Selasa, 19 Januari 2016

Merayap ke Batu Dinding

Dua objek wisata; Batu Dinding dan Sumber Air Panas di Bukit Merdeka Kecamatan Samboja Kutai Kertanegara menjadi titian trek Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post. Jarak tempuhnya relatif pendek, namun sungguh menguras tenaga.

Lega di puncak Batu Dinding
UNTUK menghemat tenaga menuju Batu Dinding dan Sumber Air Panas, rombongan kecil RGC berjumlah 16 pegiat MTB (mountain bike) harus loading sepeda dengan kendaraan roda empat. Berkumpul di parkiran Gedung Biru Km 3,5 Soekarno-Hatta Balikpapan dinihari pukul 04.00 Wita. Harapan kami sampai ke puncakBatu Dinding pukul 5 pagi agar bisa menyaksikan sunrise, akhirnya pupus.

Narsis melulu
Ada persoalan teknis menghadang pada bracket sepeda. Utak-atik yang menyita waktu memaksa kami harus berangkat pukul 6 pagi. Setiba di muster point Km 38 matahari pun sudah muncul.

Iring-iringan pegiat sepeda meluncur di aspal sepanjang tujuh kilometer menuju pintu masuk ke lintasan Batu Dinding di Km 45, Jalan Soekarno-Hatta arah Samarinda. Dari sini, kurang lebih 8 Km lagi untuk menuju Batu Dinding.

Selalu regroup agar kompak
Keberadaan objek wisata tersebut sebenarnya sudah lama, namun baru belakangan ini mulai banyak dikunjungi masyarakat. Ini dampak dari media sosial. Banyak pengunjung yang berselfiria di sana, dan menyebut-nyebut Batu Dinding mirip Great Wall (Tembok China) di Beijing.

Pengunjung bila ke Batu Dinding harus rela berjalan kaki sekian kilometer, karena tak semua lintasan bisa ditaklukkan kendaraan roda dua dan empat. Melantas medan panjang ini diwarnai wajah pebukitan di antara hutan dan perkebunan lada, merica, buah naga dan pepohonan karet milik warga. Ada juga huma membentang mata memandang.


Menuju lintasan ke Batu Dinding
Jarak gowes kali ini memang relatif pendek, tapi ada beberapa perlintasan berbukit yang membutuhkan skill baik. Selain elevasi kemiringan lumayan curam, tanjakan yang tak bisa ditawar-tawar itu sebagian permukaan tanahnya tak rata. Ada lubang-lubang bekas gerusan air. Ini membahayakan goweser.

Harus ekstra hati-hati. Kalau tidak, risiko pun menghadang. Dan benar, goweser Eko Wahyudi harus berjumpalitan saat menaklukkan tanjakan. Traksi yang lemah membuat sepeda kehilangan keseimbangan. Ini pun akibat letih, sehingga upaya reflek melepas cleat sepatu pun gagal. Glundung deh.

Selalu ceria meski letih menghadang
Begitu pula saat melintasi turunan curam yang memerlukan penguasaan baik pada handlebar. Gowesista Hanee terpaksa terguling dua kali. Tak masalah, hanya kaki yang lecet-lecet. Segera diatasi dengan Betadin. Lalu gowes lagi. Perjalanan ke Batu Dinding ini pun sempat diwarnai pecah ban. Untungnya cuaca bersahabat, tidak hujan. Bila trek licin tentu lain lagi tantangannya.

Tiba di ‘’tekape’’ semua sepeda ditaruh di kaki bukit, kemudian goweser merayap ke atas. Sinar surya pagi itu rambat mengganas ketika kami tiba di puncak Batu Dinding.

Kami disambut pesona rimba hijau membentang. Batu Dinding seperti punggung kuda sepanjang 400an meter ini lumayan eksotik. Kiri-kanannya terjal sekira 70an meter. Menguji andrenalin. Sayangnya, batu-batuan alam itu sedikit tercoreng aksi vandalisme. Kami foto narsis sebentar, lalu istirahat di kedai untuk memupuskan dehidrasi.

Memandu trek pendakian yang dilintasi
Dari Batu Dinding ini kami kembali menulusuri single track perpaduan tanah, batu laterit, dan cor-coran semen menuju bibir jalan raya Km 39 Soekarno-Hatta arah Balikpapan. Masuk ke arah kanan gerbang pemukiman warga RT 11 Kelurahan Bukit Merdeka. Tujuannya Sumber Air Panas. Setelah melantas perkebunan warga, iring-iringan pesepeda gunung ini kembali melahap single track untuk menerebas hutan.

Beberapa meter trek hijau tidak bisa digowes. Selain berhadapan dengan anak sungai, drop off kecil, serta obstacle akar pohon, ada ranting-ranting liar rotan yang berduri juga mengancam. Harus tetap hati-hati.


Jembatan darurat harus hati-hati
Akhirnya lega juga kami tiba di Sumber Air Panas. Setelah foto, rehat dan bercengkerama, leader Ashari langsung memandu perjalanan yang cukup menantang. Menaklukkan medan pendakian panjang di tengah hutan yang benar-benar sulit untuk dipancal. Pasalnya, permukaan tanah yang tak rata itu dipenuhi batu kerikil dan dedaunan kering. Bila digowes roda sepeda sering traksi, tenaga pun menjadi boros. Pilihannya adalah ramai-ramai tuntunbike.

‘’Gak usah dipaksakan, tuntun ajalah,” ujar Hasbi, goweser dari A-Team yang juga branch manager PT Asuransi Takaful. Sementara rekannya Ary Djatikusuma yang juga owner Keraton Furniture tetap menggowes meski perlahan. Begitu pun Kapten Jack dari Mudhog. Owner New Baronet ini kekeh untuk tetap mendaki, sekalipun temponya kian melambat.

Rehat di sumber air panas
Medan offroad kali ini benar-benar membuat dua srikandi RGC, Hanne dan Shania tak lincah. Tidak cheerful seperti biasanya. Tapi pantang menyerah. Keduanya tetap saja ngotot menggowes meski terlihat agak melemah.

Meskipun letih, lapar, dan haus bercampur aduk, rombongan kecil RGC ini tetap semangat menyelesaikan adventure. Kami baru lega ketika bertemu aspal jalan raya arah Bukit Bangkirai, pertanda perjalanan segera selesai. ‘’Begitu melihat aspal, langsung lega rasanya,” ujar Jonathan.

Total jarak tempuh hanya sekitar 30an kilometer. Namun beberapa trek merampas tenaga. Dua srikandi Hanne dan Shania pun terpaksa terbaring lelah di kedai pinggir jalan.


Rute offroad menjadi perjalanan menyenangkan
Gowes offroad bareng itu disudahi dengan makan siang gratis di kediaman gowesista Erna Dwi Nana, di Telego Rejo. Ada menu sop singkong yang menggoda perut. Gowes 6 Desember 2015 kali ini menoreh cerita, karena berhasil menaklukkan medan tak bersahabat di Batu Dinding dan Sumber Air Panas. (*)


Searah jarum jam: Rehat di kedai Dea Mandiri yang ada di kaki Batu Dinding. Kapten Jack terampil menambal ban yang bocor. Goweser Umar atraksi di titian pohon tumbang. Dua srikandi RGC Hanne dan Shania yang pantang menyerah. Mejeng bareng, serta leader Anshari dan Hasbi mengisi buku tamu di pintu masuk Batu Dinding.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar