Selasa, 26 Januari 2016

Nungging di Tabalong

Tabalong...kami datang…
Melahap trek offroad menantang sepanjang 50 Km. Asyik mendaki bukit, riang meniti setapak, semangat menerjang turunan berbatu, deg-degan melintas jembatan goyang, lalu hati-hati memikul sepeda menyeberangi sungai. Begitulah trek eksotik yang tak terlupakan.
Ngantre lewat jembatan

EVEN tahunan gowes cross county di bumi serbakawa Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, tak pernah sepi peminat. Ribuan pegowes unjuk gigi. Tahun 2014 lalu kami hadir memenuhi undangan, dan tahun 2015 Rabu Gowes Community (RGC) kembali setia ambil bagian.

Sayangnya, tak banyak goweser Kota Minyak berjibaku di trek-trek menantang di Kalsel itu, lantaran terkendala berbagai hal. Gelaran 20 Desember itu dianggap ‘’menghimpit’’ kesempatan untuk bertandang ke Tabalong. Sementara tahun 2014 lalu digeber 23 November.


Macet yang bikin bete
Lantaran alasan itu goweser dari Kaltim hanya bisa dihitung jari. Selain dari Balikpapan, Penajam Paser Utara, Tanah Grogot, juga dari Tenggarong. Dari Balikpapan ada RGC, Mudhog dan KTO. Di antara goweser ini ada tiga pelaga kompetisi MTB, seperti Julak Yayan dan Ridwan dari Balikpapan serta Irwansyah dari kota raja Tenggarong.

Rute yang ditempuh pun nyaris tak berbeda dengan cross country 2014 lalu. ‘’Hanya saja arahnya diputar balik,’’ ujar Bebet, goweser tambun dari RGC. Tahun 2014 lalu menempuh jarak 49 Km, sedangkan tahun 2015 menjadi 50 Km.

Jarak tempuh cross country tersebut disesuaikan dengan usia hari jadi Kabupaten Tabalong yang jatuh tanggal 1 Desember. Kabupaten dengan ibukota Tanjung ini jaraknya sekira 232 Km dari Banjarmasin. Dan bila ditempuh lewat darat dari Balikpapan lumayan lama. Bisa sampai delapan jam lantaran terkendala beberapa ruas jalan raya di sekitar perbatasan Kaltim yang rusak parah.


Jembatan hanya bisa dilewati 15 orang
Perhelatan sepeda di Tabalong itu sama seperti tahun 2014 dipusatkan di Lapangan Pendopo Bersinar Pembataan. Tetap memilah dua kategori, fun bike dan cross country. Iring-iringan sepeda gunung ini melewati Kelurahan Pembataan, Kelurahan Sulingan, Desa Tanta Hulu, Tanjung Selatan dan kembali ke Pendopo. Sementara trek cross country blusukan di perkebunan karet, Desa Masukau, Desa Kambitin dan berakhir di Lapangan Pendopo Bersinar.
Sensasi yang tak terlewatkan adalah ketika melewati jembatan gantung. Panitia mesti mengatur goweser melintas satu persatu. Sebagian memancal sepeda di jembatan yang bergoyang itu, selebihnya memilih menuntun sepeda.


Melintas sungai angkat sepeda
Iring-iringan peserta juga sempat stuck saat melintasi jembatan ulin yang hanya bisa dilewati maksimal 15 orang. Akhirnya antrean panjang membosankan tak terelakkan. Suasana tak berbeda juga ketika para peserta menyeberangi sungai.

Bagi goweser maniac yang pernah ambil bagian di cross country Tabalong 2014, tentu trek Desember 2014 lalu itu tak memberikan tantangan baru. ‘’Kalau bisa lintasan untuk tahun 2016 nanti diubah,” timpal Bebet.

Manfaatkan mencuci sepeda
Meskipun demikian kenyataannya, trek mengasikkan di Tabalong tetap menyimpan cerita. Akar-akar pohon karet yang menyembul di permukaan tanah basah yang miring, tetap menguji keterampilan goweser. Kalau tidak cermat roda sepeda bisa tergelincir. Sejumlah pegiat pun tampak ‘’menari-nari’’ di lintasan ini, kemudian terjerembab ke tanah. Perkebunan karet nan rindang ini banyak dimanfaatkan peserta untuk sekadar rehat memupus dahaga. Termasuk mengendurkan otot kaki saat berada di pos-pos panitia.

Hingga lewat tengah hari ratusan peserta baru mencapai garis finish. Panitia menyediakan lunch box untuk goweser.


Jembatan gantung bergoyang
Di sana rombongan RGC menginap di Aston Tanjung City. Hotel bintang yang letaknya di jalan Mabuun, Kecamatan Murung Pudak, dekat dengan tugu obor menyala Tanjung Puri Mabuun yang menjadi icon Tabalong.
Usai menguras tenaga di perhelatan sepeda gunung itu kami menyempatkan waktu untuk mencari jajanan di pasar Tungging menjelang petang. Pasar ini cukup  terkenal.

Kok namanya tungging? ‘’Kebetulan masyarakat disini kalau berbelanja ke pasar harus nunggung, atau jongkok. Karena penjualnya menghampar dagangannya di tikar atas tanah,” ujar Shania, srikandi RGC yang kebetulan pernah bermukim di Tabalong.

Saban akhir pekan pasar rakyat di Kecamatan Murung Pudak ini selalu ramai. Masyarakat disini biasa berbelanja pada hari Jumat. Mereka menyebut sebagai hari pasar. Sedangkan pada malam harinya ramai dikunjungi warga karena menyediakan bermacam wadai dan aneka kuliner tradisional. Kami menikmati soto banjar, sate itik, ontok-ontok, serabi dan marning, yakni singkong serut yang digoreng. Makanan khas ini gurih dan nikmat untuk jadi jajanan sore hari.

Kudapan Tabalong memang selalu menggugah selera. Sampai jumpa cross country tahun 2016. Kami menunggu undangan. (*)

Selasa, 19 Januari 2016

Merayap ke Batu Dinding

Dua objek wisata; Batu Dinding dan Sumber Air Panas di Bukit Merdeka Kecamatan Samboja Kutai Kertanegara menjadi titian trek Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post. Jarak tempuhnya relatif pendek, namun sungguh menguras tenaga.

Lega di puncak Batu Dinding
UNTUK menghemat tenaga menuju Batu Dinding dan Sumber Air Panas, rombongan kecil RGC berjumlah 16 pegiat MTB (mountain bike) harus loading sepeda dengan kendaraan roda empat. Berkumpul di parkiran Gedung Biru Km 3,5 Soekarno-Hatta Balikpapan dinihari pukul 04.00 Wita. Harapan kami sampai ke puncakBatu Dinding pukul 5 pagi agar bisa menyaksikan sunrise, akhirnya pupus.

Narsis melulu
Ada persoalan teknis menghadang pada bracket sepeda. Utak-atik yang menyita waktu memaksa kami harus berangkat pukul 6 pagi. Setiba di muster point Km 38 matahari pun sudah muncul.

Iring-iringan pegiat sepeda meluncur di aspal sepanjang tujuh kilometer menuju pintu masuk ke lintasan Batu Dinding di Km 45, Jalan Soekarno-Hatta arah Samarinda. Dari sini, kurang lebih 8 Km lagi untuk menuju Batu Dinding.

Selalu regroup agar kompak
Keberadaan objek wisata tersebut sebenarnya sudah lama, namun baru belakangan ini mulai banyak dikunjungi masyarakat. Ini dampak dari media sosial. Banyak pengunjung yang berselfiria di sana, dan menyebut-nyebut Batu Dinding mirip Great Wall (Tembok China) di Beijing.

Pengunjung bila ke Batu Dinding harus rela berjalan kaki sekian kilometer, karena tak semua lintasan bisa ditaklukkan kendaraan roda dua dan empat. Melantas medan panjang ini diwarnai wajah pebukitan di antara hutan dan perkebunan lada, merica, buah naga dan pepohonan karet milik warga. Ada juga huma membentang mata memandang.


Menuju lintasan ke Batu Dinding
Jarak gowes kali ini memang relatif pendek, tapi ada beberapa perlintasan berbukit yang membutuhkan skill baik. Selain elevasi kemiringan lumayan curam, tanjakan yang tak bisa ditawar-tawar itu sebagian permukaan tanahnya tak rata. Ada lubang-lubang bekas gerusan air. Ini membahayakan goweser.

Harus ekstra hati-hati. Kalau tidak, risiko pun menghadang. Dan benar, goweser Eko Wahyudi harus berjumpalitan saat menaklukkan tanjakan. Traksi yang lemah membuat sepeda kehilangan keseimbangan. Ini pun akibat letih, sehingga upaya reflek melepas cleat sepatu pun gagal. Glundung deh.

Selalu ceria meski letih menghadang
Begitu pula saat melintasi turunan curam yang memerlukan penguasaan baik pada handlebar. Gowesista Hanee terpaksa terguling dua kali. Tak masalah, hanya kaki yang lecet-lecet. Segera diatasi dengan Betadin. Lalu gowes lagi. Perjalanan ke Batu Dinding ini pun sempat diwarnai pecah ban. Untungnya cuaca bersahabat, tidak hujan. Bila trek licin tentu lain lagi tantangannya.

Tiba di ‘’tekape’’ semua sepeda ditaruh di kaki bukit, kemudian goweser merayap ke atas. Sinar surya pagi itu rambat mengganas ketika kami tiba di puncak Batu Dinding.

Kami disambut pesona rimba hijau membentang. Batu Dinding seperti punggung kuda sepanjang 400an meter ini lumayan eksotik. Kiri-kanannya terjal sekira 70an meter. Menguji andrenalin. Sayangnya, batu-batuan alam itu sedikit tercoreng aksi vandalisme. Kami foto narsis sebentar, lalu istirahat di kedai untuk memupuskan dehidrasi.

Memandu trek pendakian yang dilintasi
Dari Batu Dinding ini kami kembali menulusuri single track perpaduan tanah, batu laterit, dan cor-coran semen menuju bibir jalan raya Km 39 Soekarno-Hatta arah Balikpapan. Masuk ke arah kanan gerbang pemukiman warga RT 11 Kelurahan Bukit Merdeka. Tujuannya Sumber Air Panas. Setelah melantas perkebunan warga, iring-iringan pesepeda gunung ini kembali melahap single track untuk menerebas hutan.

Beberapa meter trek hijau tidak bisa digowes. Selain berhadapan dengan anak sungai, drop off kecil, serta obstacle akar pohon, ada ranting-ranting liar rotan yang berduri juga mengancam. Harus tetap hati-hati.


Jembatan darurat harus hati-hati
Akhirnya lega juga kami tiba di Sumber Air Panas. Setelah foto, rehat dan bercengkerama, leader Ashari langsung memandu perjalanan yang cukup menantang. Menaklukkan medan pendakian panjang di tengah hutan yang benar-benar sulit untuk dipancal. Pasalnya, permukaan tanah yang tak rata itu dipenuhi batu kerikil dan dedaunan kering. Bila digowes roda sepeda sering traksi, tenaga pun menjadi boros. Pilihannya adalah ramai-ramai tuntunbike.

‘’Gak usah dipaksakan, tuntun ajalah,” ujar Hasbi, goweser dari A-Team yang juga branch manager PT Asuransi Takaful. Sementara rekannya Ary Djatikusuma yang juga owner Keraton Furniture tetap menggowes meski perlahan. Begitu pun Kapten Jack dari Mudhog. Owner New Baronet ini kekeh untuk tetap mendaki, sekalipun temponya kian melambat.

Rehat di sumber air panas
Medan offroad kali ini benar-benar membuat dua srikandi RGC, Hanne dan Shania tak lincah. Tidak cheerful seperti biasanya. Tapi pantang menyerah. Keduanya tetap saja ngotot menggowes meski terlihat agak melemah.

Meskipun letih, lapar, dan haus bercampur aduk, rombongan kecil RGC ini tetap semangat menyelesaikan adventure. Kami baru lega ketika bertemu aspal jalan raya arah Bukit Bangkirai, pertanda perjalanan segera selesai. ‘’Begitu melihat aspal, langsung lega rasanya,” ujar Jonathan.

Total jarak tempuh hanya sekitar 30an kilometer. Namun beberapa trek merampas tenaga. Dua srikandi Hanne dan Shania pun terpaksa terbaring lelah di kedai pinggir jalan.


Rute offroad menjadi perjalanan menyenangkan
Gowes offroad bareng itu disudahi dengan makan siang gratis di kediaman gowesista Erna Dwi Nana, di Telego Rejo. Ada menu sop singkong yang menggoda perut. Gowes 6 Desember 2015 kali ini menoreh cerita, karena berhasil menaklukkan medan tak bersahabat di Batu Dinding dan Sumber Air Panas. (*)


Searah jarum jam: Rehat di kedai Dea Mandiri yang ada di kaki Batu Dinding. Kapten Jack terampil menambal ban yang bocor. Goweser Umar atraksi di titian pohon tumbang. Dua srikandi RGC Hanne dan Shania yang pantang menyerah. Mejeng bareng, serta leader Anshari dan Hasbi mengisi buku tamu di pintu masuk Batu Dinding.




Melumat Trek Petung

Perpaduan lintasan perbukitan dan single track pada perkebunan kelapa sawit dan karet menjadi suasana yang kental pada gowes bareng (gobar) garapan PMBC (PPU Mountain Bike Community). Sejumlah klub sepeda ambil bagian melumat trek menantang yang membentang di Petung.


Bersiap start di lapangan Petung
GOBAR kali ini mengambil lokasi di Kelurahan Petung, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Bukan saja diikuti pesepeda tuan rumah, tapi juga goweser tamu asal Balikpapan. Ratusan peserta dari sejumlah klub mountain bike ambil bagian, seperti Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post, Mudhog, A-Team, KGB, Jetusi, KTO, Anugerah, Oilcity Sapidaan dan Pertamina Goweser Community. Sementara goweser Benuo Taka ada Penbic, Blubis, Gowar, LBC dan Gotaser dari Tanah Grogot.

Mengawali jalur onroad
Untuk menuju Petung, kami pesepeda dari Balikpapan harus menyeberangi Teluk Balikpapan. Ada yang menggunakan jasa perahu kelotok dari Demaga Kampung Baru, dan ada pula yang menggunakan penyeberangan feri dari Dermaga Kariangau.

Pagi pukul 05.00 Wita bubuhan pegiat MTB Kota Minyak ini sudah bergerak. ‘’Subuh kami sudah gowes dari rumah menuju pelabuhan Kampung Baru,’’ ujar Bandono dari RGC.
Sembari menunggu kedatangan sahabat goweser lainnya, kami menyeruput kopi hangat di kedai dermaga. Belum banyak aktivitas di pelabuhan rakyat itu. Hanya cahaya sunrise di garis laut menemani. Sekian menit kemudian mesin kelotok pun berbunyi, lantas kami menyeberang ke Penajam dengan transportasi tradisional yang memang kami charter Rp 200 ribu untuk satu kali trip.  


Blusukan masuk perkampungan
Setiba di Dermaga Penajam surya mulai terangi pagi. Tanpa tergesa-gesa kami langsung bersemangat memancal sepeda masing-masing menuju muster point lapangan Petung. Jaraknya sekira 18 Km.

Minggu pagi itu cuaca cerah. Meskipun sehari sebelumnya wilayah selatan Kaltim ini diguyur hujan merata. Ratusan peserta sudah berkumpul di lapangan Petung untuk persiapan gowes bareng. Panitia PMBC menyediakan sarapan pagi menu jajanan pasar. Ada pelengkap kopi dan teh panas. Lumayan untuk menghangatkan perut.


Menantang angin di padang ilalang
Rute yang ditempuh pagi itu diawali trek beraspal sekira 3 kilometer. Setelahnya lebih banyak lintasan offroad. Meskipun menyita enerji gobar kali ini cukup menyenangkan. Beberapa trek menantang mesti ditakkukkan para goweser tanpa ragu. Bukit-bukit kecil yang menukik, dan jalur single track yang membutuhkan skill menjadi tantangan tersendiri. Mereka berselancar lincah di sejumlah jalur kelokan di antara pepohonan kelapa sawit. Tapi ada saja goweser yang terperosok.

Syukurnya matahari pagi tak begitu menyengat. Rimbun perkebunan karet setidaknya juga menjadi penghibur goweser. Melantas trek tunggal di tengah sebentang sabana yang dipadati ilalang juga mengundang ceria. Beberapa peserta memanfaatkan rehat di kawasan ini. Selebihnya pemandangan hijau nan luas di perkebunan kelapa sawit yang lumayan menyejukkan mata, serta ladang milik penduduk dan bentangan huma.


Semangat saling kejar
Trek lintas alam di Petung memang tak melulu landai, ada pula beberapa tanjakan menantang yang memaksa keringat mengucur deras. Pada bukit-bukit tak bersahabat ini memaksa goweser menyerah untuk tuntunbike.
Lintasan lainnya yang cukup menantang ketika melewati anak sungai. Ada sebagian pegiat sepeda yang berhasil melintasi, namun lebih banyak yang memikul sepeda. Malah sejumlah peserta memanfaatkan air bening yang mengalir itu bersenang-senang mandi dan mencuci sepeda. “Airnya segar banget,” tukas Desta yang nyemplung mandi di sungai tak dalam itu.

Tantangan etape terakhir yang lumayan membutuhkan kesabaran ketika harus melewati double track bebatuan sekira dua kilometer. Di sini butuh ketahanan fisik prima, terutama saat fokus pengendalian handle bar. Padahal sebagian besar enerji goweser sudah terkuras.


Rehat di padang sabana
Pegiat MTB dari Mudhog dengan jersey kuning rata-rata tiba lebih awal di garis finis, kemudian disusul sahabat-sahabat dari Penbic, KGB, RGC, dan Jetusi. Sampai digaris finis kami disambut hiburan electone.
Sebagian besar peserta mengakui, dari sejumlah aktivitas gowes offroad yang pernah digeber di PPU sepanjang tahun 2015, trek alam di kawasan Kecamatan Petung ini bisa menjadi pilihan untuk lokasi kegiatan jambore sepeda gunung. Setidaknya pendapat ini yang dikemukakan bubuhan MTB dari Balikpapan.


Tantangan lintasi sungai
‘’Jalurnya sangat menantang,” ujar Yoyok Prihandoyo, leader RGC yang ambil bagian di gobar PMBC. ‘’Beberapa single track-nya juga membutuhkan teknik yang baik,” timpal Ridwan dari klub Mudhog.
Jarak lintasan yang dilalui ratusan goweser di Petung ini tak seberapa jauh, hanya sekira 30an kilometer. Namun terasa lebih panjang bagi goweser Balikpapan, karena mereka mengayuh sepeda pulang-pergi dari rumah masing-masing menuju Petung.

Setelah rehat dan makan siang dengan menu lalapan, kami sudahi gobar yang cukup mengesankan ini. Meskipun terasa lelah, keakraban antara goweser PPU dan Balikpapan tetap mewarnai gobar pada pekan kedua Desember lalu itu. Sukses untuk PMBC. (*)

Searah jarum jam: Panitia Gotaser, KGB, Gowar, Blubis, A-Team dan RGC

Selasa, 12 Januari 2016

Meretas Bukit Tana Paser

Ratusan pegiat mountain bike (MTB) empat kabupaten/kota kembali merajut silaturahmi lewat kegiatan gowes bareng di Tanah Grogot, Kabupaten Paser. Bikers tamu yang ambil bagian dari Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan Banjarmasin. Mereka melahap rute menantang di perkebunan kelapa sawit.

RGC rehat di tengah perjalanan
PAGI itu cuaca lumayan bersahabat. Pecinta sepeda gunung mulai berkumpul di Taman Puteri Petong di Jalan Kandilo Bahari. Taman seni budaya dengan bangunan pilar berwarna melulu ungu ini salah satu obyek wisata di Tanah Grogot. Para pegiat saling sapa. Berjabat tangan, dan saling rangkul. Mencerminkan persahabatan antar goweser.

Panitia Gobar Gotaser (gowes bareng grogot tana paser) menjamu sarapan pagi dengan kudapan ala tradisional, plus minuman panas. Lumayan untuk menghangatkan perut. Ada juga hiburan elekton.

Sensasi di jembatan gantung
Kemana rute gobar kali ini? Jarak tempuhnya hanya 30an kilometer. Perpaduan trek onroad dan offroad. Ketika bendera start diangkat, iring-iringan sepeda ini langsung melaju dipandu petugas patwal Polres Paser Tanah Grogot.

Keringat mulai membasahi jersey ketika para riders ini melahap trek offroad. Mereka meretas jalur terbuka dari Desa Tanah Priuk, Desa Sangkuriman, Desa Dami, SP II Suatang Ketebang, Suatang, hingga Pasir Balengkong.

Lintasan alam sepanjang jalan cukup bersahabat. Artinya, tak ada lini ekstrem yang mengancam dan berisiko bagi goweser. Bukit-bukit kecil pun asyik didaki. Begitu pula jalur single track-nya yang menantang andrenalin para pegiat untuk bermain lincah.
Hati-hati di turunan curam

Agar goweser tak lepas dari jalur panitia menabur potongan kertas di sepanjang trek sebagai penanda. ‘’Tapi saya sempat tersesat, dan harus kembali ke rute  semula,’’ kata Supriyanto, goweser gaek dari RGC Balikpapan.

Sekalipun tak ada medan lintasan yang kelewat berat,  rute gobar kali ini cukup asyik. ‘’Single track-nya bagus untuk latihan kecepatan dan kelenturan tubuh. Banyak kelokan yang memerlukan keseimbangan,” komentar Ridwan, riders dari Mudhog Balikpapan.

Ratusan pesepeda ini mulai menoreh sensasi ketika harus melantas jembatan sepanjang dua kilometer di pinggiran sungai. Jembatan ulin setinggi 50 sentimeter dan lebar dua meter itu ketika dilewati para goweser menimbulkan suara sangat berisik, karena susunan kepingan papan terhentak roda sepeda. Riuh tapi tetap mengasikkan. Tak kalah sensasi ketika iring-iringan pesepeda ini melewati jembatan gantung yang membelah sungai.

Tetap semangat
Begitu pula ketika menjajaki jalur double track di kiri-kanan perkebunan kelapa sawit. Ratusan tanaman produktif di sekitar trek itu menawarkan kenyamanan tersendiri. Udaranya sejuk, lantaran sinar surya tak seganas biasanya.

Langit pagi itu memang tidak membiru. Sedikit tertutup kabut. Namun hamparan hijau sepanjang mata memandang seakan memupuskan dehidrasi. Ouw, sayangnya ada pemandangan yang agak merisaukan. Banyaknya pepohonan berbatang hitam bekas lahapan api. Apakah akibat dibakar karena pembukaan lahan oleh warga, atau terbakar karena adanya hot spot. Entahlah. Yang pasti, pohon-pohon nahas itu tercerabut dari kehidupannya. Aroma padang terbakar pun begitu melekat.

Merayap di jembatan ulin
Mendapati kondisi alam yang ada semangat ratusan goweser tetap tak terpatahkan. Mereka selalu terpacu untuk menyelesaikan adventure kali ini. Terlepas dari berbagai hal tersebut, menurut beberapa goweser, rute offroad di Tana Paser ini sungguh menyenangkan. Panitia pun sigap. Tim sweeper tangguh. Nyaris tak ada goweser yang tercecer di gowes bareng 8 November 2015 itu.

Gowes hutan terbakar
Hujan sempat mendera rombongan di saat melintas aspal mengarah destinasi akhir taman Putri Petung. Karena basah lantai keramik taman seni itu menjadi licin. Beberapa pesepeda yang kurang hati-hati pun tergelincir. Namun tak membuat cedera. Sampai di garis finis para pegiat ini dijamu makan siang, dan hiburan musik.

Menurut ketua panitia Hamid Hasyim, kegiatan yang didukung Bank Kaltim ini diikuti sekitar 300 pesepeda. Di antaranya dari Pelangi Tanah Paser, Sadel Batu Kajang (PT. Kideco Jaya Agung), LBC Longikis, BLubis Babulu, Waru Community, Penbic Penajam, dan Pobic Penajam.


Ada juga goweser dari PMBC Petung, RGC Balikpapan, Mud Hogs Balikpapan, Anugerah Bike Balikpapan, KGB Balikpapapn, KTO Balikpapan, D Joss Balikpapan, Navy Blue Balikpapan, dan Sapida Amuntai Com. Banjarmasin. (*)
Panitia Gotaser beri pelayanan terbaik



Puas Jelajah Gunung Intan

Sahabat goweser dua kota; Balikpapan dan Penajam Paser Utara (PPU) kembali menggeber gowes bareng. Rute menantang kali ini menyisir perpaduan trek perkebunan kelapa sawit, dan  pematang sawah di kawasan Gunung Intan, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara.

Siap-siap memulai gowes bareng.
UNTUK kali kesekian komunitas mountain bike (MTB) di PPU mengundang pegiat sepeda Kota Minyak untuk gowes bareng (Gobar). Giliran Blubis (Babulu Bike Society) jadi tuan rumah.

Aktivitas penghujung bulan itu sudah dimulai pukul tiga dinihari. Puluhan pegowes Balikpapan loading sepeda masing-masing, lalu bersiap untuk menyeberangi Teluk Balikpapan menuju dermaga Penajam. Di pagi buta itu sebagian kecil menggunakan perahu kelotok dari Pelabuhan Kampung Baru.

Sebagian besar lagi memanfaatkan jasa feri penyeberangan di Pelabuhan Kariangau. Ada yang membawa truck, pick up, double cabin, hingga sepeda motor yang dilengkapi breaket sepeda.


Letih tapi tetap semangat
Selama menikmati penyeberangan via feri dimanfaatkan goweser untuk sekadar rehat memejamkan mata. Selebihnya selintas mengobrol.
Pukul 6 pagi bubuhan goweser Balikpapan sudah menginjakkan kaki di Penajam. Dari dermaga menuju lokasi acara di Babulu Darat sekira 50an kilometer. Kami tidak memancal sepeda dari sini, tapi loading dengan kendaraan roda empat.

Setiba di lokasi acara pegiat sepeda dari Balikpapan ini disambut hangat para sahabat di Babulu. Di venue sudah tersedia menu sarapan pagi. Ada ubi-ubian, kacang rebus, gorengan, wadai, susu, teh, hingga kopi panas yang langsung menghangatkan perut kami yang sudah berjuang melawan dingin sejak pukul tiga dinihari.


Tahap awal masih enerjk menggowes
Pagi yang cerah itu ada suguhan panggung kecil dengan dua penyanyi elekton Tunas Harapan. Hiburan ringan yang berhasil mengusir kepenatan kami.

Para penggila MTB pagi itu sudah berkumpul, siap dengan sepeda dan jersey kebanggaan masing-masing komunitas. Tim tuan rumah Blubis sibuk mengatur acara. Mereka juga mengundang komunitas satu daratan, yakni Penbic, Goweser Waru, Pobic, Gotaser, PMBC, D Jos 148, Pobic, LBC, dan Pertamina MOR VI.

Sedangkan dari Balikpapan ada Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post, Komunitas Gowes Balikpapan (KGB), Kawan Bike Shop (KBS), Mudhogs, Jetusi, Komunitas Tugu Ostrali (KTO), A-Team, dan PGC.

Rehat sejenak di kebun kelapa sawit

Lintasan yang dilalui gobar ini belum familiar bagi sekira 60an goweser Balikpapan. Rutenya perpaduan double track, dan single track di antara bukit-bukit perkebunan kelapa sawit, ladang dan persawahan. “Tahap pertama ada sekitar 10 kilometer offroad. Medannya turun naik bukit. Setelah itu jalan biasa, onroad,” ujar panitia penyelenggara sebelum bendera start diangkat.

Memang benar, hanya sekira satu kilometer dari titik awal menuju trek offroad rombongan pesepeda gunung ini sudah dihadang tanjakan ‘’selamat datang’’. Ada yang tak mampu mendaki, lalu stuck di tengah jalan. Ini yang membuat iring-iringan goweser menjadi terhenti. Gak perlu panik. Aksi tuntunbike pun tak terelakkan.


Tetap enjoy meski tuntunbike
Namun ada saja sebagian goweser lincah yang merangsak naik. Mereka semangat untuk berusaha lolos ke atas bukit meninggalkan kawan-kawannya yang mendorong sepeda.

Ada beberapa tanjakan serupa dan menukik dengan karakter permukaan tanah yang tak rata mesti ditaklukkan puluhan goweser. Kondisi di lintasan ini memang memerlukan teknikal mumpuni. Bukan itu saja, medan pasir putih yang membutuhkan keseimbangan sempurna juga menghadang penggemar cross country ini.

Tuan rumah Blubis yang kompak
Hamparan pasir kuarsa tersebut tampak aman, namun bila roda kehilangan traksi niscaya sepeda bakal oleng, lalu terhenti.
Jalur yang mengasikkan ketika puluhan pesepeda ini melintasi single track di pematang sawah nan luas. Ada suasana yang berbeda. Udaranya juga segar. Beberapa penggila MTB di trek ini bebas memacu cepat tunggangannya.

Kawasan yang dilintasi gobar ini adalah desa Gunung Intan. Di sini memang tak ada intan, tapi suasana pedesaan yang damai memberikan kami semangat untuk terus mengayuh pedal. Sebagian goweser juga memanfaatkan pemandangan untuk berselfiria.

Terima piagam dari panitia 
Jarak jelajah petualangan gobar ini sekira 30an kilometer. Begitu sampai ke garis finish, rombongan dihibur elekton dan sajian nasi pecel serta buah-buahan pengusir dahaga. Para sahabat goweser menilai jamuan Blubis sangat baik.

“Rute gowes di Babulu mengasikkan. Kalau bisa buat jambore sepeda di sini,” ujar Ridwan, goweser Balikpapan yang datang ke muster point lebih awal. Ia bersama perwakilan komunitas lainnya naik ke panggung menerima piagam kenangan dari ketua Blubis H Rahman Fauzi.

Komunitas Gowes Balikpapan (KGB)

Usulan jambore sepeda di Babulu disambut kawan-kawan Blubis. Sayangnya di kecamatan ini dimaklumi tak ada tempat penginapan. 
"Goweser tak perlu penginapan hotel, cukup tidur di tenda saja. Yang penting adalah gowesnya," ujar Yoyok, leader RGC Kaltim Post. 

Para sahabat goweser mengaku puas dengan bersepeda bareng 30 Agustus 2015 itu, dan menilai ini adalah pelaksanaan gobar yang cukup berkesan. (*)
Komunitas Waru selalu aktif gobar
LBC Longikis yang pantah menyerah

Senin, 11 Januari 2016

Sabar Menakar Rute Blusukan

Trek offroad Rabu Gowes Community (RGC) Kaltim Post kali ini tanpa diwarnai turunan curam dan bukit-bukit ekstrem. Melainkan blusukan keluar masuk kampung, menelusuri gang kecil, menelikung jalan setapak hingga menerabas ladang, lalu meniti single track pematang. Bermula dari kota Balikpapan menuju pantai wisata Ambalat, Kutai Kertanegara. Cross country sekira 100 Km yang cukup menguras tenaga.

Suasana sepi di tengah tambak
TUJUAN turing bubuhan RGC Minggu memang pantai wisata Ambalat (Amborawang Laut) yang masuk kawasan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Sekitar ATM Balikpapan Baru (BB) menjadi tempat berkumpul 19 penggowes. 

Pukul 06.30 Wita mereka mulai mancal sepeda, melalui Jalan Ruhuy Rahayu, kemudian menjajaki kawasan Her Sepinggan. Dari sini, penggila mountain bike ini melulu melintas jalan-jalan kecil di kawasan perumahan warga.
Bila biasanya menuju pantai Ambalat melewati rute full onroad beraspal, kali ini rombongan kecil tersebut mencoba trek yang berbeda dan penuh sensasi. Iring-iringan gowes dipandu Julak Yayan, pesepeda gaek Balikpapan yang rajin mengoleksi gelar jawara di kejuaraan MTB Race baik tingkat lokal dan nasional.

Menyebrangi sungai menuju tambak
Berkecepatan sedang, rombongan minimalis ini menjajal jalan-jalan berkelok yang tak biasa, single track menukik, masuk gang sempit, merapat di sela-sela setapak rumah warga, menerobos pagar, melompati parit, melintas jembatan kecil non-permanen, menyasak perkebunan warga, hingga masuk ke cluster perumahan elit.

Mengubek-ubek di kawasan Kelurahan Sepinggan, Batakan, hingga Kelurahan Manggar, stamina sahabat goweser RGC ini tampak masih prima. Namun enam pegiat dipaksa ‘’menyerah’’ kembali ke kota lantaran persoalan waktu dan kendala teknis.

Menguji keseimbangan di batang pinang
Pagi dengan cuaca bersahabat itu sungguh menyenangkan bagi mereka. Ada kejutan-kejutan kecil, seperti menikmati buah Cempedak ketika melintas di perkebunan warga. “Cempedak ini sudah masak, aromanya begitu terasa,” ujar Umar Baki, goweser BBC yang memungut buah cempedak berguguran. 
Rasanya manis. Lumayan untuk menghela dahaga. Semua goweser pun menyantap tanpa permisi.


Mesti antre satu persatu
Julak Yayan yang memandu di depan memang terkesan tanpa lampu reting. Ia stabil memacu sepeda dengan kecepatan sedang. Ini yang  sempat membuat sebagian anggota RGC keteteran. Namun sejumlah tantangan kecil yang memerlukan teknikal, seperti rintang akar pohon, batu-batu laterit, dan jalur sempit di lereng bukit dengan kemiringan tertentu menjadi keasyikan tersendiri. Semua dilewati dengan sempurna.
Rombongan RGC ini terasa agak lega ketika berada di kawasan Kelurahan Manggar. Pasalnya, sempat mengaspal jalan raya. Rute onroad mulus dilintasi sekira dua kilometer. Perjalanan blusukan keluar masuk perkampungan ini seakan menghindari jalan besar.

Julak Yayan memimpin di pematang
Sekira pukul 9 pagi, rombongan mulai menyisir permukiman nelayan yang tak jauh dari pantai wisata Manggar. Menggowes di bawah rindang pohon nyiur, mereka terpaksa menghirup aroma yang kurang sedap, lantaran harus melantas di sela-sela bedeng dan tempat penjemuran ikan asin yang diproduksi warga setempat.

Dari pantai Manggar, mereka terus menyasak ke arah matahari terbit. Kali ini melintasi situs budaya Makam Jepang yang juga menjadi objek wisata lokal. Tak ada pilihan lain, tantangan kecil seperti jembatan batang pohon pinang pun mesti dilalui. Perlu keseimbangan.


Harus seimbang
Kemudian arah keluar jalan raya Mulawarman menuju kawasan penangkaran buaya di Kelurahan Teritip. Tak jauh dari sini kembali merangsak masuk ke ladang sekitar pemukiman petani. Sampai di kawasan pesisir pantai ini surya pagi mulai meninggi. Jersey masing-masing penggowes pun sudah basah merata melekat di kulit tubuh.

Tujuan berikutnya adalah kawasan tambak ikan di Kelurahan Amborawang. Mereka sempat rehat beberapa saat mengusir dehidrasi, lalu tancap gas lagi. Perlu menakar kesabaran ketika melintasi single track di pematang dan tanggul. Antar goweser tak perlu saling menyalip. Harus fokus. Bila lepas kendali di jalur gili-gili ini langsung nyebur ke air. Disinilah ketenangan teruji.
Di kawasan tersebut juga ada tambak kepiting soka. Sayangnya ketika melintas tak tampak petani memetik panen. Suasana sepi dan lengang. Hanya semilir angin berpadu terik matahari menyengat yang menyapa.


Makan cempedak mengusir dahaga
Tantangan mengasikkan bukan saja jalur tunggal pematang, tapi juga rawa-rawa pepohonan nipah dan tanaman perdu yang tumbuh liar di antara hutan mangrove. Ini mesti diterabas. Sekalipun aksi angkat sepeda tak luput. Beruntung tak jauh dari medan berat ini rombongan singgah di perkampungan untuk merapatkan barisan, kemudian membasahi tenggorokan dengan es kelapa muda. Segar dan menyenangkan.

Akhirnya iring-iringan ini tiba juga di ujung pantai Ambalat. Tim menyisir pelan di pasir pantai dengan tenaga lelah tersisa. Ada semangat menyapa ketika sampai di tempat tujuan, kemudian disambut rasa lega. Acara selanjutnya mengisi perut di kedai pantai, ada gado-gado dan soto. Mereka tampak tak sabar untuk memulihkan tenaga dengan asupan. Ada pula yang langsung telentang lalu tertidur sesaat.

Mampir di Telaga Dub
Tantangan tidak sampai disini. Masih ada perjuangan, yaitu kembali ke kota Balikpapan. Dari tempat wisata ini mereka menggasak jalur-jalur seksi, perkampungan warga, perkebunan karet, sampai ke perkebunan jeruk. Rasa hati ingin berhenti lalu memetik buahnya, tapi lebih terdorong rasa ingin cepat pulang yang lebih kuat. Matahari pun sudah seperti di ubun-ubun.
Melintasi persawahan

Rombongan sempat berhenti di Telaga Dub yang masih terletak di kawasan Ambalat, Kukar. Lalu menyisir sawah milik petani disana. Akhirnya cross country jalur berbeda 19 April 2015 itu disudahi. Rombongan kembali ke kota melintas jalan raya Mulawarman yang mesti diselesaikan sepanjang tiga puluh enam kilometer. Total perjalanan kali ini hingga 90an kilometer. Namun mencapai  100 km bagi anggota rombongan yang menggowes dari rumah masing-masing. (*)