Selasa, 10 Mei 2016

Letih yang Menghibur

 Menjajal Jawa Pos Cycling Bromo 100 Km (2)


Jawa Pos Cycling Bromo 100 Km 2016 adalah sukses kali ketiga. Setiap tahun jumlah pesertanya bertambah. Sebanyak 938 pesepeda dari 13 negara yang menjajal Bromo 16 April lalu itu adalah bukti event nasional tersebut berdaya pikat.

Iring-iringan melewati kawasan Lapindo. (foto:JP)
TAK perlu beranggapan bahwa event tahunan pendakian Gunung Bromo gawean Jawa Pos Cycling hanya medan penyiksaan bagi pegowes. Jarak yang tempuh memang 100 km. Tapi, itu dibagi menjadi tiga etape, dengan dua pit stop.
Etape pertama; Surabaya-Pasuruan 60 km. Kedua; menuju Desa Puspo berjarak 26 km, dan terakhir pendakian berkelok-kelok 14 km menuju Desa Wonokitri Bromo dengan ketinggian 2 ribu meter lebih. Di etape pemungkas inilah perebutan gengsi King of Mountain (KoM).

Setiap pit stop peserta mendapat kesempatan rehat, makan dan minum. Ada jeda untuk meregangkan otot. Saat pemberhentian ini, panitia check point dengan melubangi kartu peserta sebagai bukti.

Jelang etape akhir tak sedikit menyerah
Arus lalu lintas umum sepanjang jalan utama pada etape pertama clear up. Peleton roadbikers yang laju memadat di badan jalan ini dipandu mobil pengawal dan petugas kepolisian. Rombongan hanya terhenti sesaat ketika melantas jalur kereta api. Saat melewati sejumlah desa, para peserta juga disambut kemeriahan pelajar yang memberi semangat mengibarkan bendera Merah Putih.
Begitu pula ketika pendakian etape kedua, hanya marshal, mobil panitia, dan pendamping berstiker khusus yang berseliweran. Bahkan pada etape terakhir jalur menuju Wonokitri ditutup total bagi kendaraan roda empat.

Butuh daya tahan prima untuk nanjak
Peserta pun tak pernah khawatir terkendala persoalan teknis. Begitu ban bocor misalnya, panitia langsung sigap menggantikan dengan roda cadangan. Teknisi dari Cannondale selalu ready. Termasuk asupan, dan minum di perjalanan. Panitia selalu menyuplai. Pun dengan tenaga medis.
Sebagai peserta, kami tak merasakan benturan persoalan makan minum, maupun kendala teknis. Tim sweeper pun sangat membantu cyclist. Pendek kata, peserta gak bakal keleleran.
‘’Bagi saya yang baru pertama kali ikut, event ini terbaik yang pernah saya ikuti. Benar-benar terorganisasi dengan baik,” tukas Johannes Frandsen asal Denmark.

Kain basah dikibaskan ke peserta
Rapi dan terkelola dengan apik memang diakui banyak pihak. ‘’Kita perlu banyak belajar dari penyelenggaraan Jawa Pos Cycling Bromo,” ujar Direktur Kaltim Post Samarinda Rusdiansyah Aras yang memantau langsung kegiatan bergengsi tersebut.

Yang ini di luar ekspektasi peserta, ternyata panitia juga menyediakan gimmick seru untuk memupus rasa letih goweser. Seperti munculnya sejumlah waria berdandan menor di tengah jalan. Usil menggoda cyclist dengan maksud menghibur. Peserta yang enggan disentuh waria itu terpaksa ekstra cepat mengayuh pedal untuk menghindar. 

Ada pula perempuan seksi yang mencuci pakaian di pinggir jalan, lalu mengibaskan baju basah hingga percikan air mengenai muka peserta.
Jebakan goweser cantik yang pura-pura mengalami ban kempis pun mewarnai. Ini untuk memancing peserta agar tergoda memberikan bantuan. Ada saja yang sok setia kawan. 

Penulis tak luput dari godaan
Menjelang finis tampak juga penampilan binaragawan dan musisi rock. Warna-warni lainnya sejumlah banner di pinggir jalan dengan kalimat memotivasi peserta.

Sederet gimmick seru itu memang di-setting panitia agar peserta tak terlalu merasakan cuaca panas 39 derajat serta diterjang rasa bosan saat menaklukkan tanjakan menantang. Syukurnya pemandangan hutan pinus di lereng-lereng pegunungan sangat indah. Menyejukkan mata.

‘’Saya kira ini event bersepeda terbaik yang pernah saya ikuti. Lebih baik daripada yang pernah saya ikuti di Eropa,” komentar Marthijn Kort, cyclist  dari Belanda yang menjadi runner-up KoM kategori 41 tahun ke atas.

Goweser cantik pura-pura rusak (foto:JP)
Ajang climbing terheboh berlatar wisata itu memang diklaim terbaik dalam hal penggarapan. ‘’Pesertanya terus bertambah dalam tiga tahun penyelenggaraan. Terima kasih pada seluruh peserta, khususnya yang datang dari jauh,” ujar Direktur Utama PT Jawa Pos Koran Azrul Ananda. 
Pihaknya kian bersemangat untuk menggelar kembali tahun depan.

Mereka King of Mountain diganjar hadiah
Memang ada kebanggaan tak terlupakan bagi cyclist yang berhasil mendaki hingga Wonokitri. Pegiat dari Balikpapan yang ambil bagian dalam event itu ada 21 orang. ‘’Tahun depan kita akan berpartisipasi lagi,” ujar Prihandoyo, leader Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post. Sampai jumpa di ‘’jalur neraka yang indah’’. (*)

Taklukkan Pendakian Ekstrem

Menjajal Jawa Pos Cycling Bromo 100 Km (1)

Sebanyak 938 pesepeda dari 13 negara menjajal Jawa Pos Cycling Bromo 100 Km yang dihelat 16 April lalu. Ada 21 pegiat asal Balikpapan ambil bagian menaklukkan tanjakan di ketinggian dua ribu meter lebih.

Terhenti menanti kereta api lewat
BRBC (Balikpapan Road Bike Community) adalah sekelompok penggemar sepeda ban ramping yang dimotori Polda Kaltim dan Kaltim Post. Kami rutin berselancar puluhan kilometer di jalan aspal saban Sabtu dan Minggu bareng Kapolda Kaltim Irjen Pol Drs Safaruddin.

BRBC kali ini ‘’mengirim’’ sejumlah bikers untuk menaklukkan seramnya ketinggian Gunung Bromo, Jawa Timur. Latihan intensif pun dilakukan dua bulan sebelumnya. Dikoordinasi captain road BRBC Jack Baronet dan dipandu atlet Firman Hidayat. Tanjakan kawasan Gunung Dubs menjadi titik latihan. Poros Balikpapan-Samboja (pp) pun sebagai lintasan untuk memeperkuat endurance.


Tetap semangat di etape pertama
Jumat pagi (15/4) bubuhan BRBC sudah siap tempur. Kami berkumpul di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan untuk terbang ke Surabaya dengan Citylink. Sebagian cyclist sehari sebelumnya sudah menginjakkan kaki di Kota Pahlawan itu untuk sejumlah persiapan.

Sabtu pagi (16/4) pukul 5.00 WIB, kami sudah prepared dengan jersey plus nomor dada, serta tunggangan masing-masing di pelataran Hotel Best Western Papilio Surabaya tempat kami menginap. Siap meluncur ke titik start di Mapolda Jawa Timur, Jalan A Yani. Jaraknya hanya sekira 900 meter.


Pleton saat melintas Lapindo
Setibanya di sana ratusan cyclist sudah tumplek blek di halaman markas polisi itu. Cuaca pagi cerah. Kemudian pukul 6.00 WIB Gubernur Jatim Soekarwo dan Kapolda Jatim Anton Setiadji mengangkat bendera start. Wuss…wuss… ratusan pesepeda pun langsung ngacir memadati jalan utama dipandu mobil pengawal. Iring-iringan paling depan sekira dua ratus bikers dengan jersey kuning adalah captain road. Mereka pemandu dari Surabaya Road Bike Community. Tujuh di antaranya atlet Pelatnas. Pemacu di lini depan ada Azrul Ananda, Direktur Jawa Pos Koran sebagai penggagas event.


Start untuk rebut predikat KoM
Para cyclist ini menjajak etape awal. Jaraknya sekira 60 km. Dari Surabaya ke Kabupaten Pasuruan meluncur mulus dengan kecepatan rata-rata 30 km per jam. Setiba di pit stop pertama di Pandapa Pasuruan baru pukul 08.45 WIB. Rombongan disambut Bupati Irsyad Yusuf. Rehat sebentar untuk makan-minum, peleton road bikers ini memancal lagi ke etape selanjutnya. Tetap semangat melahap jarak tempuh 26 km ke pit stop dua di KUD Sembada Desa Puspo.

Saat menuju pit stop kedua  inilah para cyclist mulai disambut tanjakan menjemukan dengan elevasi maksimal 622 meter. Cuaca panas sekira 36 derajat menguras energi. Belum lagi godaan menipisnya oksigen lantaran posisi di ketinggian. Ratusan pegowes pun mulai bertumbangan. Panitia sigap. Secepatnya mengevakuasi.


Firman Hidayat (kanan)
Lalu bagaimana dengan road bikers dari BRBC? Tangguh! Semua mencapai pit stop kedua. Total 86 km yang ditempuh belum membuat goweser yang juga aktif tergabung di Mudhog dan Rabu Gowes Community (RGC) ini kewalahan.

Tibalah pada ujian utama, yakni lintasan 14 km terakhir melulu pendakian. Melumat tanjakan ‘’jahanam’’ menuju Desa Wonokitri itu untuk memperebutkan jawara King of Mountain (KoM). Para cyclist andal ini diharapkan harus tiba di puncak pukul 13.00 WIB.

Seperti diperkirakan semula, ratusan peserta pun rontok. Ada yang putus asa berhenti. Terkapar kelelahan. Paling sering diserang kejang otot. Tapi, ada juga yang ngotot mendaki dengan menumpang sepeda motor, dan nggandol mobil.
‘’Cuaca panas sekali. Beda dengan tahun 2015,” ujar Sandy Budiwan, goweser pengikut event yang sama tahun lalu.


BRBC berhasil catat KoM
Hanya delapan pegiat dari BRBC tak menuntaskan etape pemungkas itu. Terutama pada posisi 5 kilometer terakhir yang sungguh menyiksa. Belasan lainnya sukses menyempurnakan pendakian ekstrem, meskipun sebagian jatuh bangun dihajar keram kaki. ‘’Yang penting bisa berhasil ke finis,” komentar Supriyanto, cyslist BRBC berusia 56 tahun.

Hebatnya, cyclist Firman Hidayat menembus pita finis di urutan kedua. Meskipun predikat juara pertama di tangannya harus terlepas lantaran didiskualifikasi. Firman dengan nomor punggung 340 nekat mengenakan nama cyclist lain di kategori U-40. Podium bergengsi ajang climbing terheboh itu mencatat M Taufiq dari Banyuwangi pendaki tercepat kelompok U-30 dengan waktu tempuh 1 jam 2 menit 52 detik. Edan, rek! (*)
Penulis bertahan di etape dua, seorang cyclist terpaksa didorong dan yang kelelahan di etape akhir.



Selasa, 15 Maret 2016

Merah Putih di Patok Merah

Ada kenangan yang tak terlupakan saat bersepeda bersama. Yakni ketika para goweser kompak memaknai Hari Kemerdekaan RI ke-70 dengan caranya sendiri. Komunitas pesepeda gunung Balikpapan ini melakukannya dengan cara gowes bareng merantas jalur off-road, lalu mendaki perbukitan untuk mengibarkan bendera Merah Putih.

Mengibarkan bendera Merah Putih di kawasan Patok Merah

KETIKA itu kami berkumpul Senin pagi (17/8) pukul 06.30 Wita di parkiran depan ACE Hardware, Jalan Jenderal Sudirman, Balikpapan. Ada puluhan goweser. Mereka dari berbagai komunitas MTB (mountain bike), sebut saja Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post, Komunitas Gowes Balikpapan (KGB), Bike Bike Saja (BBS), Komunitas Tugu Ostrali (KTO), A-Team, Pertamina Gowes Community, Kawan Bike, Anugerah Bike, UNO, dan sejumlah pegiat sepeda perorangan.


Rute mendaki di Jalam MT Haryono Dalam
Tujuan gowes kali ini adalah Patok Merah –begitu biasa komunitas MTB menyebut— yang berada di kawasan Ringroad 3, jalur baru membelah hutan yang akan menghubungkan Jalan Soekarno-Hatta ke kawasan Kelurahan Manggar, Jalan Mulawarman.

Lintasan off-road ini memang sudah menjadi rute langganan para penggila MTB Kota Minyak. Sebagian kecil jalan utama di kawasan ini sudah pada tahap pengerasan.

Iring-iringan pemancal ini memulai tantangan dengan menjinakkan tanjakan dari Jalan MT Haryono Dalam, menuju kawasan pemukiman Kelurahan Sepinggan, lalu melintas kawasan HER.


Regroup agar selalu bersama
Turun naik bukit tak terelak menjadi santapan bubuhan goweser. Mereka sempat terhenti  untuk regroup di beberapa titik agar iring-iringan tak terputus.
Matahari pagi yang mulai menyengat belum mengendurkan semangat mereka mengayuh sepeda masing-masing.

Sebagian pesepeda tak melaju di lintasan off-road dengan berbagai rintangan kecil itu, lantaran keterbatasan stamina, namun tetap saja tak mengurangi rasa persahabatan pegiat MTB ini. Mereka tetap saling menunggu iring-iringan yang membuntut di belakang.


Bolang dari A-Team
Tiba di kawasan Patok Merah, puluhan goweser ini tak langsung tancap bendera. Mereka rehat beberapa saat, lalu bersama-sama mengibarkan bendera Merah Putih dipimpin leader RGC Yoyok Prihandoyo.

Tak lama di Patok Merah, iring-iringan gowes kembali meluncur ke arah kawasan pengolahan air PDAM Km 8. Lalu melintasi jalur on-road beraspal di Jalan Soekarno-Hatta untuk meluncur ke arah Gedung Biru Kaltim Post, Km 3,5.
Rehat di Gedung Biru

Rehat sebentar sembari menikmati sarapan nasi kuning di pelataran Gedung Biru, rombongan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Lapangan Merdeka tempat upacara bendera peringatan detik-detik Proklamasi. Mereka berbaur dengan masyarakat untuk menyaksikan sejumlah atraksi udara, seperti terjun payung. Total perjalanan Gowes Merdeka ini sekira 50 kilometer. (*)

Komunitas RGC, KGB, KTO, dan A-Team yang kompak

Selasa, 26 Januari 2016

Nungging di Tabalong

Tabalong...kami datang…
Melahap trek offroad menantang sepanjang 50 Km. Asyik mendaki bukit, riang meniti setapak, semangat menerjang turunan berbatu, deg-degan melintas jembatan goyang, lalu hati-hati memikul sepeda menyeberangi sungai. Begitulah trek eksotik yang tak terlupakan.
Ngantre lewat jembatan

EVEN tahunan gowes cross county di bumi serbakawa Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, tak pernah sepi peminat. Ribuan pegowes unjuk gigi. Tahun 2014 lalu kami hadir memenuhi undangan, dan tahun 2015 Rabu Gowes Community (RGC) kembali setia ambil bagian.

Sayangnya, tak banyak goweser Kota Minyak berjibaku di trek-trek menantang di Kalsel itu, lantaran terkendala berbagai hal. Gelaran 20 Desember itu dianggap ‘’menghimpit’’ kesempatan untuk bertandang ke Tabalong. Sementara tahun 2014 lalu digeber 23 November.


Macet yang bikin bete
Lantaran alasan itu goweser dari Kaltim hanya bisa dihitung jari. Selain dari Balikpapan, Penajam Paser Utara, Tanah Grogot, juga dari Tenggarong. Dari Balikpapan ada RGC, Mudhog dan KTO. Di antara goweser ini ada tiga pelaga kompetisi MTB, seperti Julak Yayan dan Ridwan dari Balikpapan serta Irwansyah dari kota raja Tenggarong.

Rute yang ditempuh pun nyaris tak berbeda dengan cross country 2014 lalu. ‘’Hanya saja arahnya diputar balik,’’ ujar Bebet, goweser tambun dari RGC. Tahun 2014 lalu menempuh jarak 49 Km, sedangkan tahun 2015 menjadi 50 Km.

Jarak tempuh cross country tersebut disesuaikan dengan usia hari jadi Kabupaten Tabalong yang jatuh tanggal 1 Desember. Kabupaten dengan ibukota Tanjung ini jaraknya sekira 232 Km dari Banjarmasin. Dan bila ditempuh lewat darat dari Balikpapan lumayan lama. Bisa sampai delapan jam lantaran terkendala beberapa ruas jalan raya di sekitar perbatasan Kaltim yang rusak parah.


Jembatan hanya bisa dilewati 15 orang
Perhelatan sepeda di Tabalong itu sama seperti tahun 2014 dipusatkan di Lapangan Pendopo Bersinar Pembataan. Tetap memilah dua kategori, fun bike dan cross country. Iring-iringan sepeda gunung ini melewati Kelurahan Pembataan, Kelurahan Sulingan, Desa Tanta Hulu, Tanjung Selatan dan kembali ke Pendopo. Sementara trek cross country blusukan di perkebunan karet, Desa Masukau, Desa Kambitin dan berakhir di Lapangan Pendopo Bersinar.
Sensasi yang tak terlewatkan adalah ketika melewati jembatan gantung. Panitia mesti mengatur goweser melintas satu persatu. Sebagian memancal sepeda di jembatan yang bergoyang itu, selebihnya memilih menuntun sepeda.


Melintas sungai angkat sepeda
Iring-iringan peserta juga sempat stuck saat melintasi jembatan ulin yang hanya bisa dilewati maksimal 15 orang. Akhirnya antrean panjang membosankan tak terelakkan. Suasana tak berbeda juga ketika para peserta menyeberangi sungai.

Bagi goweser maniac yang pernah ambil bagian di cross country Tabalong 2014, tentu trek Desember 2014 lalu itu tak memberikan tantangan baru. ‘’Kalau bisa lintasan untuk tahun 2016 nanti diubah,” timpal Bebet.

Manfaatkan mencuci sepeda
Meskipun demikian kenyataannya, trek mengasikkan di Tabalong tetap menyimpan cerita. Akar-akar pohon karet yang menyembul di permukaan tanah basah yang miring, tetap menguji keterampilan goweser. Kalau tidak cermat roda sepeda bisa tergelincir. Sejumlah pegiat pun tampak ‘’menari-nari’’ di lintasan ini, kemudian terjerembab ke tanah. Perkebunan karet nan rindang ini banyak dimanfaatkan peserta untuk sekadar rehat memupus dahaga. Termasuk mengendurkan otot kaki saat berada di pos-pos panitia.

Hingga lewat tengah hari ratusan peserta baru mencapai garis finish. Panitia menyediakan lunch box untuk goweser.


Jembatan gantung bergoyang
Di sana rombongan RGC menginap di Aston Tanjung City. Hotel bintang yang letaknya di jalan Mabuun, Kecamatan Murung Pudak, dekat dengan tugu obor menyala Tanjung Puri Mabuun yang menjadi icon Tabalong.
Usai menguras tenaga di perhelatan sepeda gunung itu kami menyempatkan waktu untuk mencari jajanan di pasar Tungging menjelang petang. Pasar ini cukup  terkenal.

Kok namanya tungging? ‘’Kebetulan masyarakat disini kalau berbelanja ke pasar harus nunggung, atau jongkok. Karena penjualnya menghampar dagangannya di tikar atas tanah,” ujar Shania, srikandi RGC yang kebetulan pernah bermukim di Tabalong.

Saban akhir pekan pasar rakyat di Kecamatan Murung Pudak ini selalu ramai. Masyarakat disini biasa berbelanja pada hari Jumat. Mereka menyebut sebagai hari pasar. Sedangkan pada malam harinya ramai dikunjungi warga karena menyediakan bermacam wadai dan aneka kuliner tradisional. Kami menikmati soto banjar, sate itik, ontok-ontok, serabi dan marning, yakni singkong serut yang digoreng. Makanan khas ini gurih dan nikmat untuk jadi jajanan sore hari.

Kudapan Tabalong memang selalu menggugah selera. Sampai jumpa cross country tahun 2016. Kami menunggu undangan. (*)

Selasa, 19 Januari 2016

Merayap ke Batu Dinding

Dua objek wisata; Batu Dinding dan Sumber Air Panas di Bukit Merdeka Kecamatan Samboja Kutai Kertanegara menjadi titian trek Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post. Jarak tempuhnya relatif pendek, namun sungguh menguras tenaga.

Lega di puncak Batu Dinding
UNTUK menghemat tenaga menuju Batu Dinding dan Sumber Air Panas, rombongan kecil RGC berjumlah 16 pegiat MTB (mountain bike) harus loading sepeda dengan kendaraan roda empat. Berkumpul di parkiran Gedung Biru Km 3,5 Soekarno-Hatta Balikpapan dinihari pukul 04.00 Wita. Harapan kami sampai ke puncakBatu Dinding pukul 5 pagi agar bisa menyaksikan sunrise, akhirnya pupus.

Narsis melulu
Ada persoalan teknis menghadang pada bracket sepeda. Utak-atik yang menyita waktu memaksa kami harus berangkat pukul 6 pagi. Setiba di muster point Km 38 matahari pun sudah muncul.

Iring-iringan pegiat sepeda meluncur di aspal sepanjang tujuh kilometer menuju pintu masuk ke lintasan Batu Dinding di Km 45, Jalan Soekarno-Hatta arah Samarinda. Dari sini, kurang lebih 8 Km lagi untuk menuju Batu Dinding.

Selalu regroup agar kompak
Keberadaan objek wisata tersebut sebenarnya sudah lama, namun baru belakangan ini mulai banyak dikunjungi masyarakat. Ini dampak dari media sosial. Banyak pengunjung yang berselfiria di sana, dan menyebut-nyebut Batu Dinding mirip Great Wall (Tembok China) di Beijing.

Pengunjung bila ke Batu Dinding harus rela berjalan kaki sekian kilometer, karena tak semua lintasan bisa ditaklukkan kendaraan roda dua dan empat. Melantas medan panjang ini diwarnai wajah pebukitan di antara hutan dan perkebunan lada, merica, buah naga dan pepohonan karet milik warga. Ada juga huma membentang mata memandang.


Menuju lintasan ke Batu Dinding
Jarak gowes kali ini memang relatif pendek, tapi ada beberapa perlintasan berbukit yang membutuhkan skill baik. Selain elevasi kemiringan lumayan curam, tanjakan yang tak bisa ditawar-tawar itu sebagian permukaan tanahnya tak rata. Ada lubang-lubang bekas gerusan air. Ini membahayakan goweser.

Harus ekstra hati-hati. Kalau tidak, risiko pun menghadang. Dan benar, goweser Eko Wahyudi harus berjumpalitan saat menaklukkan tanjakan. Traksi yang lemah membuat sepeda kehilangan keseimbangan. Ini pun akibat letih, sehingga upaya reflek melepas cleat sepatu pun gagal. Glundung deh.

Selalu ceria meski letih menghadang
Begitu pula saat melintasi turunan curam yang memerlukan penguasaan baik pada handlebar. Gowesista Hanee terpaksa terguling dua kali. Tak masalah, hanya kaki yang lecet-lecet. Segera diatasi dengan Betadin. Lalu gowes lagi. Perjalanan ke Batu Dinding ini pun sempat diwarnai pecah ban. Untungnya cuaca bersahabat, tidak hujan. Bila trek licin tentu lain lagi tantangannya.

Tiba di ‘’tekape’’ semua sepeda ditaruh di kaki bukit, kemudian goweser merayap ke atas. Sinar surya pagi itu rambat mengganas ketika kami tiba di puncak Batu Dinding.

Kami disambut pesona rimba hijau membentang. Batu Dinding seperti punggung kuda sepanjang 400an meter ini lumayan eksotik. Kiri-kanannya terjal sekira 70an meter. Menguji andrenalin. Sayangnya, batu-batuan alam itu sedikit tercoreng aksi vandalisme. Kami foto narsis sebentar, lalu istirahat di kedai untuk memupuskan dehidrasi.

Memandu trek pendakian yang dilintasi
Dari Batu Dinding ini kami kembali menulusuri single track perpaduan tanah, batu laterit, dan cor-coran semen menuju bibir jalan raya Km 39 Soekarno-Hatta arah Balikpapan. Masuk ke arah kanan gerbang pemukiman warga RT 11 Kelurahan Bukit Merdeka. Tujuannya Sumber Air Panas. Setelah melantas perkebunan warga, iring-iringan pesepeda gunung ini kembali melahap single track untuk menerebas hutan.

Beberapa meter trek hijau tidak bisa digowes. Selain berhadapan dengan anak sungai, drop off kecil, serta obstacle akar pohon, ada ranting-ranting liar rotan yang berduri juga mengancam. Harus tetap hati-hati.


Jembatan darurat harus hati-hati
Akhirnya lega juga kami tiba di Sumber Air Panas. Setelah foto, rehat dan bercengkerama, leader Ashari langsung memandu perjalanan yang cukup menantang. Menaklukkan medan pendakian panjang di tengah hutan yang benar-benar sulit untuk dipancal. Pasalnya, permukaan tanah yang tak rata itu dipenuhi batu kerikil dan dedaunan kering. Bila digowes roda sepeda sering traksi, tenaga pun menjadi boros. Pilihannya adalah ramai-ramai tuntunbike.

‘’Gak usah dipaksakan, tuntun ajalah,” ujar Hasbi, goweser dari A-Team yang juga branch manager PT Asuransi Takaful. Sementara rekannya Ary Djatikusuma yang juga owner Keraton Furniture tetap menggowes meski perlahan. Begitu pun Kapten Jack dari Mudhog. Owner New Baronet ini kekeh untuk tetap mendaki, sekalipun temponya kian melambat.

Rehat di sumber air panas
Medan offroad kali ini benar-benar membuat dua srikandi RGC, Hanne dan Shania tak lincah. Tidak cheerful seperti biasanya. Tapi pantang menyerah. Keduanya tetap saja ngotot menggowes meski terlihat agak melemah.

Meskipun letih, lapar, dan haus bercampur aduk, rombongan kecil RGC ini tetap semangat menyelesaikan adventure. Kami baru lega ketika bertemu aspal jalan raya arah Bukit Bangkirai, pertanda perjalanan segera selesai. ‘’Begitu melihat aspal, langsung lega rasanya,” ujar Jonathan.

Total jarak tempuh hanya sekitar 30an kilometer. Namun beberapa trek merampas tenaga. Dua srikandi Hanne dan Shania pun terpaksa terbaring lelah di kedai pinggir jalan.


Rute offroad menjadi perjalanan menyenangkan
Gowes offroad bareng itu disudahi dengan makan siang gratis di kediaman gowesista Erna Dwi Nana, di Telego Rejo. Ada menu sop singkong yang menggoda perut. Gowes 6 Desember 2015 kali ini menoreh cerita, karena berhasil menaklukkan medan tak bersahabat di Batu Dinding dan Sumber Air Panas. (*)


Searah jarum jam: Rehat di kedai Dea Mandiri yang ada di kaki Batu Dinding. Kapten Jack terampil menambal ban yang bocor. Goweser Umar atraksi di titian pohon tumbang. Dua srikandi RGC Hanne dan Shania yang pantang menyerah. Mejeng bareng, serta leader Anshari dan Hasbi mengisi buku tamu di pintu masuk Batu Dinding.