Suatu ketika goweser mountain bike diserang rasa frustasi karena medan yang dilintasi kelewat berat. Tapi itu tak terjadi pada bubuhan RGC (Rabu Gowes Community) Kaltim Post ketika melumat trek seksi di timur Balikpapan. Meski rasa lelah setia menghampiri mereka, api semangat terus membakar dada untuk merampungkan perjalanan ekstrem tak sia-sia di tengah guyur hujan.
MINGGU pagi (1/6) pukul 7.30 Wita, tiga belas
anggota Rabu Gowes Community (RGC) berkumpul di bundaran Hotel Le Grandeur, Jl
Jenderal Sudirman, Balikpapan. Siap-siap untuk ekstra gowes menuju pantai
wisata Ambalat, Kelurahan Amborawang Laut, Kecamatan Samboja, Kutai
Kartanegara. Rute yang akan ditempuh perpaduan jalur onroad dan offroad.
Pagi itu
cuaca tak menyambut keceriaan belasan goweser ini. Mendung di langit kian
menggelap pertanda hujan bakal membumi. Kebimbangan melayut di antara kami,
apakah jadwal gowes pagi itu dibubarkan atau tetap dilaksanakan?
Sekian detik
berlalu rintik hujan pun menyapa. Kami bergeser di bawah pohon, sementara
gumpalan mendung di langit terus menghitam. Melunturkan semangat, menciptakan
cemas, memancing suasana gamang yang berpotensi membulatkan niat untuk menunda
perjalanan. Dan benar, tiga pesepeda lalu berpamitan dan meninggakan kami kembali
ke rumah masing-masing. Ternyata bukan tiga saja, dua pegiat lainnya pun tanpa
basa-basi menyusul untuk menolak tantangan itu.
Tinggalah
kami berdelapan. Tekad gowes ke Ambalat tetap keras. Meski hujan mulai turun,
kami tetap menerobos lalu meniti rute onroad
sepanjang 22 Km lebih ke arah timur Balikpapan. Melintas di Jl Jenderal
Sudirman, Jl Marsma Iswahyudi, dan Jl Mulawarman dengan tempo kecepatan terjaga
20 km perjam, tak terasa kami sudah berada di ujung jalan Rantau Bakula,
Kelurahan Lamaru, Balikpapan Timur, untuk kemudian menjajaki jalan tanah. Dua
goweser lainnya memutuskan tetap konsisten di jalur aspal menuju Ambalat.
Dari titik
inilah tantangan sesungguhnya akan dilewati, yaitu medan offroad yang kiri-kanan masih hutan. Kami tinggal berenam. Meski
tim semakin ramping, namun semangat kian membesar. Tanjakan awal sepanjang 200
meter menyapa dingin, tetap bisa dilewati dengan baik. Tujuan pertama adalah
Sumur Gas Lamaru 1. Jaraknya hanya sekira 3 Km, namun tenaga yang dibutuhkan
lumayan memeras keringat. Selain tanjakan double
track, kontur tanah yang dilewati membuat goweser menambah tenaga ekstra. Pilihannya
adalah spin. Pasalnya, selain trek
jadi licin, lumpur mulai melekat hebat di roda sepeda, sementara rintik hujan tetap
membasahi perjalanan.
Lumpur yang menguras tenaga |
Tantangan
dasyat adalah medan lumpur yang luas di tanah lapang arena pembangunan sirkuit
balap. Ini mesti kami lewati, karena tak ada pilihan jalur melantas lainnya
untuk memperpendek jarak menuju perkebunan karet. Disinilah tenaga kami benar-benar
terkuras. Sepeda tak mungkin digenjot, roda tak mampu berputar baik lantaran
terhambat tanah liat yang menggumpal di crankset, fork depan, sprocket, diskbreak,
termasuk rantai. Khawatir bila digenjot paksa RD (rear derailleur) terancam bengkok, dan anting bisa patah, risiko.
Percuma juga bila lumpur melekat dibersihkan, sebab akan menempel kembali dalam
jarak pendek dua tiga meter.
Roda sepeda seperti donat |
Saat itu kami
benar-benar merasa seperti mau lumpuh. Suer, gak seorang goweser pun mampu
melintasi trek berlumpur seperti ini, meskipun ia pembalap MTB kawakan segudang
prestasi. Lumpur memang pukulan telak bagi goweser MTB.
Sebenarnya saat
itu kami nyaris terancam frustasi dan memutuskan untuk kembali. Namun tanggung,
dan terlanjur basah. Percuma juga bila menggerutu. Bukankah energi yang
dibutuhkan untuk kembali akan lebih besar? Pilihannya adalah tetap meneruskan
perjalanan esktrem ini meski terasa ‘’agak menyiksa’’.
Air sungai membantu membersikan sepeda |
Beberapa
saat setelah membersihkan sepeda di aliran sungai tenaga kami terasa mulai
terkumpul kembali, barulah bisa tertawa lepas dan saling canda. Tapi jangan
cengar-cengir dulu, perjalanan masih panjang. Tanjakan masih banyak, hedeh.
Padahal peluh nyaris mengering di badan.
Perjalanan di
sekitar perkebunan karet harus terhenti sejenak lantaran seorang goweser
diterjang kram kaki. Alamak, kok bisa sih? Tap gak perlu panik. Badannya kami baringkan
ke tanah, lalu kedua telapak kakinya ditekuk ke depan, lalu disemprot pendingin,
crot..crot.. kemudian bangkit. Beres sudah, perjalanan pun dilanjutkan. Namun
tidak bisa ngotot, iring-iringan
sedikit melambat. Apalagi di trek menurun yang licin. Salah menggunakan rem,
sudah pasti tergelincir hebat. Hujan masih tumpah meski intensitasnya kian
ringan. Langit mulai terang. Kami tetap soft-pedal
dengan tenaga tersisa, dengan sabar sesabar-sabarnya.
Siap melanjutkan perjalanan lewat kebun karet |
Titik akhir perjalanan
lima jam kami siang itu bukanlah di pantai Ambalat yang menjadi perbatasan
Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kota Balikpapan, melainkan di pabrik bata
ringan milik seorang anggota RGC yang berada di sekitar jalan masuk tempat
wisata tersebut. Disinilah kami rehat dan mengganjal lapar luar biasa dengan
ayam bakar yang terasa paling nikmat.
Waktu terus
berlalu menunjukkan pukul 13.00 Wita. Niat untuk gowes kembali ke Balikpapan
kami tanggalkan, karena seorang kawan angkat tangan menyerah karena khawatir terancam
trauma lutut. Ia perlu relaksasi. Akhirnya kami berenam dievakuasi dengan mobil
pick up menuju Balikpapan. Tetap menyimpan
rasa puas. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar