Minggu, 06 April 2014

Terjungkit di Bukit Cinta



Di halaman parkir Cobek Penyet Gunung Malang
Tidak ada istilah “haram” atau gengi dalam bersepeda. Kalau memang gak mampu mendaki, ya jangan dipaksakan. Silahkan TTB alias tuntunbike. Ramai-ramai mendorong pun jadi candaan saat pegiat sepeda di Rabu Gowes Community (RGC) meniti tanjakan di Bukit Cinta.

Imansyah dan Arman di depan
HOST RGC Rabu (26/2) lalu di Cobek Penyet, resto di bilangan Jl Mayjen Sutoyo, Gunung Malang. Persis di samping Hotel Mutiara Indah, Balikpapan.

Gowes mingguan prakarsa Kaltim Post ini diikuti sekitar 50 pecinta MTB. Mereka dari Bike Buster, A-Team, Mudhog, Blue Bike Community (BBC), Hobic, Le Grandeur (LG), dan Bike Bike Saja (BBS), dan Astra Gowes Community (AGC). 

Di antara peserta ada GM Le Grandeur Dicke Indrayana, Direktur Kaltim Post Tatang Setyawan, Direktur Percetakan Duta Manuntung Bambang Setyono, owner Trans Borneo Adventure Joko Purwanto dan owner Rajawali Computer Khornaylius Eddy.
 
Terus pacu tanjakan meski perlahan
Karena ada empat goweser wanita dari LG, maka direncanakan rute yang dijajal sore itu sedianya “datar-datar” saja. Artinya, tak mencicipi tanjakan-tanjakan ekstrem. “Okey ga masalah. Kali ini kita ambil rute panjang saja,” ujar Prihandoyo leader RGC. Sepakat.
Namun semenit kemudian, rencana rute berubah. Ada yang berbisik minta jalan mendaki. Dan benar, rute disepakati awal batal seketika. “Kita ke Bukit Cinta saja,” ujar Yoyok –panggilan akrab Prihandoyo. Jadilah kalau begitu. 

Peserta pun mulai mengayuh sepeda masing-masing. Start langsung “dihajar” tanjakan samping Mutiara Indah, menuju Jl Siaga, kemudian langsung menelusuri arah Bukit Cinta. “Yang mau ambil jalur pendek silakan. Yang mau panjang, ayo ke arah SMP 7,” kata Yoyok ketika rombongan berada di persimpangan jalan baru tembus Jl Siaga dan arah Bukit Cinta. Toh akhirnya nanti bertemu juga di Bukit Cinta. Baiklah.
 
Tetap semangat gowes, lainnya nuntun
Sebagian besar peserta tahu, bila ke arah SMP 7 berarti siap-siap menjajal tanjakan yang lumayan curam. Ada yang menakar kemampuan, lalu memutuskan untuk memilih jalur pendek. Ini memang pilihan baik, dari pada memaksakan.

Tanjakan nyaris 35 derajat itu tetap saja dilewati penggila MTB ini. Sayangnya, lebih banyak goweser yang berguguran, alias tuntunbike. Ga masalah, dorong sampai ke puncak. Hanya seorang goweser wanita dari LG yang nekat mencoba tanjakan ini, namun gowes campur dorong. Cilakanya, ada goweser yang mampu mendaki namun terhalang oleh kawan-kawan di depan yang tuntunbike. Apa boleh buat, pasrah ikut mendorong. Tapi kondisi ini malah dibuat candaan akrab, dan saling ejek.
 
Tuntunbike pilihan terakhir, gak masalah
Sampai di puncak para pecinta tanjakan ini harus rehat sejenak, mengatur nafas yang ngos-ngosan, sembari menunggu rekan-rekan yang tiba belakangan. Karena perlu diingat, beberapa meter dari situ tanjakan kecil menanti. 

Trek ini menuju Bukit Cinta ini juga memeras tenaga. Di rute ini sebelumnya sulit didaki, lantaran kontur tanahnya menyulitkan. Banyak batu kecil. Goweser sering kehilangan traksi. Nah, ketika melewati jalur tersebut Rabu sore 26 Februari, sudah lebih baik. Jalan sudah dicor semen. Alhamdulillah.

Dicke dan Yoyok adu skill di tanjakan
Setelah itu menelusuri jalan menurun dan berbatu di Bukit Cinta. Gak ada masalah, bubuhan RGC terbilang sering melintasi jalur ini. 

Bisa memacu cepat sepeda, asal pandai-pandai memainkan kesimbangan antara rem belakang dan depan.
Bukit Cinta sudah tidak seperti dulu. Kini tumbuh perumahan warga yang begitu pesat. Di sekitar ini juga sedang ada pembangunan real estate.

Perjalanan mendaki sore itu belum selesai. Masih ada tanjakan dasyat mengancam di depan. Tanjakan tinggi menguras enerji ini sekitar Pesantren Baihura. Disini, beberapa goweser kembali kompak melakukan aksi dorong. Meski trek cor-coran ini kondisinya jauh lebih baik dibanding dua tahun sebelumnya, namun tetap membutuhkan daya tahan yang baik untuk bisa sampai ke puncak. Dan kudu hati-hati, kalau keliru menggunakan gear belakang bisa kehilangan traksi, atau ban depan terangkat lalu terjungkit ke belakang.
 
Jangan serius di tanjakan. Dinikmati saja
Setelah melewati tanjakan dekat pesantren itu, rombongan kembali ke Cobek Penyet melewati perkampungan warga di Gunung Guntur, kemudian melintas Jl Mayjen Sutoyo. Jarak yang ditempuh RGC kali ini memang relatif pendek. Total hanya empat tanjakan yang dijajal sore itu, tapi enerji lumayan terkuras. Bikin gedek-gedek.

Sampai di finis peserta disuguhi makanan ringan dan teh panas dari Cobek Penyet. Lumayan untuk mengganjal perut. Sebelum bubaran, Yoyok dan Sanuri membagikan kartu peserta RGC. (*)
Suguhan singkong dan kentang goreng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar