuddin ini juga ada jalan ke arah kanan, yaitu padang hijau Karang Joang Resort, Golf dan Country Club milik pengusaha Yos Soetomo.
Sedapat yang saya ketahui di daerah Kariangau ini kian dikenal setelah adanya program pengembangan oleh pemerintah, yaitu Kawasan Industri Kariangau (KIK) seluas 5.130 hektare.

Rumah panggung nelayan
 Ada hal yang sulit saya  gambarkan dengan kata-kata, yaitu ketika istiharat menggowes pada jalan ketinggian. Letih dan peluh seakan-akan terobati dengan potret alam yang lumayan indah. Hutan bakau memukau mata di sepanjang hulu Sungai Wain, serta aktivitas feri di pelabuhan penyeberangan, kegiatan industri dan aktivitas pelayaran di Teluk Balikpapan yang menjadi pemandangan yang nyaman di mata. Bingkai alam yang  hijau membentang membawa rasa tenang.
Untuk menuju jembatan ulin tadi, kita mesti melewati pelabuhan feri tersebut. Ancer-acernya, di dekat Kantor Kelurahan Kariangau. Begitu berada di depan resort PT. Galangan Benua Raya Kariangau, ada jalan menurun menuju RT 1 dan RT 2 Kariangau. Dari ketinggian ini sudah tampak jembatan ulin membentang. Mungkin saat menuju jembatan saya sarankan agar sepeda tak perlu  digenjot, tapi dituntun saja. Sebab Jalan Srikandi ini menurun cukup tajam. Tapi kalau ada yang ingin mencoba, ya silakan. Ta ada salahnya.

Sebagian papan jembatan copot
 Mungkin Anda sepakat. Pemandangan di jembatan ini cukup indah. Apalagi bila menjelang petang. Bulatan jingga matahari terbenam sangat mempesona. Banyak pecinta fotografi mendokumentasikan keindahan sunset di jembatan Kariangau ini. Di sekitar jembatan juga ditumbuhi bakau. Hutan Mangrove ini dilindungi Perda No. 5 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan 2005-2015.

Bila air laut sedang surut, jembatan ini tampak seperti panggung dengan kaki-kaki ulinnya yang kokoh. Sedangkan bila air laut pasang, banyak anak-anak kampung berenang disini. Ada juga warga yang memanfaatkan untuk latihan olahraga dayung di sekitar jembatan.

Tahun 2009 saya pernah membesut pemandangan jembatan dan bakau ini untuk feature berjudul Anak-anak Sekitar Bakau untuk tayangan Balikpapan Televisi. Ketika itu kondisi jembatan masih terawat baik. Kini beberapa keping papan dasar jembatan sudah banyak yang copot. Karena itu bila bersepeda hingga ke ujung jembatan mesti ekstra hati-hati. Kalau tidak bisa kejeblok, nanti jadi repot.

Latihan perahu di sekitar bakau
Sepoi angin pantai di jembatan ini cukup kencang. Asyik juga berlama-lama disini, sambil jepret sana jepret sini pakai kamera handphone.

Secara jarak pandangan mata, pemukiman nelayan di perkampungan ini sebenarnya tak jauh dengan Kelurahan Baru Ulu, yang dulu disebut Kampung Baru. Hanya sekira tiga kilometer. Dekat kan? Ya, tapi itu harus dicapai dengan menyeberangi laut. Bila lewat darat, kita harus menempuh jarak kurang lebih 12 kilometer dari bibir jalan Soekarno-Hatta, Km 5,5. (sebelah kiri arah menuju Samarinda).

Aktivitas galangan kapal
Tidak ada kendaraan umum untuk menuju perkampungan paling ujung tersebut. Karenanya, pemukiman warga ini sungguh terisolasi. Bila mau berbelanja kebutuhan sehari-hari, harus naik perahu kelotok dari ujung jembatan menuju Kampung Baru, kemudian melanjutkan dengan angkutan kota. Banyak juga warga di kampung ini memiliki kendaraan roda dua. Kendaraan ini sangat membantu untuk mobilisasi ke kota. 
Terpaksa harus mendorong

Untuk membuka keterisolasian ini, pernah diusulkan pembangunan jembatan dari Kariangau ke Kampung Baru dengan menelan dana sekitar 150 miliar rupiah. Kabarnya tahun 2013 rencana itu akan digodok oleh pemerintah Balikpapan. Kita tunggu saja realisasinya.
Pemandangan dijepret dengan handphone
Yang pasti, jembatan ulin terpanjang ini bisa layak menjadi obyek wisata andalan di Balikpapan. Apalagi di sekitar perumahan penduduk ini berdiri restoran yang menyajikan menu-menu sarilaut. Setidaknya begitu. Apakah Anda setuju? (*)